Part 6 (May)

93 13 0
                                    

Setelah selesai dengan acara pensi sekolah, May kembali disibukkan dengan tugas-tugas yang belum ia selesaikan selama ia menajdi panitia pensi. Ia tak perlu repot-repot mencari jawaban di sumber lain, ia cukup meminjam buku milik Farhan dan Zuri saja.

Saat ia masih mengerjakan beberapa tugasnya yang sebentar lagi selesai, ponselnya berdering dan menampilkan sosok Farhan ketika diangkat teleponnya. May mengeluh dalam hati ketika Farhan mengajaknya ala-ala dinner malam nanti.

Jujur saja, May tidak berani menolak ajakan Farhan, karena ia sudah pernah diamuk oleh Farhan ketika ia tak sengaja menolak ajakan Farhan. Meskipun tugasnya masih, ia menyempatkan untuk dinner dengan Farhan.

Sorenya, sebelum ia bersiap memilih baju, ia sempat menelepon Zuri dan meminta pendapat tentang menceritakan mimpi-mimpinya ke pada Farhan. Meski berujung buruk, Zuri menyarankan untuk menceritakan.

Setelah sambungan terputus, May berpikir sejenak. "Kalau aku bercerita nanti dia marah, jika tidak, dia juga marah," gumam May ragu.

"Ma, nanti aku nggak makan malam. Mau dinner sama Farhan di luar ya," ucap May di depan pintu kamar Mama.

"Iya."

Setelah izin kepada Mama, May disibukkan dengan aktivitas memilih baju untuk nanti malam. Ia sudah membuka lemarinya kurang lebih empat kali berharao ada yang berbeda di lemarinya. Padahal sama saja.

Karena frustasi tidak menemukan baju yang cocok, May memilih outfit langganannya jika keluar rumah. Ia juga menyiapkan tas dengan warna senada dengan baju yang ia pakai.

Malamnya, tepat jam tujuh malam, deru motor Farhan sudah menggema di telinga May. Meski berujung dimarahi Farhan, ia akan tetap menceritakan mimpinya dengan lelaki bernama Aksa.

Farhan memilih cafe yang sedikit berbeda dengan biasanya. Biasanya mereka memilih cafe bernuansa minimalist, sedangkan hari ini Farhan menghentikan motornya di parkiran cafe yang dibumbui aroma romantis.

May merasa salah kostum saat itu juga. Ia hanya memakai rok putih selutut dipadukan dengan sweater berwarna lilac. Tak lupa sepatu putih dan ikatan rambutnya yang selalu menjadi gaya kesukaan May.

"Aku salah kostum nih, Far. Ganti kafe aja yuk," ucap May sambil menarik ujung kemeja yang Farhan pakai.

"Kenapa sih? Siapa yang bilang?" tanya Farhan seraya terkekeh. Ia menuntun May untuk masuk ke dalam kafe dengan penuh rasa sayang.

Jutaan kupu-kupu menyeruak dalam perut May. Ia sangat suka diperlakukan bak ratu oleh Farhan. Ia merasa harga dirinya dijunjung kuat oleh kekasihnya. Mereka memilih meja di pojok supaya saat ngobrol tidak didengar orang lain.

Mereka memilih menu dengan saksama. May memilih steak ayam dan mocca hari ini. Sedangkan Farhan sudah bisa dipastikan memikih menu nasi goreng dan sirup. Padahal dua makanan itu bisa dibuatnya di rumah.

"Kenapa sih ngajakin dinner segala?" protes May.

Farhan yang tadinya memainkan ponselnya mendongak dan menjawab, "Sekali-kali lah, May."

Setelah pesanan mereka datang, mereka menikmatinya dengan lahap. Saat Farhan sudah menyelesaikan acara makannya, May masih menyuapkan satu sendok terakhir. Mereka menyesap minuman secara bersamaan.

"Ada yang perlu diomongin, May?"

Ketika May menangkap semua arti kalimat yang diucapkan Farhan, tubuhnya menegang. Ia sebenarnya takut untuk menceritakan mimpinya itu, tetapi ia tidak bisa terus menerus bersandiwara bahwa ia setiap hari bermimpi Farhan.

"Emm, kalo nggak?" tanya May.

"Aku mau ajak ke timezone sih," jawab Farhan.

Mata May berbinar mendengar kata 'timezone' yang keluar dari mulut Farhan. Ia akan segera menceritakan mimpinya dan pergi ke timezone bersama Farhan. Ia sudah lama tidak bermain di timezone semenjak ia sibuk dengan osis.

"Aku mau cerita," ucap May dengan nada bergetar.

"Cerita apa, May?"

"Mm ... jadi, akhir-akhir ini aku mimpi ketemu seseorang," ungkap May. Hatinya sangat lega setelah mengucapkan kalimat ini.

Mata Farhan seketika memicing kemudian bertanya, "Ketemu siapa?"

"Ketemu cowok, udah semingguan lebih. Dulu pas mimpi pertama aku mimpi kalo aku mau dilamar dia dan ditolong," beber May. "Dan selama ini orangnya masih sama."

Tampak amarah mulai menyelimuti Farhan. Untung saja mereka memilih tempat di pojok. May yang menyadari amarah yang tersulut dalam diri Farhan, dadanya langsung terasa sesak.

"Terus?" tanya Farhan. "Lo kenal dia?"

Hati May bagai tersambar petir mendengar kata 'lo' yang ditujukan padanya. Apalagi yang mengucapkan adalah Farhan, seseorang yang ia sayangi. Lidahnya kelu, entah akan menjawab apa ia tak mampu berpikir.

"A ... aku ngg---"

"Ayo pulang, giliran lo yang bayar!" bentar Farhan.

May berdiri dan berjalan menuju kasir dengan dada yang bergemuruh. Ia sudah bisa menebak reaksi Farhan, tetapi Farhan tak perlu membentaknya seperti ini. Harga dirinya sebagai wanita hancur.

Setelah menerima kembalian dari petugas kasir, May merasakan tangannya ditarik paksa menuju parkiran. Siapa lagi jika bukan Farhan? Ia hanya berjalan dan diam tidak menjawab ataupun memberontak.

"Pakai helmnya! Naik!"

Setelah May duduk dengan benar di kursi penumpang, Farhan mulai menyalakan motornya. Perasaan May langsung was-was. Apa yang dipikirkannya terjadi, Farhan mengebut dengan kecepatan di luar batas normal.

Lampu merah diterobosnya, truk-truk disalip dengan mahir, jangan lupa tikungan yang tidak dihiraukan oleh Farhan. May seakan mengikuti acara perlombaan balap motor. Perutnya serasa diaduk.

Padahal ini malam minggu, jalanan sangat ramai. May tak kuasa menahan air matanya melihat Farhan sebrutal ini. Tangannya mempererat pegangannya di jaket Farhan. Ia takut jika terjatuh.

"Han, hati-hati. Kalau jatuh gim---"

"Iya, sekalian kita mati dan lo nggak ketemu cowok sialan itu! " bentak Farhan.

Dada May seakan tertombak, ia tak menyangka jika seseorang yang disayanginya menjadi seperti ini. Tak pernah ada dipikirannya jika Farhan menjadi seperti ini jika marah.

Farhan membelokkan stir motornya ke arah gang rumah May. Kecepatannya dari tadi belum dikurangi sama sekali, May semakin merasa was-was. Ia takut jika ada anak kecil berkeliaran di jalan. Karena biasanya banyak yang berlalu lalang di gang rumah May.

Motor Farhan berhenti tepat di depan rumah May. Mereka selamat dengan kecepatan di atas rata-rata. May turun dengan hati-hati dan takut. Setelah ia berhasil turun dari motor Farhan, ia hendak mengucapkan selamat malam kepada Farhan.

"Selam---"

Belum selesai May mengucap selamat malam oada seseorang yang masih berstatus kekasihnya itu, Farhan sudah melajukan stirnya menjauhi rumah May. Hatinya sangat sakit malam ini. Belum lagi dengan tugas-tugasnya yang masih ada.

May memasuki rumah dengan air mata yang sudah mengambang penuh di pelupuk mata. Satu kali ia berkedip, jatuhlah semua air mata yang dari tadi dibendungnya. Ia sempay berpikir, apakah Farhan hanya berpura-pura?

TBC

MaSa : DÉJÀ VU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang