04| Hi, Bumi!

19 4 0
                                    

Salun mengetukkan bolpoin nya ke meja, rautnya sedari tadi tak berubah. Ia kelihatan tengah berpikir keras, dan sedari tadi tak menemukan jawabannya. Gadis cantik itu sedang menggarap tugas yang diberi Pak Catur kemarin. Sebenarnya sih, ini tugasnya dengan Bumi. Tetapi Bumi sudah membaginya menjadi dua, dan hanya ia belum merampungkannya, sedangkan Bumi, lelaki itu sudah selesai dalam waktu beberapa menit saja. Aih, Salun mendadak insecure.

Salun menggigit bibir dalamnya, ia tak paham dengan soal di hadapannya itu. Sungguh! Demi menjaga citra Salun di depan Bumi, ia terus memikirkan agar soal-soal itu bisa segera rampung. Ia mendekatkan wajah cantiknya ke lembaran soal itu, berharap ada keajaiban yang membantunya. Terhitung sudah enam kali ini, ia mendekatkan wajahnya.

Bumi yang sedari tadi memperhatikan gadis di sebelahnya itu bergidik ngeri. "Soal kok dipelototin. Soal tuh dikerjain, ini malah di pelototin," ujar Bumi tenang.

Salun gelagapan. "Hah? O-oh, eh? Hah? Iya ini baru nyari jawabannya. Punyamu udah selesai?" Salun meremas roknya, ia merasa seperti maling yang tertangkap basah. Ya Tuhan!

"Jangan dibiasakan, nanti kalau kamu latah beneran, gimana? Punyaku? Udah selesai, dari kemarin pas kamu liatin saya. Saya udah selesai," terang Bumi dengan raut tenang.

"Kamu tahu? Pas aku liatin kamu?" Salun gelagapan, ia ke-gep.

"Iya. Kamu liatnya sambil melotot, jujur saya ngeri." Bumi masih mengatakannya dengan tenang, sedangkan Salun sudah membulatkan matanya. Lalu Bumi melanjutkan, "kok malah dipelototin lagi, sih? Hobi ya?" lanjutnya.

Salun menggelengkan kepalanya kuat. "Eh? Enggak. Malu aja, hehe."

"Kamu kok keringetan? Sakit lagi?" lanjut Bumi ketika melihat gadis di depannya ini berkeringat.

Salun mengelap pelipisnya. Benar saja! Ia berkeringat, ia tidak panas, tidak sakit. Ia hanya malu, dan takut. Ini sudah kesekian kalinya ia ke-gep. Dan jangan lupakan jika ini sudah hampir masuk kelas, sedangkan ia sama sekali belum menemukan jawaban dari tugasnya. Ia takut kalau-kalau Pak Catur menghukumnya seperti yang dilakukan Bu Darti padanya tempo lalu.

"Eh, ini cuman keringet biasa. Gerah banget, ya?" sanggah Salun mengibaskan tangannya ke wajah.

"Terserah kamu, deh. Yaudah cepetan kerjain, Pak Catur bentar lagi dateng. Kamu harus udah selesai, loh ya. Aku nggak mau dihukum," tegas Bumi kembali menatap depan. Sedangkan Saluna hanya menganggukkan kepalanya pelan, ia jadi semakin gugup.

Bumi nggak tahu apa? Kalau dirinya nggak bisa ngerjain soal ini?! Huh! Saluna harus ekstra sabar saat sedang bersamanya.

Kemudian Salun kembali menatap soal, sesekali ia mengalihkan pandangannya ke arah jam. Tinggal dua puluh menit waktu yang dimiliki Salun untuk menyelesaikan soal-soal itu, ia berharap bisa mengerjakannya, ia tak mau mengecewakan Bumi dan membuatnya dihukum. Ia harus bisa!

🌍Hi, Bumi!🌍

"Mau cari buku apa, Dek?" Salah satu karyawan toko buku mengejutkan seorang gadis mungil yang sedang mendumel.

"Emm ... itu, Mas. Udah nemu dari tadi tapi nggak sampai, yang itu," tutur gadis mungil itu sambil menunjuk salah satu buku bersampul kuning pekat.

Dengan senang hati, sang karyawan membantu mengambilkan. Lalu menyodorkan ke gadis mungil di hadapannya. "Kamu suka musik, eh?" selidik karyawan itu.

"Iya, Kak. Suka banget, Kakak juga suka?" Gadis itu menatap lelaki di depannya dengan mata berbinar, berharap jawaban baik didengar olehnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hi, Bumi!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang