WINASTYA 🍂3

44 16 16
                                    

Selamat Membaca💛

.
.
.

Wina sedang duduk sendirian di halte depan sekolahnya. Gadis itu sedang menunggu angkot yang biasanya ia tunggu saat pulang sekolah tiba.

Jangan lupakan novel ditangannya. Wina dan buku seakan tak bisa dipisahkan. Seakan ada lem yang menempel pada tangan Wina dan novel dalam genggamannya.

Tak berselang lama angkot yang ditunggunya berhenti di depan halte. Dan Wina melangkahkan kakinya untuk menaiki angkot. Belum sampai kakinya menaiki angkot. Wina sudah disambut dengan tatapan mata setajam elang di depannya.

Wina tentu mengabaikannya. Kan gadis itu tak mengenalnya. Merasa punya salah saja tidak. Wina duduk dekat dengan kernet angkot. Karena angin yang masuk akan berhembus kencang, dan Wina menyukainya.

Wina merasa risih karena sosok di sampingnya tak pernah melepaskan tatapannya dari Wina. Seakan Wina akan menghilang dari muka bumi jika ia mengalihkan tatapannya sedetik saja.

Wina melirik sekilas ke samping, melihat sosok cowok yang memakai seragam sekolah sama sepertinya. Wina tak pernah melihat cowok itu sebelumnya. Gadis itu kan memang masa bodo dengan lingkungan sekeliling.

Wina tersenyum canggung ke arah cowok itu. Dan dibalas delikan mata tajam oleh cowok itu.

Wina kemudian menyibukkan dirinya dengan membaca novel di pangkuannya. Daripada mati gaya karena ditatap sedemikian rupa oleh cowok di sampingnya.

Karena merasa sudah dekat dengan rumahnya Wina lekas menutup novel yang tadi gadis itu baca. Wina sekali lagi melirik ke sampingnya. Dan masih mendapati cowok itu memandangnya tajam.

Wina menyetop angkot karena rumahnya sudah terlihat di depan sana.

"Kiri bang." Dengan cepat Wina keluar dari angkot dan mengeluarkan uang lima ribuan dari saku baju seragamnya. Tak lama cowok tadi juga ikut turun bersama Wina dan ikut membayar ongkos angkot.

Wina berjalan dengan cepat menuju rumahnya, yang tinggal beberapa rumah saja. Wina menengok ke belakang, gadis itu melihat cowok itu juga berjalan di belakangnya. Dan memandang Wina masih dengan tatapan tajam.

Wina melanjutkan langkahnya kini ia sudah tidak berjalan lagi, melainkan berlari. Hingga berhenti di depan pagar rumahnya. Wina buru-buru membuka pagar dan ingin segera menutupnya cepat-cepat. Jelas saja Wina takut, ia merasa di intai sejak tadi.

Sebelum Wina masuk, tiba-tiba tangannya di tarik dan Wina sontak tertarik ke belakang. Sebelum tubuhnya menubruk dada bidang cowok itu, bahunya sudah ditahan oleh sosok cowok di depannya.

Dada Wina sudah berdetak dengan cepat, ia takut. Wina menarik napasnya pelan. Dan mendongakkan kepalanya. Cowok itu sudah menatapnya tajam. "Nih cowok mirip psycopath," Wina berkata dalam hati.

"Hai!" Cowok di depannya menyapa dengan datar. Merasa tak bersalah sudah membuat gadis di depannya ketakutan.

"H-hai." Wina tergagap membalas sapaan cowok itu yang dianggap tak lazim. Sebab cowok itu mengikutinya hingga rumah, dan menyapanya dengan tiba-tiba.

"Kenalin nama gue Vino Triaksan. Lo panggil aja gue Vino." Masih dengan wajah datarnya cowok yang ternyata bernama Vino masih memegang bahu Wina.

"O-oh iya. Salam kenal ya." Ucap Wina takut-takut.

"Gue harap lo gak kabur kayak tadi pas ngeliat gue." Vino melepaskan bahu Wina. Lalu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana sekolahnya.

"Kalo ketemu. Dan gue harap gak bakal keremu lagi." Wina bergumam pelan. Namun tentu saja Vino masih mendengarnya.

"Gue pastikan kita bakal ketemu. Besok!" Setelah mengatakan itu Vino beranjak dari sana, dan berjalan kearah di mana angkot tadi berhenti, sambil mengeluarkan ponsel dari saku celana. Mungkin akan menghubungi seseorang.

Wina yang tak ingin ambil pusing, segera berbalik memasuki rumahnya.

Mengapa hari ini banyak sekali terjadi hal yang tak terduga?

.
.
.

Wina memasuki rumah dengan mengucap salam terlebih dahulu. Meski ia tau tak ada yang akan membalas salamnya. Ia tetap melakukannya.

Karena kedua orangtuanya tidak ada di dalam rumah. Ayahnya bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak dibidang furniture, menjabat sebagai Manajer Keuangan. Sedangkan ibunya bekerja sebagai pegawai di tempat ayahnya bekerja.

Wina menaiki tangga untuk menuju ke lantai dua, dimana kamarnya berada. Setelah memasuki kamarnya dan menutup pintu, Wina mengganti bajunya dengan baju rumahan dan lebih santai.

Wina membaringkan tubuhnya ke atas kasurnya yang empuk namun tak terlalu besar itu. Sambil memejamkan matanya, pikiran Wina kembali berkelana ke kejadian yang baru-baru ini ia alami.

Mengapa harus ada dua orang cowok yang berbeda kepribadian mendekatinya hari ini. Sungguh aneh pikir Wina. Karena selama ini tak ada yang ingin mendekatinya, satu orang pun.

Daripada pusing memikirkan kedua cowok aneh itu, lebih baik dia tidur saja. Tentu lebih bermanfaat daripada memikirkan hal yang dianggapnya tak penting.

Wina mulai memejamkan matanya dan pergi ke alam mimpi yang mungkin indah untuk ia jelajahi, daripada dunia nyata yang membuatnya merasa kecil dan bersalah.

.
.
.

To be continue...

WINASTYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang