3-5 [Boneka Kenangan Otomatis dan Tentara]

64 11 1
                                    

"Tolong tetap bersembunyi di sini untuk sementara waktu."

Bagian dalam pondok itu dipenuhi jaring laba-laba dan debu. Memiringkan Aiden di lantai, Violet mengaduk-aduk isi tasnya, mengeluarkan selimut.

"Ada banyak.. benda disitu, ya?"

Sudut bibir Violet sedikit terangkat karena pertanyaan Aiden. Sambal meluruskan selimut itu, dia meletakkan Aiden di tengahnya dan menutupi sekelilingnya.

"Aku merasa.. pengap.."

"Udaranya akan semakin dingin nanti."

"Benarkah?"

"Kurang lebih begitu. Saya telah diberitahu demikian." Itu seperti kata-kata seseorang yang telah melihat banyak orang meninggl dunia.

Aiden merasa lebih tertarik dengan Violet. Latar belakang seperti apa yang dia miliki? Bagaimana dia begitu kuat? Banyak pertanyaan melayang dari benaknya, tapi apa yang keluar dari mulutnya adalah sesuatu yang sama sekali tak berhubungan, "Bisakah kau.. menulis surat untukku?" ekspresi Violet menjadi kaku setelah mendengar perkataan Aiden.

"Atau mungkin.. bisakah perangkat telekomunikasi itu sampai ke negaraku?"

"Sayangnya tidak."

"Kalau begitu, tolong tuliskan surat untukku. Kau telah datang ke sini karena aku mempekerjakanmu, bukan? Tolong tuliskan mereka surat.. lagi pula.. sepertinya aku akan segera meninggal.. jadi aku ingin.. menulis surat." Tenggorokannya mulai menjadi kering dan dia terbatuk-batuk setelah bicara.

Sambil melihatnya batuk darah, Violet mengusap bahunya dan mengangguk.

"Dipahami, Tuan." Wajahnya tak ragu lagi. Dia mengambil kertas berkualitas bagus dan sebuah pena dari tasnya, meletakkannya di pangkuannya dan menyuruh Aiden untuk mendiktekan surat-suratnya.

"Yang pertama.. Ibu dan Ayah dulu.."

Dia berbicara tentang bagaimana mereka membesarkannya dengan begitu banyak cinta, bagaimana mereka mengajarkannya baseball, betapa mereka sangat khawatir, karena tidak banyak surat yang bisa dikirim dari medan perang, dan bagaimana surat terakhirnya berubah menjadi surat wasiatnya. Dia kemudian menyampaikan rasa terima kasih dan permintaan maafnya.

Menulis dengan cepat, Violet menangkap perasaannya dengan ketepatan. Kapan pun kata-kata itu menumpuk, dia akan menanyakan apakah istilah yang digunakan cukup bagus, dan memperbaiki isi surat itu.

Aiden tidak bisa menulis surat kepada orang tuanya dengan rutin, sebagian alasannya adalah karena tidak pandai memikirkan kata-katanya, tapi berbeda dengan dia bersamanya. Kata-kata terlahir satu demi satu- semua yang ingin dia katakan meluap.

"Bu.. meskipun aku sudah memberitahumu.. bahwa aku akan menjadi pemain bisbol.. untuk mengembalikan rumah kita.. maafkan aku."

"Ayah.. ayah, aku ingin kau melihat lebih banyak pertandinganku. Aku sangat senang.. ketika kau mengatakan kepadaku bahwa kau suka melihatku memukul bola. Aku.. aku sebenarnya mulai main baseball karena ingin dipuji olehmu. Aku merasa bahwa jika ada.. hal lain yang kau puji untukku.. itu akan menjadi pilihanku juga. Tidak ada yang lebih beruntung daripada terlahir sebagai anak kalian berdua. Aku penasaran mengapa. Aku sudah selalu.. sangat bahagia.. dan, yah.. aku telah melewati banyak kesulitan.. tapi.. aku tidak pernah mengira akan mati seperti ini."

Meskipun dia tidak diajari oleh orang tuanya bagaimana cara membunuh.

"Aku tidak berpikir ini akan terjadi. Biasanya, orang membayangkan diri mereka menjadi dewasa, menemukan kekasih, menikah, memiliki anak.. aku.. aku.. aku pikir aku akan bisa menjagamu. Aku tidak pernah berpikir.. bahwa aku kan ditembak tanpa tahu mengapa.. dan mati di negara yang jauh dari kalian. Maafkan aku. Aku juga sedih.. tapi kalian berdua.. jelas.. akan lebih sedih. Seharusnya aku.. kembali kepadamu dengan aman.. karena aku anak tunggal. Aku.. seharusnya kembali. Tapi.. aku tidak bisa. Maafkan aku.. maaf." Dia sangat kesal karena tidak bisa melihat orang tuanya lagi dan merasa sangat bersalah karena air matanya terus-menerus menghentikan perkataannya.

Violet Evergarden - Kana Akatsuki [Light Novel] Vol. 1 ✓✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang