Benar apa yang di katakan Primo.
Arlington, suaminya sekarang ada di depan pintu karena Abbey bisa mendengar suaranya.
Suara yang sangat ia rindukan, hatinya merasa hangat dan takut disaat yang bersamaan. Perkataan Primo kembali menghempasnya kepada realita.
Sekarang Arlington ada di sini untuknya, seperti yang Abbey harapkan. Tetapi Arlington tidak boleh berada di sini, ia mencintai Arlington dan tidak ingin jika bom yang ada di tubuhnya meledak dengan Arlington.
Katakanlah Abbey egois, dia memang sangat egois dengan dirinya sendiri karena ia sangat mencintai Arlington dan tidak ingin pria itu terluka.
"Siaga kuning!" samar-sama Abbey bisa mendengar suara Luigene.
Sejak tadi, Arlington memang memanggilnya tetapi Abbey tidak menghiraukannya, sampai akhirnya ia berani mengusir pria itu.
"Pergilah Arlington!"
"Abbey, aku akan membuka pintu ini."
"Tidak! Kau tidak perlu melakukan itu! Cukup pergi dari sini!"
Sedikit perdebatan terjadi, Abbey yang memaksa Arlington untuk pergi dan tentunya Arlington yang menolak untuk pergi.
"Pergilah!" bentak Abbey kepada Arlington yang berada di depan pintu.
"Aku ingin melihatmu."
Aku juga ingin melihatmu dan sangat merindukanmu.
Tubuh Abbey bergetar hebat, ia takut tidak lagi bisa menahan tangannya sendiri yang terhubung dengan rompi bom pada tubuhnya.
"Aku tidak ingin melihatmu, kalau kamu memaksa masuk maka aku akan membencimu seumur hidup!" nada bicaranya menahan rasa takut dan paniknya secara bersamaan.
Arlington kamu harus pergi.
Aku tidak memiliki waktu lagi.
"Fine! Aku tidak akan memaksa masuk karena aku tidak ingin kamu membenciku," Arlington diam, sedikit terkejut dengan pengusiran Abbey tetapi ia kembali melanjutkan. "Tapi Luigene akan."
Seperkian detik kemudian pintu yang seharusnya tertutup dengan sempurna sudah didobrak paksa oleh Luigene dan beberapa pria berpakaian hitam.
Pintu itu berakhir mengenaskan di atas lantai dengan ujungnya yang terbelah.
Arlington tidak memaksa masuk bukan? Luigene yang memaksa masuk. Pintunya sudah terbuka sendiri dan Arlington tidak melakukan apa pun.
"Arlington..." lirih Abbey begitu melihat pria itu yang sudah berdiri di hadapannya.
Ekspresi Arlington berubah tercengang begitu melihat wajah istrinya yang penuh luka dan ia lebih terkejut ketika melihat rompi bom yang melilit tubuh istrinya.
Jantungnya tidak berpacu dua kali lipat, melainkan seakan berhenti untuk berdetak.
Semua yang ia lihat jauh dari ekspetasinya, jauh dari kata baik.
"Arlington jangan mendekat! Go away!"
Tak menghiraukan pengusiran Abbey, Arlington seakan menulikan telinganya, mengikuti langkah Luigene untuk terus maju mendekati Abbey.
"Abbey? Tolong tenang... katakan apa yang terjadi dan jangan membuat gerakkan yang tiba-tiba..."
Luigene masih terkejut melihat bom yang melilit pada tubuh Abbey tetapi ia berusaha untuk setenang mungkin, karena Luigene sudah sering berada di posisi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reasons
Romance[COMPLETED] Tak pernah terlibat skandal bersama perempuan merupakan reputasi besar yang Arlington pegang hingga sekarang. Kehidupannya yang tampak sempurna sukses membuat Abbey rela menyerahkan diri secara sukarela kepadanya. Arlington pun berhasil...