"Kak pelan-pelan, tangan Icha sakit," Icha menyentuh tangan Zero yang menarik tangan kirinya. Ia mendongak menatap Zero ketika laki-laki itu berhenti dan mengendurkan cekalan tangannya.
Tatapan tajam penuh telisik dan amarah itu membuat Icha tidak berani membuka suaranya. Icha menggelengkan kepalanya saat Zero menggendong tubuhnya menaiki tangga.
Icha menangis meminta dilepaskan membuat Zero kesal. Ia masuk kedalam kamarnya dan menguncinya, tangannya melepaskan tubuh Icha diatas kasurnya.
Zero melepas dasinya dan merangkak naik keatas kasur menghampiri gadis cantik yang mundur menjauhinya.
"Kak--- Icha engga- kyaa ... " Icha menjerit saat kakinya ditarik oleh Zero hingga berada dibawah tindihan laki-laki itu.
Nafas Zero yang memburu mengenai pipinya, tatapan tajamnya dan aura yang berbeda membuat Icha menangis sejadi-jadinya karena takut.
"Kak," cicit Icha mencengkeram lengan laki-laki itu erat menyalurkan ketakutannya.
"Berhenti menangis!" tekan Zero menghapus air mata Icha.
Tangannya meremas kuat payudara lembut milik Icha membuat gadis itu menjerit kesakitan. Zero melebarkan paha Icha menciumi leher gadis itu semau hatinya tanpa menerima penolakan dan memberikan banyak tanda kepemilikannya disana.
Zero meraih dasinya mengikat kedua tangan Icha diatas kepala gadis itu sendiri agar tidak mengganggunya sama sekali. Persetan dengan Icha yang menangis.
"Kak---," rintih Icha merasa sakit saat payudara diremas kasar oleh Zero, "Sa-sakit ahh ..."
Icha memalingkan wajahnya tidak ingin dicium namun Zero malah beralih turun membuka seragamnya paksa hingga kancingnya berhamburan kemana-mana hal itu membuat Icha memekik lantaran tidak ada yang bisa ia lakukan.
Tangannya diikat diatas kepalanya ditahan oleh Zero dan kedua pahanya dilebarkan membuat berada Zero diantaranya.
Ia menangis sejadi-jadinya ketika Zero menurunkan penyangga dadanya. Laki-laki itu tanpa ijin langsung melahapnya membuat Icha menggelengkan kepalanya memberontak tetapi tenaganya tidak sesuai dengan tenaga Zero.
"Siapa dia Cha?" tanya Zero, ia menatap payudara padat berisi gadis kecilnya cukup lama sebelum menatap Icha yang sukses setiap harinya membuatnya merasa tersiksa.
Icha menggelengkan kepalanya ketika merasakan sentuhan lidah panjang dan kasar Zero dipuncak dadanya, jantungnya sudah bergemuruh takut, 'dia' yang dimaksud oleh Zero pasti adalah Rifal.
"Te-temen Icha,"
"Harus laki-laki?" tanya Zero lagi, kali ini ia mengangkat kepalanya menatap Icha tajam. Selama ini yang Zero tau Icha berteman dengan perempuan, berteman dengan seorang laki-laki sangat dilarang keras oleh Zero.
"Cuma satu," Icha menatap Zero dengan tampang memelas agar Zero memberi toleransi sedikit tentang masalah ini.
"Harus berpelukan juga, hm?" Zero menyeringai sinis melihat keterdiaman Icha. "Masih ingat hukumannya?"
Mata Icha sudah memerah lagi, pipinya juga ikut serta memerah karena tangisnya. Ini gila, sungguh ia tidak berani bila diberi hukuman oleh Kakaknya. Seandainya ia diberikan sedikit keberanian untuk melawan Zero, Icha ingin sekali menampar wajah Zero sekarang.
Icha menatap Zero dengan tampang memelas yang ia punya. "Ja-jangan,"
"Lalu harus diapakan sayang agar kamu jera?" tanya Zero sambil menusuk-nusuk pipi berisi Icha menggunakan telunjuknya. Zero tersenyum ketika melihat Icha yang tidak membuka suara. Ia suka melihat Icha sekarang, diam dan menahan tangis serta menatapnya penuh permohonan.
KAMU SEDANG MEMBACA
OVER BROTHER
أدب المراهقينHidup Icha Savira Zivanni (18) tidak pernah tenang dengan sikap kakak sepupunya yang kelewatan batas. Zero Axanders Xiamoraga (27) Seorang pria dewasa pemilik perusahaan teknologi. Icha tidak mengerti dengan sikap Zero yang sering mengekangnya, mela...