Keheningan menyelimuti Bastian dan Anggi karena keduanya sibuk dengan minumannya masing-masing—jika pada Bastian, ia meminum jusnya sambil sibuk mengotak-atik handphone—sehingga tak ada obrolan yang tercipta. Tapi tiba-tiba saja Bastian memanggil, “Nggi.”
Anggi yang masih sibuk dengan jusnya, hanya berdehem sebagai jawaban dari panggilan Bastian.
“Anggi.”
“Hm.”
“Nggi.”
“Hmm.”
“Anggi!”
“Apa.” Balas Anggi dengan nada datar tanpa terselip sedikitpun nada bertanya, ia masih sibuk dengan jusnya yang sedikit lagi habis.
“Lo suka sama Aldi, ya, Nggi?” Tanya Bastian sambil bertopang dagu.
Anggi langsung tersedak saat Bastian melontarkan pertanyaan. Bastian kaget, namun tak lama ia tertawa kecil. “Segitunya, Nggi.”
Anggi mendengus dan melanjutkan meminum minumannya sampai habis. Bastian menghela nafas, “kurang sabar apa coba gue, ngadepin cewek kayak gini, duh.”
“Kayak gini?” Tanya Anggi menatap Bastian dengan mata yang menyipit. “Apa yang lo maksud dengan ‘kayak gini’?”
Bastian mengibaskan tangannya. “Gak penting,” jawabnya. “Mending lo jawab pertanyaan gue tadi. Lo suka sama Aldi ya?” nada tanya Bastian berubah menjadi serius.
“Tau darimana?” Tanya Anggi balik. Melihat Bastian hendak meracau lagi, Anggi melanjutkan ucapannya. “Gue enggak suka.”
“Oh ya?” Tanya Bastian sambil menyengir jail dan alis yang dinaikturunkan secara sengaja.
“Serius, ih.” Kekeuh Anggi.
Bastian terkekeh. Ia menopang dagu dengan dua tangannya, dan kembali melontarkan pertanyaan jahil. “Kalau gak suka, berarti cinta dong? Atau sayang?”
Anggi melotot mendengar pertanyaan jail cowok di hadapannya, sedangkan yang melontarkan pertanyaan malah tertawa keras sampai memegang perut karena ekspresi Anggi yang menurutnya lucu.
Lagi-lagi, tawa Bastian mengundang tatapan penasaran dari penghuni bangku di kantin, bahkan bangku yang diduduki oleh Aldi dan teman-temannya pun memperhatikan sedaritadi.
“Bastian,” desis Anggi. Matanya kini menatap tajam Bastian yang masih tertawa, seakan-akan dengan tatapannya Bastian bisa terbunuh seketika—terlalu kejam, oh setidaknya mungkin dia bisa menghentikan tawanya.
Melihat Anggi menatap tajam ke arahnya, Bastian berhenti tertawa dan balas menatap Anggi dengan tatapan protes. “Apa sih, Nggi? Tiap gue ketawa kayaknya lo gak seneng banget,” omel Bastian.
“Ya emang gak seneng,” sahut Anggi. “Tau gak sih? Anak-anak di kantin ini daritadi ngeliatin kita mulu, gue risih.”
Bastian tersenyum miring, menatap Anggi dengan tatapan yang sulit diartikan. Ditatap seperti itu, Anggi menciut. Apa gue salah ngomong? Tanya Anggi dalam hatinya. Ah, mati. Gue lupa dia Bastian, sang badboy sekolah. Harusnya gue bisa jaga mulut, astaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untitled•bbs
Short Story❝ Kalau mimpi kita ketinggian, kadang kita perlu dibangunkan oleh orang lain. ❞ Copyright © 2014 by SAHABATCJR All Rights Reserved