Mengingat

143 35 0
                                    

Terlihat wajah seseorang yang menunjukkan rasa gugupnya seketika setelah melihat salah satu naskah yang dikirim Arina melalui emailnya. Dewan sekarang lagi dilanda bingung karena tema naskah untuk siaran pertama nanti. Sementara itu, Wawan juga belum kasih kabar ke Dewan perihal naskahnya. Kalo udah baca pasti Wawan juga langsung hubungin Dewan saat itu juga.


Tiba-tiba bunyi dering HP Dewan berdering, panggilan masuk dari Wawan. Kemudian diangkatnya, “Dew, eh first impression lu ke gue apaan?” tanyanya to the point tanpa berbasa-basi dulu kayak sapaan salam atau sejenisnya.

Tuhkan, dia juga punya pemikiran yang sama dengan Dewan. Karena pertemanan mereka sebatas profesional aja, jarang ngobrol secara pribadi ataupun chattingan. Biar dibilang usia Wawan setahun lebih tua dari Dewan, tetep aja yang namanya profesional di kantor harus jalan. Makanya Wawan juga sedikit berjarak sama Dewan kalo lagi di kantor.

Satu lagi, mereka bahkan satu ruangan pas lagi kerja. Tapi tetep aja mereka gak sedekat itu. Gak kayak Arina dan Jen yang kemana-mana selalu barengan, atau Wardah-Sandi-Arina-Yayan yang selalu becanda di ruang radio.

“Gue aja lupa bisa kenal sama elo awalnya gimana.” sahut Dewan sambil menyenderkan badannya ke kursi kantor.

“Kayaknya kita harus jalan deh.” sahut Wawan.

“Ngapain anjir, kayak orang dijodohin aja harus dipaksa jalan dulu baru bisa klop.” sanggah Dewan.

“Terus gimana dong? Ini Arina kan cuma kasih listicle-nya doang. Sedangkan kita suruh nyeritain. Latihan dong kita?” paniklah si Wawan.

“Mau gak mau.” singkat Dewan.

Tiba-tiba Dewan teringat sesuatu, “Eh, Wan. Coba diinget-inget aja deh, lo dulu ngelamar magang di sini ketemunya sama siapa? Sama gue bukan?”

“Iya, rombongan berlima waktu itu, semuanya satu jurusan.”

“Trus gue ngapain aja waktu itu?”

“Cuma nerima berkas, wawancara siapnya kapan, sama ini...bisa siaran apa enggak.”

“Nah itu lo tau tentang gue!”

“Eh iya ya, itu termasuk first impression juga?” polosnya.

“Coba diinget lagi, perasaan lo gimana pas diinterview sama gue?”

“Deg-degan sih tapi muka lo santai dan ramah, terus cuma nanyain bisa siaran apa engga.”

“NAH ITU WAN!! ITU LO TAU!” heboh sendiri Dewan di kantor hanya karena Wawan.

“Itu beneran first impression kayak begitu?” tanyanya kedua kali.

Ingin rasanya Dewan melempar HPnya ke sembarang arah. Sayangnya ini baru cicilan yang kelima, “Iya, Wan kayak gitu bener.” tetap kalem dalam situasi apapun, apalagi menghadapi seorang Wawan. Harus ekstra sabar.

“Terus, Mas Dewan ke gue gimana dong? First impressionnya apa?”

“Lo awalnya diem, lama kelamaan tengil. Bener gak?”

“Hmm, salah.” bantah Wawan sambil memeragakan kepalanya yang digeleng-gelengkan.

“Kok?”

“Harusnya, awalnya jaim, trus lama kelamaan gue semakin keren alim.”

Sabar, ya Dew.

“Yaudah intinya gitu, Wan. Ada lagi gak? Gue lagi repot nih.” sahutnya tak sabar ingin segera menutup teleponnya. Sebelum makin emosi dengerin Wawan ngomong yang semakin gak jelas.

“Oh iya, ini di jam kerja ya nelponnya. Oke deh, Dew. Sampai ketemu.” tutupnya.

Keesokan harinya, Sandi menanyakan ke mereka berdua soal progress dari mereka berdua setelah menerima e-mail dari Arina.

Keesokan harinya, Sandi menanyakan ke mereka berdua soal progress dari mereka berdua setelah menerima e-mail dari Arina

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[1.1.] DUA DEWANTARA - SPIN OFF "THE ANNOUNCERS"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang