39. Dear Imamku.
Hai!!
Siapa yang udah kangen dengan Zahril dan Putri?
Happy Reading!
Jangan lupa tekan bintang di pojok kiri bawah, ya!Komennya banyakin dong dari part sebelumnya!
.
.
.Aku membuka pintu dan membiarkan langkahku berlari sesuai keinginannya. Aku tidak akan pernah bisa bersikap sebagai orang asing kepada Kak Zahril. Hatiku tidak menginginkan itu. Memanggilnya dengan formal entah mengapa sangat mempengaruhi tubuhku, lidahku rasanya kelu melihat wajahnya.
Aku sulit mengeluarkan kata. Otakku tidak ingin memproses kata untuk dikeluarkan oleh lidahku. Mereka berkompromi agar aku terlihat bodoh.
Apalagi saat melihat sebuah bingkai di atas meja Kak Zahril yang berhasil membuat hatiku nyeri, terluka. Dia masih menyimpan foto pernikahan kami. Mengingat bagaimana mata sendunya memandang bingkai itu, dan air mata dipipinya yang sempat aku lihay tadi sebelum menyapanya. Dia terlihat sangat sedih. Dan entah mengapa itu masih sangat mempengaruhiku.
Langkahku berhenti di depan dinding kaca besar yang memperlihatkan pemandangan kota. Jantungku berdetak kencang, nafasku memburu.
Aku masih berusaha mengatur nafasku saat suara langkah berlari di belakang ku menyentak kesadaranku. Tubuhku menegang mendengar suaranya. Kenapa dia berada di sini?
Apakah dia mengejar ku?
"Putri." panggil seseorang di belakang ku.
Aku meneguk ludah. Tubuhku kaku dan sulit untuk digerakkan hingga aku hanya diam saja saat dia berjalam dan berdiri tepat di depanku. Kedua mataku terbuka lebar menatap wajahnya dan jejak-jejak air mata di pinggir matanya.
Wajahku pias. Aku tidak menyangkah bahwa Kak Zahril akan mengejarku.
Kedua tangan Kak Zahril mengepal di sisi tubuhnya saat dia menatapku lama.
Aku berusaha untuk meraih fokus diriku sendiri saat sekali lagi, aroma tubuh Kak Zahril tercium.
"A... Ada apa, Pak?" tanyaku. Dengan hati-hati aku memundurkan tubuhku dan menundukkan kepalaku, menatap pada sepasang sepatu pantofel yang berada persis di depan ku.
"Aku ingin berbicara kepadamu." tukasnya. "Dan jangan memanggilku dengan formal. Aku tidak suka."
Aku meremas dokumen yang sedari tadi berada dalam genggamanku. "Bicara tentang apa?" cicitku dengan ragu kembali memandangnya.
Dia terdiam cukup lama sebelum menghela nafas dengan gusar. Wajah tegangnya menghilang digantikan dengan ekpresi memelas di wajahnya. Kedua tangannya bergerak mengacak-acak rambutnya. "Aku ingin berbicara tentang kita. Kasih aku kesempatan untuk menjelaskannya dan setelah itu kamu berhak memilih. Jujur aku masih mencintaimu dan ingin kamu kembali kepada ku."
Kurasakan tubuhku bergetar mendengar perkataannya. Aku salah dengar, kan? Kak Zahril baru saja mengajakku berbicara tentang hubungan kami yang sudah berakhir tiga tahun lalu?
Tidak ada lagi yang harus jelaskan, kami sudah berpisah.
"Berbicara tentang hubungan kita?" aku bertanya dengan dahi mengerut, mengabaikan jantungku yang berdetak tidak normal. "Hubungan kita telah berakhir, Kak. Kakak sudah menceraikanku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Imam Ku (ZAHRIL) | (Ending)
RomansaBELUM REVISI!!! Di ujung dermaga, sepasang kekasih halal berdiri menikmati senja yang perlahan menghilang. Tangan saling terjalin dengan cincin emas melingkar di jari manis masing-masing. Masih teringat jelas diingatan suara lantang dari sang pria...