Gelombang Kelima

1K 201 98
                                    

Tujuh miliar senyum di dunia, hanya senyummu yang aku sukai

***

Seorang wanita berambut cokelat sebahu terlihat sedang mencari-cari sesuatu. Wanita tersebut berjalan cepat sembari menengokkan kepala ke kanan-kiri, karton berisi bahan untuk membuat roti yang dipegangnya diremat kuat hingga menimbulkan bekas robek di ujungnya.

"Senpai dimana ya? Tadi masih ada disampingku deh." Gumamnya masih menengok kanan-kiri.

Tiba-tiba netranya berbinar, dan segera berlari ke objek yang sedari tadi dipertanyakan eksistensinya.

"(Name)-senpai!"

***

Kini Akaashi dan (Name) sudah menduduki tingkat tiga di Akademi Fukurodani, yang artinya beberapa bulan lagi mereka akan lulus dan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Setelah kejadian saling memanggil nama depan masing-masing, Akaashi dan (Name) menjadi lebih dekat dan tidak terlalu canggung seperti di awal-awal.

Seperti saat ini ketika (Name) sedang menonton latihan klub voli yang sedang mempersiapkan tim untuk mengikuti pertandingan musim semi yang menjadi pertandingan terakhir bagi kelas tiga.

"Otsukare, Keiji-kun. Ini botolmu." (Name) memberikan botol berisi cairan isotonik yang diterima Akaashi.

"Arigatou, (Name)." Setelah menenggak setengah botol, Akaashi menghela napas pelan sembari melihat sekeliling. Atmosfer ruangan ini memang lebih tenang daripada tahun sebelumnya, membicarakan suasana Akaashi jadi rindu dengan para senpainya.

***

Akaashi dan (Name) sepakat pulang sekolah bersama setiap hari, untuk mempererat pertemanan katanya. Berjalan begitu tenang menikmati semilir angin, (Name) menyapa beberapa penjual yang sudah mengenal mereka karena selalu lewat di jalur yang sama.

Tiba-tiba (Name) berjongkok ketika melihat seekor kucing berwarna hitam, dielusnya lembut bulu sepekat arang itu dan yang dielus mengeong keenakan. Mengambil kotak makan dan melihat isinya, (Name) mengambil sesuatu dari taperwer biru muda tersebut.

"Nih tulang ayam buat kamu. Dimakan ya mpus." Sang kucing mengeong mengucapkan terima kasih dan langsung pergi sambil membawa tulang ayam tersebut.

Saking fokusnya dia kepada kucing tersebut, (Name) sampai melupakan Akaashi. Dimana dia? Sedikit panik karena eksistensi remaja laki-laki tersebut tak kunjung ditemukan.

Berlari kecil, (Name) menengokkan kepala ke kanan-kiri. Ah, ketemu! Jeritnya dalam hati. Berjalan menghampiri sang empu yang sedari tadi dicari dengan muka datar andalannya.

"Keiji-kun, Aku mencarimu kemana-mana tahu! Aku kaget saat nengok kebelakang kamu sudah tidak ada."

"Ah (Name), maaf. Tadi aku mampir ke kedai onigiri dulu. Nih buat kamu." Akaashi menyodorkan sebuah onigiri kepada (Name) yang langsung diterima dan dimakan saat itu juga.

"Waah enak banget. Aku baru makan onigiri seenak ini." Ucap (Name) dengan mulut penuh.

"Disini kedai onigiri langgananku, (Name). Penjualnya ramah dan baik sekali, terkadang beliau memberi aku diskon."

"Makannya pelan-pelan, (Name). Ada sisa nasi di sudut bibirmu." Lanjutnya sambil membersihkan sisa nasi di sudut bibir (Name).

Perlahan namun pasti, (Name) yang baru menyadari kelakuan Akaashi langsung menjauhkan diri dengan wajah yang sudah semerah cabe–maksudnya tomat.

'Apa ini? Kelakuan Keiji-kun tidak baik untuk jantungku.' -(Name)

'Kenapa wajahnya memerah?' -Akaashi

Perjalanan dilanjutkan tanpa sepatah kata apapun. Hanya semilir angin yang mengikuti secara perlahan, menciptakan suasana canggung yang berlebihan.

"Keiji-kun, sudah sampai." (Name) berbicara dengan suara kecil dan muka yang menunduk.

"Eh iya. Gak kerasa ya, (Name)." Akaashi masih terlalu canggung untuk sekedar membuka mulutnya.

Saat Akaashi ingin berbalik badan dan berjalan menuju rumahnya, blazernya ditarik oleh seseorang dibelakangnya. Sedikit terkejut dan menoleh.

"Ini buat kamu. Sudah ya aku masuk dulu, sampai jumpa Keiji-kun."

Dilihatnya tangan yang sudah menggenggam sekantung plastik berisi permen berbagai macam rasa dan terdapat tulisan di kertas yang tertempel 'mari berjuang untuk kelulusan.' dengan emot senyum di akhirnya.

Sial, dada Akaashi kembali bergemuruh dan kalau ada kaca Akaashi akan melihat wajahnya yang semerah tomat.

'Terimakasih (Name). Mari berjuang bersama.'

Sore itu ditutup dengan lembayung jingga keemasan dan siluet burung camar yang terbang. Menambah kesan hangat dan manis di setiap langkah yang diambil Akaashi.

***

Pria berumur 22 tahun itu menoleh kebelakang dan terkejut. Pasalnya yang menepuk bahunya bukan senior atau teman dekatnya, tapi seseorang yang eksistensinya begitu ia rindukan.

"Keiji-kun, hisashiburi. Apa kabar?" Ucap orang yang senyumnya begitu Akaashi rindukan.

Sore itu langit kembali menjingga dengan sapuan udara hangat khas musim semi yang kembali menciptakan debaran di dada Akaashi.

E N D

E N D

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.








































































Masih ada epilog yaa

Radar | Akaashi Keiji ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang