Pernah gak sih kalian ngalamin dibanding – bandingin terus sama kakak atau adik kalian?
Pastinya pernah ya..
Itulah yang saat ini lagi aku alami.
~~~~~~
Mungkin awalnya orangtua hanya memberikan beberapa perbandingan kecil. Namun makin lama aku merasa orang tuaku semakin membandingkan kelemahanku dengan kelebihan yang adikku miliki. Entah dari segi fisik maupun segi prestasi di sekolah.
Jarak umur kami tidak terpaut jauh, hanya sekitar 4 tahun. Sekarang adikku duduk di kelas 6 sd, sedangkan aku duduk di kelas 10 sma. Sudah hampir 7 tahun aku merasakan yang namanya dibandingkan.
Entah mengapa orang tuaku selalu membandingkanku dengan adikku. Awalnya dari segi fisik. Memang bisa dibilang adikku lebih cantik dibandingkan diriku, bayak orang yang menyukainya. Entah dari sifatnya ataupun dari fisiknya. Makin lama mereka mulai membandingkan kepintaranku dengannya.
Mulai sejak ia kelas 1 sd hingga sekarang, ia selalu mendapat peringkat 1dikelasnya. Sedangkan diriku hanya bisa masuk kedalam peringkat 10 besar. Mulai dari sanalah aku merasa iri kepada adikku.
Ia selalu mendapat perhatian lebih, ia lebih disayang orang tuaku. Walaupun aku tau orang tuaku pun sayang padaku. Tapi tetap saja terlihat jelas perbedaannya. Sifatku pun mulai berubah sejak aku kelas 5 sd. Mulai membangkang, sering keluar rumah tanpa izin, dan aku menjadi berubah. Tapi aku tidak pernah lupa untuk belajar, karena aku ingin menunjukkan kepada orang tuaku bahwa aku juga bisa berprestasi seperti adikku.
Tapi orang tuaku tidak menyadari hal itu, mereka menganggap itu adalah proses pendewasaan diri. Mereka hanya sesekali memarahiku jika aku sudah kelewatan. Tapi aku terus melakukan hal itu hingga tahun kedua.
Saat aku duduk di kelas 6, aku benar – benar ingin menunjukkan bahwa aku pintar, bahwa aku mampu untuk menjadi juara kelas. Dan hal itu terbukti, aku menjadi juara kelas dan lulus dengan hasil ujian yang memuaskan. Aku bisa diterima ke sekolah favorite di daerahku.
Orang tuaku bangga padaku. Namun tetap saja perhatian mereka terpusat pada adikku. Kalian pasti bisa merasakan apa yang aku rasakan. Aku merasa sedih, kecewa, dan putus asa. Aku sempat berfikir bahwa aku bukan anak kandung mereka. Tapi kenyataanya aku memang anak mereka.
Aku selalu menerka – nerka kenapa mereka lebih sayang pada adikku. Apa aku pernah membuat kesalahan yang amat fatal dulu sehingga mereka tak sayang lagi padaku? Aku terus saja berspekulasi.
Sampai suatu hari aku membuat kesalahan dan orang tuaku marah. Saat mereka marah mereka membandingkan diriku dengan adikku. Bahkan aku didiamkan oleh mereka. Mereka tak mau bicara padaku. Tapi, saat adikku yang melakukan kesalahan, orang tuaku tidak terlalu marah padanya. Kalian tau bagaimana perasaanku saat itu? Aku merasa sedih. Mereka jelas menunjukkan perbedaan kasih sayangnya.
Saat itu aku mulai putus asa, aku bahkan sempat berfikir apabila aku meninggal akankah orang tuaku merasa kehilangan? Atau malah mereka menambah rasa sayang mereka terhadap adikku? Aku terus berfikir.
Pasti sedari tadi kalian bertanya – tanya, mengapa aku tak menceritakan masalahku pada orang terdekatku? Atau malah kenapa aku tak langsung menanyakan pada orang tuaku?
Perlu kalian tau aku termasuk orang yang tertutup dan aku tidak terlalu dekat dengan anggota keluargaku ataupun teman sebayaku. Mungkin ada teman yang biasa menjadi tempatku berkeluh kesah, tapi mereka tidak perlu tau tentang apa yang aku alami ini. Aku lebih senang memendamnya sendiri. Ya walaupun aku tau itu tidak baik, karena itu bisa membuatku stres. Tapi itulah aku. Remaja egois yang tertutup.
Sebenarnya ingin sekali aku bercerita kepada seseorang. Tapi aku tak bisa. Aku hanya bisa bercerita kepada diriku sendiri. Aku selalu mengungkapkan rasa kesalku dengan menangis sendirian. Aku tau psikologiku terguncang. Tapi mau bagaimana lagi? Hanya hal itulah yang bisa membuatku sedikit lebih tenang.
Taukah kalian? Untuk mendapatkan teman sejati itu tak mudah. Aku selalu kehilangan seorang teman. Mungkin mereka meninggalkanku karena mereka memiliki teman baru yang lebih dariku. Atau mungki mereka tak tahan akan sifat kekanakan dan sifat egois yang aku punya.
Aku paham akan hal itu. Maka dari itu aku selalu menutup diri dari siapapun. Jadi tak satupun dari mereka mengenali diriku yang sesungguhnya. Aku selalu memasang wajah ceria didepan mereka. Aku selalu berusaha menjadi pendengar yang baik saat mereka berkeluh kesah kepadaku. Tapi sampai sekarang tak satupun dari mereka yang menanyakan bagaimana diriku sebenarnya. Mengapa aku kelihatan biasa saja seperti tak memiliki masalah?
Itu karena mereka semua hanya peduli pada diri mereka sendiri. Termasuk orang tuaku yang tak pernah memperdulikan bagaimana perasaanku saat mereka membandingkan aku dengan adikku. Yang mereka tau hanyalah sifat – sifat burukku.
Padahal aku sudah berusaha keras untuk mengubah semua sifat buruk itu. Tapi apadaya memang itulah sifatku. Sebenarnya aku lelah dengan semua ini. Aku lelah selalu menangis karena tak bisa mendapat perhatian orang tuaku. Aku lelah menangis karena jarang yang mau berteman denganku. Aku lelah. Sungguh amat lelah.
Aku iri pada kalian yang bisa memiliki banyak teman. Aku iri pada kalian yang bisa mendapat perhatian dari orang tua kalian. Aku iri pada kalian semua yang bisa merasakan kebahagian.
Aku selalu bertanya, kapan aku bisa seperti kalian?
Kapan aku bisa mendapat perhatian orang tuaku?
Kapan mereka sadar dan mengerti bahwa aku dan adikku itu berbeda?
Sampai sekarang aku masih belum mendapat jawabannya. Mungkin Tuhan masih mau mengujiku. Aku hanya berharap jika suatu hari nanti aku bisa menjadi seperti kalian yang mempunyai teman bercerita, teman berkeluh kesah, teman yang selalu ada saat kalian senang dan sedih, aku bisa menjadi lebih baik dari adikku dan membuat orang tuaku sadar bahwa kami berbeda dari segi manapun.
Aku selalu berdoa agar aku benar – benar memiliki teman sejati dan orang tuaku bisa sayang padaku tanpa membandingkan aku dan adikku lagi. Semoga Tuhan mendengarnya dan mengabulkannya.
Berusahalah menjadi diri sendiri dalam keadaan apapun – Anonymus
KAMU SEDANG MEMBACA
My Story
Short StoryKisah ini hanyalah sebuah cerita pendek yang tertulis disebuah diary yang berisi curahan hati seorang remaja yang tak tau bagaimana cara mengungkapkan kepada orang lain.