Tentu saja mereka semua yang hadir di sana kebingungan. Di mana-mana, kobaran api melahap segala sesuatu yang dulunya menjadi kebanggaan mereka. Akan tetapi, tidak ada seorang pun yang dapat merasakan panasnya api.
Aroma daging yang terbakar dapat tercium oleh semua yang hadir di sana. Mereka dapat merasakan serpihan-serpihan dari materi yang terbakar, merasuk kedalam paru-paru, menyebabkan rasa sakit di dada masing-masing. Meskipun begitu, tidak ada yang dapat merasakan panasnya api. Semuanya tidak berdaya, menengadah ke arah langit, atau apa yang tersisa darinya.
Tempat yang awalnya merupakan tempat tergantungnya matahari, bulan, dan objek-objek astronom lainnya itu, kini diselimuti oleh kegelapan yang begitu pekat. Atau itulah yang mereka yakini, karena otak mereka tidak dapat memproses apa yang sebenarnya terjadi. Jauh di dalam pikiran mereka, mereka tau itu bukanlah kegelapan. Jangankan kegelapan, tidak ada yang tahu pasti apakah yang ada di atas mereka merupakan warna hitam.
Mereka tidak mengerti akan satu hal pun yang tengah meninmpa mereka. Tidak satu pun kecuali satu. Satu hal yang pasti. Bahwa amarah dari Dewa Kehancuran, tengah datang dengan wujud seorang anak lelaki, di temani oleh empat utusannya.
Tidak ada satu pun yang dapat merasakan panasnya api saat itu. Hanya dinginnya rasa takut yang membuat tubuh menggigil disituasi absurd saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pandora Line
FantasyApakah dunia berlaku adil? Pertanyaan itu akan mengundang beberapa jawaban yang bermacam-macam. Masing-masing orang akan memberi jawaban sejalan dengan ideologi mereka masing-masing. Akan tetapi, yang menarik bukanlah jawaban dari pertanyaan tersebu...