2. Ancaman ibu

62 6 0
                                    

Mereka berbincang selama di perjalanan dan akhirnya mereka sampai. Armudi langsung pamit untuk masuk ke rumahnya sedangkan Hadi harus meladeni si reseh, Ali.

Ibu Hadi yang kebetulan sedang duduk di depan rumah, menyambut Ali dengan ramah dengan senyumnya. Ali menyodorkan buah bawaannya dan membalas senyum dari calon mertuanya dengan senyuman yang sangat lebar. Iya, calon, tapi sayangnya hanya Ali yang berpikiran seperti itu.

Kesan pertama haruslah terlihat bagus, walaupun ini bukan benar-benar pertama kalinya melihat ibu Hadi, tapi inilah kunjung pertamanya dengan maksud berkunjung untuk menengok gadis taksirannya.

"Merepotkan sekali, Nak. Seharusnya tidak perlu bawa apa-apa," ujar Ibu sambil menerima bawaan tersebut.

"Tidak apa, Bu, sekali-kali aja," balasnya dengan ramah dan juga senyuman. Hadi yang melihatnya malah semakin geli melihat tingkah Ali yang sedang 'menjilat' ibunya.

Tak lama Ayu muncul dari dalam rumah dan semakin jadilah senyum lebar si Ali.

"Oh, ya, Li. Katanya kamu ada keperluan lain, padahal saya baru mau suruh kamu masuk," ujar Hadi sambil melototi Ali, memberi kode agar Ali meng-iyakan perkataannya.

Ibu dan Ayu saling melirik, bingung dengan apa yang terjadi sekarang. Ali pun kebingungan harus bagaimana, ia ingin bilang bahwa itu tidak benar tapi sudah keduluan oleh timpalan Hadi.

"Yasudah kalau tidak bisa lama, terima kasih, ya, buat pepayanya," seru Hadi lalu mendorong-dorong Ali agar keluar dari pekarangan rumahnya. Ali pun pasrah dan mulai melangkahkan kakinya, menjauh dari rumah Hadi sambil terus memandang Ayu yang tersenyum kepadanya.

Untuk saat ini mungkin Hadi belum mengizinkannya untuk dekat dengan Ayu, tapi mungkin nanti. Ia harus semangat dan semakin sering kemari.

"Iya, wa'alaikumsalam ...." ujar Hadi padahal Ali tidak mengucapkan salam apapun.

Setelah Ali menghilang dari pandangan, Hadi menuntun Ibu dan adiknya untuk masuk ke rumah karena sudah mulai gelap.

∆∆∆∆

Cahaya lampu neon menemani acara makan malam keluarga tersebut. Sang laki-laki satu-satunya memimpin doa dan barulah mereka mulai menyantap makanan sederhana yang tersedia untuk malam ini.

"Bu," Hadi buka suara.

"Iya, kenapa, Nak?"

"Besok, Hadi harus rapat lagi sama Bang Sutan."

"Iya, Ibu izinkan. Tapi ingat janji kamu, jangan sampai kamu terluka atau sakit, Ibu tidak mau kamu seperti itu, kalau kamu masih bandel juga, Ibu nikahkan kamu secepatnya." Hadi sudah hatam betul dengan ancaman Ibu yang hanya itu-itu saja, tapi memang benar jika Hadi paling tidak suka dinikahkan apalagi dengan perempuan pilihan sang ibu, walaupun orang tua pasti memberikan yang terbaik tapi tetap saja Hadi merasa belum mau untuk jauh dari ibu dan juga adiknya.

"Iya, Hadi paham," balasnya singkat.

"Ibu tidak mau kamu jadi seperti bapakmu yang mementingkan---"

"Iya, Bu ... Hadi paham jadi tidak perlu bahas itu," selanya.

"Hadi sudah dewasa, aku tau mana yang benar mana yang salah. Keputusan bapak itu benar, kita seharusnya lebih mementingkan kepentingan orang banyak daripada kepentingan kita sendiri, ibu tau itu tapi ibu selalu begini."

"Ibu sayang sama kamu, Di. Ibu tidak mau kehilangan lagi. Kamu anak laki-laki ibu satu-satunya, begitu juga Ayu. Ibu tidak mau kehilangan kalian berdua," lirih Ibu.

"Kalau begitu seharusnya ibu dukung Hadi. Sebentar lagi kita merdeka. Ibu sendiri yang bilang kalau melakukan sesuatu harus sampai tuntas, jadi biarkan Hadi tuntaskan amanah Bapak." Nada bicaranya mulai meninggi karena dirinya selalu tak ingin kalah jika membicarakan hal ini.

Ayu yang sudah menyadari emosi kakaknya, ia langsung berusaha meredamnya.

"Sudah, Bang. Kita lagi makan, tidak baik kalau makan sambil bicara apalagi debat seperti ini," ujar Ayu dengan lembut.

Hadi pun mulai menyadari kesalahannya,"maaf, Bu. Tadi Hadi sedikit emosi."

Ibu meletakkan tangannya di punggung Hadi lalu mengelusnya.
"Iya, Nak, tidak apa ... ibu juga paham perasaan kamu."

Ayu menghela napas, lega karena abangnya tak menuruti emosinya dan terus menjawab setiap kata yang keluar dari mulut ibunya.

"Yasudah, kita lanjut makan, ya," ujar Ayu. Mereka pun kembali melanjutkan makan dan suasana kembali hening sedangkan Hadi masih berusaha meredam rasa kesalnya. Entahlah, rasanya ingin saja untuk menjawab setiap kata dari ibunya.

Ini Cerita Kita [KELAR ✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang