18. Akhirnya, Mom .....

2.6K 265 42
                                    

Setengah tahun kemudian, saat Zaidan mulai diberi makanan tambahan selain ASI dan bisa berguling tengkurap tanpa bantuan, sikap Mom mulai menunjukkan perubahan berarti.

Perhatiannya terhadap Zaidan semakin bertambah besar. Tidak hanya kami yang berkunjung, Mom bahkan seringkali datang sendiri melihat Zaidan. Dia mulai mengajak berbicara dan tidak lagi mendiamkan aku seperti sebelumnya. Kebencian di matanya semakin memudar, seperti malam pekat yang tersapu mentari.

Seperti pagi ini, saat matahari muncul dari balik rumah-rumah yang berhimpitan dan menyibak langit berwarna kelabu, Mom datang diantar supir dengan membawa banyak barang di tangannya. Aku sudah berdandan rapi untuk pemotretan model jilbab terbaru yang dikeluarkan Zul, sedangkan Hamish baru akan datang besok karena ada pekerjaan selama dua hari di Surabaya.

“Mana Zaidan? Apa dia masih tidur?” Mom mengedarkan pandangan mencari Zaidan dan menyimpan barang bawaan di sofa. “Kamu lihatlah … Mom bawa banyak baju dan peralatan makan untuk Zaidan.” Mom membongkar beberapa plastik, menunjukkan beberapa baju untuk Zaidan.

“Zaidan pagi sekali sudah mandi dan sekarang tidur lagi.”

Aku ikut membereskan baju-baju yang dibeli Mom untuk dicuci agar bisa segera dipakai Zaidan. Mom menuju kamar melihat Zaidan sementara aku pergi ke dapur untuk membuat  jus mangga. Mom keluar memangku Zaidan yang tertidur lelap. Mengusap pipinya tak sabar ingin melihat bayi itu membuka mata bulatnya.

“Hari ini ada jadwal pemotretan. Zaidan akan dibawa bersama Mbak Yanti.” Aku memberitahu Mom. Zaidan menggeliat dan membuka mata. Bibir mungilnya tersenyum. Mom mengangkatnya tinggi-tinggi, mengajak bayi kecil itu berbicara.

“Kalau begitu biarkan Mom ikut. Biarkan Mom menjaga Zaidan selama kamu bekerja.” Mom memandangku meminta persetujuan. Aku tersenyum dan memberikan anggukkan kepala sebagai jawaban. Tak ada salahnya dia ikut.

Pemotretan dilakukan di butik milik Zul. Terlihat kecil di bagian depan, tapi cukup besar dan memanjang di bagian belakang. Gudangnya menyimpan banyak stok pakaian. Penjualan terbanyak dilakukan melalui toko online. Dia sudah memiliki banyak agen dan reseller. Mom memangku Zaidan dan sesekali menidurkannya dalam kereta bayi selama aku bekerja.

“Apa Zaidan rewel, Mom?” tanyaku disela pemotretan. Hampir setengah jam sekali kulihat Zaidan barangkali dia ingin menyusu. Mom baru saja membawanya berkeliling butik untuk mengusir bosan.

“Jangan cemas, Flo. Bekerja saja yang tenang. Mom akan mengantarkannya kalau Zaidan ingin nenen.” Mom memberikan Zaidan untuk kususui. Dia tertidur karena kekenyangan. Aku menaruhnya di dalam stroller lalu kembali menemui Zul untuk menyelesaikan satu sesi lagi untuk kostum terakhir.

“Ibu mertuamu sepertinya sudah bisa menerimamu, Flo.” Zul menyerahkan satu baju berwarna putih yang membuatku berlama-lama memandanginya. Itu baju pengantin yang sangat bagus. Terbuat dari sutra terbaik dengan sedikit hiasan renda yang elegan. Dulu aku hanya memakai kebaya sederhana saat menikah dengan Hamish.

“Aku tidak tahu … tapi hubungan kami jauh lebih baik,” jawabku tanpa melepas pandangan dari baju yang dipegang. “Apa ini baju pengantin, Zul?”

“Ya, kamu pasti sangat cantik memakai itu, Flo. Coba pakai baju itu segera,” perintah Zul yang langsung kusambut dengan membawa baju itu ke ruang ganti.

Gaun pengantin dan polesan make up minimalis mengubah sedikit penampilanku. Bayanganku memantul di cermin. Zul mengintip dari balik bahu dan tersenyum puas.

“Busana pengantin muslimah juga bisa dibuat mewah dan elegan. Aku ingin mengusung konsep itu. Khusus baju pengantin dibuat berdasarkan pesanan yang berminat saja. Ini hanya sampel,” jelas Zul bersemangat. Aku baru tahu kalau dia punya bakat di bidang fashion selain suka mengatur orang.

Untuk Sebuah Nama (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang