Doa-doa yang lupa arah jalan pulang

71 10 7
                                    

Lari mu lari
Kejarku kejar
Tapi tak terkejar
Tanpa kau rela singgah meski sebentar.

~Untuk Ia yang tak pernah terjangkau

Az-Zahra Royana. Anak berusia 18 tahun, yang banyak di bicarakan sewaktu di sekolah nya. Berkat kecantikan yang Ia miliki, menjadi sebuah kenyataan  yang malah membawa petaka. Selama tiga tahun duduk di Sekolah Menengah Akhir. Az-Zahra sering banyak di terror oleh kakak-kakak kelasnya. Tapi kecantikan yang Az-Zahra miliki, tidak menjadikan nya sombong.
 

Taman yang di banjiri oleh para pasangan muda yang tengah berkencan. Menyulitkan ku untuk mencari keberadaan Ayra, yang sepertinya sudah dari tadi menungguku. Sekitar dua puluh menit aku mengelilingi taman dengan mencari Ayra. Akhirnya aku temui dia yang tengah duduk di kursi berwana putih. Ayra pun melihatku, sepontan kita pun langsung melambaikan tangan menandakan saling sapa.

Aku berjalan mendekat ke arah Ayra yang tengah duduk manis di kursi. Ayra yang tengah mengenakan Dress berwarna pink, dan sepatu yang serupa dengan warna kursi. Membuat pesonanya lucu, dan indah setiap yang memandangnya. Ketika ku mendekat ke arah Ayra. Aku menghentikan langkah.
" Sebentar, Ayra duduk bersama siapa di sudut taman itu". Aku yang mulai kebingungan. Sontak langkah kakiku yang membeku dalam diam dan Tak melanjutkan berjalan ke arah Ayra.

"Tuhan aku kenal orang itu . Mengapa kau pertemukan ku lagi dengan orang yang membuat ku gila di masa kelem"

Oke aku mulai benar bener kebingungan. Untuk apa tujuan Ayra mengajak ku ke taman. Aku kira dia hanya sendiri. Tapi kenapa dia bersama...

Huuhff...
Oke ku lanjutkan saja langkah ku yang ku ayunkan dengan perlahan. Aku tersipu malu saat bertemu Ayra. Aku hanya bersenyum tipis dengan bibir ku yang berwana oranye ke merah-merahan.
"Ayo sini zar. Aku udh belikan minuman untuk mu". Sapa Ayra, seraya memberikan minuman dingin ke arah ku.

Aku hanya bisa membisu tak bisa berbicara sedikit pun.

Sialan Ayra benar-benar usil dia malah izin untuk pergi ke toilet dulu. Apa dayaku tuhan. Aku benar-benar tak berdaya dihadapkan dengan laki-laki seperti dia.
Hati yang dari tadi meronta-ronta. Serta tangan yang mengepal sebuah tissue, karena tangan ku yang begitu basah.

Ketika Ayra izin ke toilet. Aku beranikan diri untuk bertanya kepada laki-laki yang pernah mengenalkan ku luka.
Aku menarik nafas ku hingga terdengar hembusan nafasnya.
"Azka Adzilla Azra. Lama sudah kita tak bersuara. Sekitar 3 tahun lalu kita berkisah. Lantas apa perasaan mu ketika semesta perkenankan kita untuk bisa bertemu lagi." Tak sadari. Aku bertanya padanya begitu lancang. Tak selayaknya aku bertanya seperti itu. Sialan aku malu sekali.

Tapi suasana membuat ku jengkel sendiri. Dia tak menjawab pertanyaan ku. Tapi memang tak seharusnya di jawab juga. Sudah sekitar dua puluh menit Ayra pergi ke kamar mandi. Tapi kenapa sangat lama. Karena aku takut ada sesuatu hal menimpa Ayra aku langsung menelponnya. Sebelum aku menelpon nya aku sudah dapat Pesan dari Ayra yang berisi Kalau dirinya harus pulang karena ada sesuatu hal mendadak.

Tuhan...
Ada apa ini. Semesta menarik untuk di tebak. Lalu, untuk apa aku di sini hanya di temani orang bisu ini. Yang dari tadi malah senyam-senyum ketika di tanya.

Tanpa menoreh, tanpa kata, tanpa pamit, aku beranjak dari kursi dan memutuskan pulang saja.
Satu langkah ketika ku meninggalkan si orang bisu itu, tiba-tiba Ada yang menarik tangan ku. Tanganku yang tiba-tiba mendingin, hati yang berbenyut kencang, dan membeku dalam diam. Membuat ku menoleh ke arah Azka yang tengah duduk.

"Az-Zahra... Kala usia bertambah setitik. Satu angka lebih naik. Mestikah aku harus berkata aku baik?", Kata yang di katakan Azka membuat ku terdiam, dalam genggaman Azka. Ketika aku memohon  untuk lepaskan tanganku. Azka malah melanjutkan perkataannya dan memegang tangan ku lebih erat lagi. Dan berkata. " Happy birthday Az-Zahra... Aku memang sengaja' rencanakan ini dengan Ayra. Kau jauh, tak bisa ku tempuh. Tak mampu lagi ku rengkuh. Meskiku hadap mu berkali ku simpuh.  Maaf sifat ku yang brengsek ini malah muncul di kehidupan mu lagi, di hari spesial mu pula. Aku hanya mau meminta maaf, itu saja." Azka melepaskan genggaman tanganku. Tidak terlalu menyakitkan kata-kata nya. Tapi kenapa mataku berbinar. Bahkan aku tak ingat sama sekali kalau hari ini adalah hari ulang tahun ku.

Ketika ku menelohkan pandangan ku ke belakang, Azka perlahan menjauh dari mataku. Tuhan... Dia membuat ku terdiam.

Di perjalanan, menuju pulang. Sambil menunggu jemputan abangku.

Pengalaman masa laluku terngiang dalam pikiran. Ketika sore dengan rintikan hujan, yang tidak begitu deras namun tampak tandakan akan deras. Jalanan sekolah sangat padat, di tambah sisi-sisi jalan banyak motor yang berhenti untuk memakai jas hujan. Tak tau kenapa.  Pikiran ku tiba-tiba semakin gila. Di perpadatan jalan, dengan banyaknya kendaraan berlalu lalang. Aku malah menerobos jalan itu. Sambil menarik Ayra. Aku yang tengah berdiri di samping Azka pun aku hiraukan dia. Aku menerobos jalan yang sangat padat dengan di kerununi kendaraan berkecepatan tinggi. Ayra yang mencoba menahan ku, tapi aku bersikeras menerobos jalan itu.

Sebuah kegilaan. Ketika pandangan ku tampak menggelap, seakan dunia mulai lenyap. Hanya dua orang yg aku lihat. Azka yang sedang sibuk menolong Ayra yang tak tergeletak di tepi jalan. Aku berusaha berteriak memanggil namanya. Namun apa daya. Pandanganku pun hilang dan sangat gelap.
Ketika sampai di RS. Aku tak melihat siapapun yang ada di samping ku. Hanya ada kabel impusan. Agak sakit di gerakan. Ketika ku lihat. Kakiku tergulung lilitan kain berwarna coklat. Rasa yang  sakit sekali. Kesakitan yang kualami, berkepanjangan sampai satu bulan lamanya.

Sebuah kegilaan, di tahun lalu. Aku kira saat itu, Azka akan menolong ku tapi tampak nya Ia memilih menghampiri Ayra. Sebulan setelah ku terlepas dengan lilitan kain coklat. Azka menjauh. Azka yang aku kira akan menemani ku sepanjang hari, dalam situasi apapun, dan dalam waktu apapun. Kata sayang tak berarti, ketika kemunafikan terbukti depan mata.

Aaaiiih...
Aku malah mengingat masa-masa itu. Tak lama setelah ku terbangun dan tersadar dalam lamunan ku. Tak lama kemudian datanglah Abang ku. Dan aku menuju pulang kerumah. Seraya terngiang-ngiang sambil berbisik dalam hati:(

Ku kira, dirimu

Adalah musim hujan yang telah datang
Di tengah kemarau sepi panjang

Basahi tanah kerontang

Bawa sejuk menyeruak penciuman

Segarkan usaha bertahan namun nyatanya dirimu.

Hanya hujan angan yang tiba-tiba turun sebabkan harapan.

Lalu kau biarkan lagi kemarau mendera siang malam

Baru ku sadari.

Bahwa kau jauh di awang-awang

Namun ternyata dia yang kau sayang.

Sesampainya di rumah. Kenapa baru ku sadar. Ada cincin yang melingkar di jari manis ku.

Ada apa ini?
Apakah hanya halusinasi?
Apakah aku gila?
Tapi sungguh.
Cincin ini melingkar di jari manis ku

Apa aku gila?
Apa aku gila?
Apa aku gila?
Tuhan. Ini nyata adanya?

Apakah mungkin Azka yang memasangkan nya, ketika tangan ku hendak di pegangnya. Oh tidak. Aku tidak sadar....

Aku mulai kebingungan sekali

   ~ Supaya lekas sembuh dari kegilaan ku. Supaya Azka menjadi obat luka nantinya...(haluan ku):(

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Glory of the snow Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang