✎ [ s a t u ] bangku taman karatan

73 8 4
                                    

[ s a t u ] bangku taman
karatan.

menjengkelkan sekali, lagi-lagi lorong koridor sekolah pengap dipenuhi insan semesta yang sibuk dengan kisikan mereka. sebenarnya bukan masalah besar, tapi yang membuatku kesal, mereka nampak membicarakanku.

decakan kagum, ringisan iri, semua tatapan itu ditujukan padaku. bersitumpu tatap dengan netra lazuardi dan bulu mata lentik yang terpampang jelas di wajahku.

ck, menyebalkan. aku harus cepat-cepat sampai ke kelas. menemui yura dan mia lalu bersembunyi di balik punggung mereka.

seseorang menepuk pundakku. "permisi, binar."

"iya, kenapa?" menyimpulkan senyum tipis yang terlihat manis walau dalam hati meringis karena waktuku terkikis habis.

pemuda itu— yang kalau tidak salah namanya angkasa, menyodorkan benda persegi panjang di genggaman tangannya. "anu ... boleh ... minta nomor telepon?"

"eh?" sebentar, sebentar, aku ingin menahan tawa beberapa detik saja. "hahaha, memang masih zaman?"

aku menatapnya. "hei, kita 'kan satu kelas, kamu bisa mencari nomorku di anggota grup kelas. duluan ya,"

melanjutkan perjalananku yang tertunda. mental yang disiapkan orang itu entah sudah berapa lama sepertinya pupus begitu saja.

hampir seperempat bilah manusia di kanan kiriku terbuka. entah meledek atau kini mengapresiasi aksiku tadi.

buru-buru aku mempercepat langkah, menundukkan sirah, malu sendiri karena takut perangaiku tadi banyak yang salah kaprah.

aku, larayu binar lentera. kata ibu, sejak kecil kehadiranku seperti menerangi kegelapan hidupnya. sebagai binar di gelapnya langit malam, untuk menjadi lentera di jalan berliku dan rengasnya kehidupan. tapi aku hanya menganggap itu sekadar bualan, karena kenapa?

karena bu, sekarang hidupku redup. cahaya yang tersisa hanya remang-remang.

pendar keemasan yang terpancar dari manik mataku, hidung lancip dengan bilah tipis— kata orang-orang itu namanya sempurna tapi bagiku kesempurnaan itu hanyalah sia-sia.

aku biarkan saja seluruh lembana menyelimuti kenestapaan. karena kini relung hatiku juga sedang berencana mengirim eulogi pada gemintang.

huluku mengintip dari balik daun pintu, memastikan tidak ada orang selain aku. keadaan kelas lebih sepi dari yang kubayangkan, tidak seperti di koridor tadi yang pagi-pagi sudah penuh dengan berbagai kerusuhan.

setelah memastikan aman dan tidak ada siapapun di dalamnya, aku melangkah masuk. kemudian duduk di bangku dan akhirnya bisa mentralkan kardia dengan tenang.

ah sialan sekali, masih lebih baik kalau mereka melihatku dengan diam-diam. ini tidak sama sekali. puluhan mata itu menatap tanpa takut tertangkap basah kalau mereka sedang bicara dari belakang. kalau sudah begini entah siapa yang memalukan, aku atau mereka?

sama halnya dengan yang dilakukan anak-anak sekolah jika sudah duduk di bangku. aku menarik buku keluar dari ransel abu-abu. sudah agak kotor karena belum kucuci hampir dua bulan. ya ya, jorok sekali aku ini. mau bagaimana lagi, aku kelupaan terus. ah, malas adalah alasan lebih tepatnya.

"bINAR! kamu habis ngapain di koridor tadi, hah?!"

suara melengking itu sangat tidak enak didengar, tentu saja berasal dari gadis satu ini yang asal mengambil duduk di bangku sebelahku.

kepalaku terangkat, menatapnya. "apa?"

dia mendengus. "aku tahu kamu bisa dengar pertanyaanku tadi,"

padang bintang.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang