"KENAPA KAU MENAMPAR KU?"
"WAJAHMU TERLALU DEKAT BODOH!"
"TAPI KAN KAU TIDAK PERLU MENAMPAR KU!"
"KAU MEMBUAT KU KAGET!"
Aku menghela nafas, mencoba menenangkan diri dan tidak memancing lebih banyak keributan. Beruntung hanya ada kita berdua disini, jadi tidak masalah saling berteriak seperti ini—kurasa.
"Oke, baiklah. Aku minta maaf. Kalau begitu aku pergi dulu, hari ini tidak ada sesi belajar tambahan. Aku ada urusan dengan Solar." Kataku sambil melangkah pergi meninggalkannya. Aku tidak tahu bahwa Irene mengikuti ku.
Aku baru menyadari itu setelah aku berhadapan dengan Solar yang dengan tidak enak menolak ajakan kencan ku—mentah-mentah.
Aku mencoba tersenyum lebar, agar Solar tidak merasa buruk. Aku juga mengerti alasan yang dia berikan bisa diterima, tentu kalau aku jadi dia aku juga akan lebih mementingkan keluarga dibanding ajakan jalan dari seorang cowok.
"Urusan mu sudah selesai kan? Kalau begitu ayo belajar!"
Aku tidak menghiraukan Irene yang sudah berdiri disamping ku. Aku terus memandangi sosok Solar yang mulai mengecil kemudian hilang ditelan tangga.
"Memangnya kamu tidak punya pacar atau minimal teman?"
"Huh?"
Aku membalikkan badan sehingga kini aku sudah berhadapan dengan Irene yang menelengkan kepalanya bingung.
"Kenapa kamu tumben sekali mau belajar? Kamu tidak punya orang lain untuk diajak pergi mengisi waktu kosong?"
Aku sering memperhatikan Irene belakangan ini dan dia memang terbukti tidak memiliki teman. Maksudku, sahabat. Meski Irene bisa menjadi seorang buli dan tidak sopan, banyak sekali orang yang ingin berteman dengannya. Dia hanya tidak terlalu tertarik untuk dekat dengan mereka. Irene hanya akan bersama teman-temannya disaat tertentu.
Kurasa disaat dia butuh seseorang saja. Selebihnya, dia hanya akan menyendiri—jauh dari keramaian.
Padahal kalau dia mau, dia bisa saja mengumpulkan banyak teman dan bahkan mungkin pacar. Aku tahu dia pasti kesepian, aku harap Irene bisa sedikit terbuka kepada orang lain dan berhenti menakuti mereka dengan wajah datarnya.
"Apa itu teman? Aku tidak butuh mereka." Dia menjawab ringan sambil mengangkat bahu.
Aku hanya mengangkat sebelah alisku mendengar itu, dan Irene dengan segera melambaikan tangannya. Dia berjalan meninggalkan koridor yang sudah mulai kosong.
"Ayo pergi! Aku sudah menentukan tempat yang bagus untuk membuang-buang waktu hari ini."
Aku menghela nafas entah untuk yang keberapa Kalinya hari ini. Sekarang setelah Solar dengan jelas menolak ku didepan Irene, aku tidak punya pilihan selain menuruti keinginannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pain Killer
Teen FictionPerbedaan paling serius yang membawa keberuntungan manis. Aku sedikit bersyukur kita dipertemukan dengan cara seperti ini, karena dengan begitu.. aku bisa mengenal seluruh dirimu yang bahkan keluarga mu sendiri tidak tahu.