Momen-momen kebahahagiaan yang sering kurajut bersama Deska kini tinggal kenangan, ketika rindu sedang menghampiri, fantasiku sebagai pelampiasannya. Realita hidup ini menyakitkan. Meskipun 3 hari sudah kepergiaan Deska. Namun terasa ia masih menungguku di Negara tetangga sana dan akan kembali jika tiba waktunya. Mungkin itu pemikiran yang tidak masuk akal. Hanya itu caraku untuk mengobati lukaku yang masih teramat perih kehilangan sahabat terhebat sepanjang hidupku. Meski takkan mudah kulalui , aku yakin jika ia ada disini , ia tak ingin setetes airmataku keluar menetes sedikitpun. Ini mungkin drama nyata yang harus kulalui untuk melangkah ke tingkatan yang lebih tinggi, yang lebih dewasa lagi. Sulit bahkan nyaris tak mampu kulewati, tapi hatiku harus sekuat karang.
Aku tak boleh terlalu larut dalam kesedihan mendalam ini. Hanya doa yang bisa ku kirimkan untuknya. Kamar yang sudah 3 hari juga dalam keadaan berantakan, kini bersiap untuk ku bersih-bersihkan. Ku basuh kedua mukaku, menyisir rambut, dan mencoba menggantungkan foto bertiga ku, Bilal, Aku, dan Deska. Untungnya aku memiliki foto ini dari Bilal. Memandang wajah Deska sama saja mengulang semua kenangan kami. Meskipun ku tau, kenangan dan memoriku tentangnya tak akan lekang oleh apapun yang akan kulewati.
Ditengah fokusku memandang senyuman Deska yang selalu tulus untukku tiba-tiba di buyarkan oleh deringan telefon genggamku yang untuk kesekian kalinya aku lupa dimana menyimpannya. Kususuri arah suara itu dan sampai pada arah lemari bajuku. Ini dia..
"halo ... ada apa tante ", telfon itu berasal dari tante Ami saudara mama Bilal
"eh, Sheii... bisa kerumah nggak, kakak Mia sakit nih, trus nggak tau kenapa dia nyari-nyari kamu gitu", suara tante Ami sepertinya sangat sedih dan sedikit kelimpungan.
"oke tante, bntar lagi aku kesana kok", jawabku singkat dan jelas.
"bentar siang pas jam istirahat Bilal jemput kamu",ucap tante Mia
"nggak usah tante, nanti aku kesana sendiri aja, sejaman lagi aku disana tante", balasku mengakhiri pembicaraan
Seusai melakukan persiapan, memantapkan langkah menuju rumah Bilal tanpa di damping oleh sang pujaan hati bukanlah hal yang mudah bagiku. Mungkin benar, aku sudah diterima baik oleh keluarga besarnya, namun rasa gugup yang tak lelah-lelah menguras keringatku ini membuatku sedikit grogi.
Haii rumah hijau, ketemu lagi kita.. bersahabat yah denganku..
Aku mengelus-elus pintu utama rumah Bilal lalu sedikit bercakap dengan benda mati ini. Namun dengan bahasa dari dalam hati saja. Gunanya apa ? aku juga tidak tau. Setidaknya perasaan gugupku yang sangat mendominasi perasaanku saat ini kini sedikit mereda.
Tokk .. tokk..
"permisi,,", kucoba mengetuk pintu dan mengelurkan suaraku.
"akhirnya kamu datang juga Sheil... nggak tau kenapa kakak Mia selalu saja nyari-nyari kamu.. " kami sedikit berbincang diperjalanan kami menuju kamar tante Mia.
Sesampai di kamar tante Mia, terlihat wajahnya yang begitu lusuh dan tak bertenaga sedikitpun. Suasana kamar yang tercium bau lembab karena kurangnya fentilasi dari jendela kamarnya yang jarang ia buka membuat suasana di rumah ini semakin terlihat tak terawat. Aku tak melihat sesosok perawat yang sering berada mendampingi tante Mia. Seakan mengerti akan suatu halt ante Ami keluar setelah mengantarku bertemu tante Mia.
"kamu sudah lama ?", akhirnya tante Mia sadar dari lelap tidurnya sesaat setelah pintu kamarnya ditutup rapat setelah tante Ami melangkah keluar.
"baru kok tante", ku dekatkan posisiku ke tempat tidur tante Mia
"boleh tante bertanya serius", keringat dinginpun mengucur deras di pelipisku.
"boleh kok tante ", detak jantungku semakin berdetak hebat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Conquer Your Heart
General Fictioncerita ini adalah cerita seorang gadis dewasa, yang sedang berjuang akan penyakit yang di deritanya, namun tiba-tiba harapan demi harapannya merekah ketika bertemu dengan seseorang yang dia temui dirumah sakit tiba menyapa hidupnya , ia memanggilnya...