"Junniiie!"
Pekikan gadis kecil berpipi gembil nan putih bagai salju di musim dingin menggema di sebuah taman samping perumahan tatkala bocah lelaki yang dipanggil 'Junnie' datang dengan membawa dua cone es krim. Manik mata gadis itu berbinar, senyuman merekah menyambut Junnie-nya atau mungkin lebih tepatnya hanya menyambut es krim yang masih berada jauh dari jangkauannya.
"Call me Oppa, first!" ujar Yeonjun kecil seraya menjauhkan es krim dari jangkauan Jira kecil.
Gadis itu memberengut. "No, we're in America! Jadi, berbaurlah seperti orang di sini, Junnie!" tolaknya.
Sebelah alis Yeonjun terangkat, tak habis pikir gadis ini bisa berpikiran seperti itu. "So, i won't to give it for you, Annie!" selorohnya seraya mendudukkan tubuh rampingnya di salah satu ayunan yang masih kosong di samping gadis bermanik cokelat itu.
"Don't call me Annie, Jun!" sungutnya tak terima. Sementara Yeonjun acuh tak acuh pada gadis yang kini tengah mencak-mencak, atensinya hanya ia taruh pada es krim cokelat yang kian meleleh di bawah panas mentari di musim panas.
Annie.
Junnie.
Dua perpaduan nama kecil yang selaras bagi dua bocah berlawanan jenis yang bertaut usia dua tahun itu. Namun, tampaknya sang gadis kecil tak suka dengan pemberian nama kecil untuknya yang diambil dari marga keluarganya, Ahn.
Iris cokelatnya terfiksasi pada es krim cone cokelat yang tak disentuh sama sekali berada di tangan kiri Yeonjun. Secara impulsif bibirnya mengecap. "Junnie, es krim-nya akan meleleh. Apa kau tak mau berbagi denganku?"
"Tadinya aku tak mau berbagi karena kau tak mau memanggilku 'Oppa'...." Yeonjun menggantungkan kalimatnya seraya tersenyum jenaka, "... Tapi melihatmu yang ngiler seperti bocah kelaparan, aku tidak tega."
"Nih!"
Jira menyambut riang es krim yang disodorkan ke hadapannya, binaran matanya pun berpendar. Sang pemberi pun tampaknya ikut senang. Atmosfer hangat menyelimuti mereka, tawa riang saling bersahutan di taman sinkron dengan kicauan burung lantas mengiringi sukacita. Tak jarang mereka bertingkah layaknya anjing dan kucing yang sering bertengkar, namun tak butuh waktu lama mereka akhirnya luluh satu sama lain. Kadang kala mereka bertingkah seperti tak ingin dipisahkan satu sama lain. Jika satu tak ada, rasanya ada kekosongan di hati mereka. Sang bocah lelaki yang tak ingin kehilangan sang gadis kecil, begitu pun sebaliknya.
Ayunan bergerak pelan maju-mundur sinkron dengan daksanya. Gerakannya kian dinamis tatkala kudapan mereka sudah raib dari genggaman kendati pipi gembil Jira kecil masih berjejal.
"Junnie!"
Sang bocah kecil menoleh, mengamati air muka sang gadis yang tengah menatapnya sendu. Namun, hanya dehaman sebagai respons.
"Kau tak akan meninggalkanku, 'kan?"
Dahi Yeonjun berkerut dalam bingung, apa yang dikatakan gadis ini? Dia berkata seolah-olah seperti seorang gadis dewasa yang tak ingin ditinggalkan oleh kekasihnya.
"Berjanjilah kau takkan meninggalkanku—ah, atau mungkin kau harus berjanji akan menikah denganku ketika aku berusia 23 tahun!" cecarnya yang tak lantas diberi respons.
Sementara Yeonjun membelalakkan matanya dilanjutkan dengan tawa yang ditahan. Oh, sepertinya benar jika gadis kecil ini sudah dewasa terlalu dini. Bagaimana bisa ia mengatakan hal seperti hubungan yang bukan sepele itu? Gadis kecil itu lantas bersungut-sungut mendesak Yeonjun kecil untuk segera menautkan jari kelingkingnya sebagai tanda perjanjian.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE • Choi Yeonjun
Fanfiction[COMPLETED] ❝ Bagiku kau bukan seorang idola, kau hanya seorang Choi Yeonjun. ❞ [Diharapkan FOLLOW sebelum baca^^] ©2020 by karsalara #3 fiksipenggemar [22/8/21] #4 fanfiction [13/6/21] #5 idol [12/6/21] #14 romance [13/6/21]