19

1.1K 180 155
                                    

Chapter Nineteen

Crimes have been a tumor in each inch of world life, till there is no chance to sorrow every death.

Kejahatan telah menjadi sebuah tumor di setiap inci dari kehidupan dunia, hingga tidak ada kesempatan untuk menangisi setiap kematian.

The Lifetaker

.
.

At evening when the lamp is lit, all alone, at home i sit. Night time calls, and to my den i crawl once again. Silently i climb the stairs, now alone without you here. I pray for you, and your soul in heaven. But still, although i can close my eyes to things i don't want to see, i can't close my heart to things i don't want to feel. Kill me, take my breath. It is better than i' m dying cause i' m missing you.

Pada malam ketika lampu menyala, semuanya sendirian, ku terduduk di dalam rumah. Gelap malam memanggil, dan menuju tempat kecilku aku merangkak sekali lagi. Dalam kesunyian aku mendaki tangga, sekarang aku sendiri tanpa dirimu disini. Aku berdoa untukmu, dan jiwamu di surga sana. Tapi tetap saja, meskipun aku bisa menutup mata atas semua yang tidak ingin aku lihat, namun aku tidak bisa menutup hati untuk segala yang tidak ingin kurasakan. Bunuh aku, bawa napasku. Itu akan lebih baik daripada diriku sekarat karena aku merindukanmu.

"Duduklah,"

Baekhyun menoleh ke arah Chanyeol saat ia hendak beranjak dari meja makan.

Mereka telah menyelesaikan hidangan siang yang disediakan oleh pelayan dari rumah mewah itu tanpa ada suara selain dentingan sendok dan piring. Baekhyun benar-benar tidak nyaman dengan ketegangan di antara mereka. Pria yang lebih muda lantas mendapati Chanyeol mendongak kecil ke arahnya dengan wajah lelah.

"Kita perlu bicara."

Baekhyun mengulum bibir bawah sendiri sebelum mengangguk kecil dan kembali duduk. Dia menyamankan posisi duduk menunggu pria bersurai abu di sebelahnya bersuara.

Tetapi persetan dengan semuanya, Baekhyun hanya ingin tahu apa yang sebenarnya dirasakan oleh pria itu.

Chanyeol tidak mungkin baik-baik saja ketika mendengar darah dagingnya berkata benci saat pria bermata abu itu telah mengorbankan diri untuk melindunginya. Namun Chanyeol hanya menatap ke langit-langit, membersihkan tenggorokan hingga akhirnya memulai kalimat.

"Namanya Kyungsoo."

Baekhyun menoleh, memilih tetap diam.

"Ibu dari putraku, namanya Do Kyungsoo. Kupikir kau sudah pernah mendengar sedikit soal bagaimana hubunganku dengannya saat kita masih mengenal satu sama lain kemarin."

Pria mata hazel itu sedikit memalingkan wajahnya ketika Chanyeol menerangkan bagaimana perkembangan kedekatan mereka secara tidak langsung.

Baekhyun lantas mengangguk untuk merespon ucapan pria itu.

"Dia adalah putra dari partner kerja ayahku. Keluarganya memiliki beberapa kasino besar yang menjadi tempat pemasaran anggur keluarga kami. Ayahku merintis usaha pertamanya lewat tempat itu, dan kedekatan yang kuat pun benar-benar terjalin antara keluarga kami."

Chanyeol memainkan gelas bening berisi air di tangan, digoyangkan sambil menatap lurus tanpa henti bercerita.

"Pada suatu saat, sebuah pemikiran untuk mempersatukan dua keluarga itu pun muncul. Aku tidak pernah punya bayangan bahwa penyatuan itu akan dilakukan dalam bentuk pernikahan. Tetapi kalaupun menikah, sebenarnya aku tidak akan mendapatkan dampak apapun. Karena seharusnya bukan aku yang akan berada di sebelah Kyungsoo untuk mengucapkan janji setia sampai mati.."

The LifetakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang