10 - UKS

940 819 1.2K
                                    

"Icil...," lirih Bumi gugup. Kedua matanya membulat sempurna, tak percaya dengan yang ada di hadapannya sekarang.

Detik kemudian, senyum di wajah Bumi mengembang.

"Kamu ngapain di sini? Kamu sakit? Sakit apa?" tanya Bumi beruntun.

Icil tak menjawab, gadis itu diam dan memandang Bumi tanpa ekspresi. Ia terlihat begitu tenang, tak ada raut wajah terkejut ataupun takut. Yah, seorang Icil selalu pandai mengontrol diri, bahkan raut wajahnya sekalipun.

"Kamu sakit, ya?" tanya Bumi mendekat.

"Nggak," jawab Icil singkat, ia menarik bangku dan duduk.

Icil menghela napas, dalam hati ia merutuki dirinya sendiri karena memilih ke tempat ini. Sungguh, ia tak menyangka akan bertemu dengan pria gila ini.

Bumi ikut duduk, tepat di seberang Icil. Ia tak berhenti tersenyum dan memandangi Icil.

"Lo ngapain di sini?" tanya Icil tak ramah.

"Aku nggak bisa ikut upacara, makanya aku ke sini. Kakiku, kan, baru sembuh, belum sembuh total," jelas Bumi panjang lebar.

Icil menganggukkan kepalanya singkat.

"Kamu sendiri ngapain di sini? Nyamperin aku?" tanya Bumi penuh percaya diri.

"Nggak."

"Terus ngapain? Kamu kabur ya? Nggak mau ikut upacara?"

"Nggak."

"Terus kenapa? Kok, jawabannya 'nggak' mulu?"

Icil menelan ludah, mendadak tenggorokannya terasa kering. Pria ini terus saja mengoceh tak ada henti. Icil diam saja, tak ingin menanggapinya.

Namun, yang namanya Bumi tidak akan pernah berhenti untuk mendekati Icil. Ia pantang menyerah dalam melakukan apa pun demi Icil!

"Icil," panggil Bumi.

"Apa?" sahut Icil malas, Icil menarik salah satu buku kesehatan dan membacanya. Hanya sebagai pengalihan daripada harus meladeni Bumi.

"Aku boleh tanya sesuatu nggak?"

"Nggak."

Bumi tak peduli, ia tetap bertanya. "Aku nggak apa-apa, kan, suka sama kamu? Kamu nggak marah, kan?"

Icil mematung di tempat, pertanyaan tersebut berhasil membuat seluruh tubuhnya langsung merinding. Di benaknya sekarang adalah bagaimana bisa pria ini dengan mudah mengutarakan perasaanya? Sangat luar biasa!

"Icil, jawab," pinta Bumi.

"Terserah."

"Beneran terserah aku, nih? Makasih Icil. Wah, Icil baik banget ternyata," ucap Bumi heboh sendiri.

Icil memilih kembali membaca buku yang dipegangnya.

"Aku tanya lagi boleh?"

Icil menghela napas berat, mengangkat kepalanya. Ia memandang Bumi, kesabarannya pelan-pelan menipis.

"Apa?" sahut Icil ingin secepatnya mengakhiri semua ini.

"Kamu udah punya pacar belum?"

"Udah!" jawab Icil tanpa berpikir panjang.

Bumi memayunkan bibirnya, menatap Icil penuh selidik.

"Bohong banget! Kata Ariel sama Arum, temen baik kamu, kamu itu nggak pernah punya pacar dari bayi!" tukas Bumi berani.

"Terus, mau lo apa?"  

"Mau aku?" tanya Bumi balik penuh semangat. " Kamu jadi pacar aku. Mau, kan?"

New studentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang