07. Awal Rencana

4.4K 433 31
                                    

Aku tiba-tiba saja terbangun di tengah malam. Entah kenapa, tapi aku ingin menghirup udara malam saat ini.

Dengan berjalan singkat, aku sudah berada di sungai sumber air panas yang ada di luar pemandian air panas. Aku menarik nafas perlahan, kemudian menghembuskannya.

Aku melihat sosok siluet di jembatan penghubung pemandian air panas dengan hutan desa. Dari rambutnya, aku rasa itu Kakashi.

"Kakashi sensei, tidak tidur?" tanyaku ketika sudah agak dekat dengannya.

Eh... Tapi aku salah. Itu bukan Kakashi, tapi Sasuke. Kenapa bisa?

Dia terlihat tenang, sambil menatap pantulan bulan yang ada di sungai di bawah jembatan. "Apa cuma Kakashi yang ada dipikiranmu, Dobe?" tanyanya tiba-tiba setelah beberapa menit kami tidak bicara satu sama lain.

Aku tertawa singkat. "Mana mungkin, aku juga sering memikirkan teman-teman yang lain. Bahkan kau juga," jawabku.

Dia menopang sikunya di atas pagar jembatan, " Kau memikirkan aku?" tanyanya dengan nada tidak yakin.

Itu memang benar sih. Kadang-kadang aku juga sering memikirkan dia, yah, selain memikirkan cara agar terlihat lebih keren darinya, aku juga sering memikirkan hal lain darinya.
Seperti apa yang dia pikirkan, atau apa ada alasan lain di balik sikap dinginnya itu?

Hanya seputar itu. Dan itu selalu menghampiriku jika aku tidak bisa tidur.

"Benar. Aku memikirkanmu... Yah, kadang-kadang sih," aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal. Dia tersenyum menatap bulan.

"Setidaknya aku tahu kalau kau mengkhawatirkan aku, itu saja sudah cukup," ucapnya.

Tentu saja aku mengkhawatirkan dia, karena dia sudah aku anggap sebagai saudara, kami ini bagaikan dipisahkan oleh tembok, dan kami harus bersama-sama meloncati tembok itu agar bisa berada di puncak. Dan sedikit demi sedikit aku bisa menggapainya yang sudah ada di atas dengan kekuatannya yang keren.

"Bagaimana dengan tengkukmu, sudah tidak sakit lagi?" tanyaku padanya. Dia mengangguk.

"Sudah. Dan aku pastikan akan memukul tengkuk pria itu dengan chidoriku, hingga dia pingsan," ucap Sasuke serius.

Oh, ini yang aku takuti dari Sasuke. Sifatnya yang suka membalas dendam, membuatnya sedikit tidaknya dijauhi oleh teman lelaki, namun digandrungi kaum gadis. Cih. Membuat iri saja.

"Itu menakutkan, lebih baik jangan," nasehatku, tapi dia sepertinya tidak setuju, terbukti dia sedang menatapku tajam saat ini. Tajam menusuk seperti akan membunuhku.

"Dobe, kau ini mendukungku tidak sih?!" ucapnya marah. Huaa, aku takut dipukul lagi olehnya.

"Aku mendukungmu, hanya saja itu tidak baik, Suke," ucapku menimpali. Dia menatapku lagi, namun dengan tatapan datar.

"Dobe!"

Lelaki satu ini suka sekali memanggilku dengan sebutan yang menusuk, seperti Dobe atau Usuratonkachi. Ckckck, tapi yang paling parah adalah panggilan untuk teman-teman yang lain, contohnya Shikamaru yang dijuluki Rambut Nanas oleh Sasuke.

Dan kadang aku juga suka memanggilnya dengan sebutan "Teme" sebagai imbalan. Pintar kan aku?

"Sasuke... Apa kau masih memikirkan kakakmu, Itachi?" tanyaku, saat ini aku sedang mencoba menggali lebih dalam soal dirinya.

"Kenapa bertanya?"

"Aku hanya ingin tahu, apakah kau masih dendam padanya. Kenapa tidak kau cari tahu saja kebenaran soal Itachi, aku yakin orang desa pasti ada yang mengetahuinya," ucapku.

WEIRD SENSEI √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang