Setelah makan, Icha berdiri di dekat parkiran seraya melambaikan tangannya pada Yura, Kyra, Killa dan Rihanna didalam mobil yang perlahan melaju menjauh darinya.
Rambut hitam punggungnya yang tergerai bebas tertiup angin sore, Icha mengecek ponselnya lagi melihat balasan pesan dari Zero yang sekitar lima belas menit lalu.
Tidak lama sekitar lima menit sebuah mobil mewah memasuki kawasan parkiran dan berhenti tepat didepan Icha menggantikan tempat mobil Yura tadi.
Icha menyunggingkan senyumnya sepatu putihnya melangkah memasuki mobil.
Zero menoleh kearah Icha yang sudah duduk disampingnya. Tangannya membantu Icha mengenakan sabuk pengaman dengan benar sedangkan Icha beralih membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan karena tertiup angin.
"Lama, ya?" tanya Zero dibalas gelengan oleh Icha. "Temen kamu mana?"
"Udah pulang," Icha menoleh kearah Zero, dari raut wajah Zero terlihat jelas jika laki-laki itu terlihat sangat lelah. "Kakak udah makan?"
"Udah tadi siang." Zero memutar setirnya keluar dari kawasan parkiran.
"Kakak tau ngga, tadi Icha kan ke mall, Icha ngga sengaja liat jepit bentuk pooh bear," Icha merogoh tasnya dan memperlihatkan sesuatu pada Zero. "Tadaaa-- Icha beli!!"
Zero menoleh sebentar sebelum tersenyum dan mengacak puncak kepala Icha gemas. "Kenapa cuma beli satu?"
"Bentuknya semuanya sama jadi Icha cuma beli satu." Icha meraih kaca didalam dashboard mobil Zero dan menjepitkan jepitan barunya di sisi rambutnya.
Icha menoleh kearah Zero yang sedang menyetir. Lengan kemeja laki-laki itu sudah tergulung hingga siku, dasinya masih terpasang rapi dan jam tangan di tangan kiri laki-laki itu menambah kesan maskulin.
"Kakak begadang lagi ya malam ini?" tanya Icha merasa sedikit khawatir dengan Zero yang akhir-akhir ini tidur larut malam.
"Kayanya engga," jawab Zero tidak memberikan kepastian lantaran masih ada bagian ZLO yang harus diperhatikan dari layar MacBook-nya.
Zero meraih tangan Icha dan menggenggamnya. "Mau beli sesuatu dulu Cha, sebelum pulang?" tanya Zero menggerakkan rem tangannya tepat di lampu merah.
"Ngga ada," Icha menatap tangannya yang digenggam oleh tangan besar Zero.
"Kita langsung pulang, ya." ujar Zero diangguki Icha.
Zero menoleh kearah Icha yang memainkan ponsel bersampul beruang berwarna coklat milik perempuan itu sendiri. Zero melihat jepit rambut baru Icha menambah kesan menggemaskan gadis itu.
"Kakak temenin Icha nonton drama ini mau ngga?" tanya Icha menunjukan layar ponselnya pada Zero. "Icha mau nonton cuma genrenya thriller."
"Boleh sayang." Zero mengangguk setuju.
Icha menscroll layar ponselnya lagi. "Tadi Yura dapat gaun cantik banget loh, Kak."
"Gitu ya?" tanggapan Zero yang terdengar malas-malasan membuat Icha menoleh.
"Cantik banget banget loh, Kak!" ujar Icha. "Ada pita dibagian pinggangnya, cantik banget! Katanya dia beli buat ngedate."
"Kamu kenapa engga beli?" tanya Zero membuat bahu Icha merosot lesu. "Kalau kurang kan bisa minta Kakak uangnya."
Icha menatap Zero sendu. "Icha engga beli gaun kaya Yura tapi beli baju tidur, engga baju tidur sih tapi gaun tidur,"
Pada dasarnya wanita memang suka bersolek dan menghabiskan uang. Zero memahaminya terlihat jelas dari Serena-- ibunya yang suka sekali belanja kemudian melihat Icha yang sangat mirip dengan Serena. Padahal barang-barang yang dibelinya tidaklah begitu penting, seperti gaun tidur yang dibeli Icha.
KAMU SEDANG MEMBACA
OVER BROTHER
Teen FictionHidup Icha Savira Zivanni (18) tidak pernah tenang dengan sikap kakak sepupunya yang kelewatan batas. Zero Axanders Xiamoraga (27) Seorang pria dewasa pemilik perusahaan teknologi. Icha tidak mengerti dengan sikap Zero yang sering mengekangnya, mela...