24. Sebuah Perjanjian

5.7K 920 77
                                    

Aku bisa merasakan kecupan-kecupan hangat yang menyapa leher dan sekitar bahuku. Hayam Wuruk melakukan itu sambil membisikkan kata yang sama berulang kali.

"Aku akan merindukanmu..." ujar Hayam Wuruk, lagi.

"Semoga semua berjalan dengan lancar." Sahutku.

Hayam Wuruk mendekapku lebih erat, menenggelamkan wajahnya diantara ceruk leherku. "Semoga. Agar kita bisa segera bersatu dalam ikatan yang abadi..."

Tanpa sadar, bibirku membuat simpul senyuman yang tipis. "Begitukah? Apa kau benar-benar mencintaiku?"

"Ayolah! Aku harus melakukan apalagi agar kau percaya Ayana? Aku. Sangat. Mencintaimu. Puas?" Ucapnya dengan penuh penekanan.

Aku terkekeh, mencoba melepaskan diri dari rengkuhan Hayam Wuruk agar aku bisa melihat wajahnya yang rupawan.

"Eng...kau sungguh-sungguh?" Tanyaku lagi, bermaksud meledek.

Tanpa diduga, tiba-tiba Hayam Wuruk menerjang tubuhku. Membuat aku secara otomatis jatuh diantara rumput-rumput ini.

Aku baru saja ingin protes, namun perlakuan Hayam Wuruk membuatku mengurungkan niat. Lelaki itu menggelitiki ku hingga aku tidak bisa menahan tawa.

"Hei apa yang kau lakukan?" Tanyaku disela-sela tawa.

Hayam Wuruk tidak berhenti, terus menggerakan jemarinya di pinggangku. "Membuatmu menyesal karena telah meragukan cintaku!" jawabnya.

Aku tertawa lebih keras. Apakah sosok yang ada di hadapanku ini benar-benar sosok Raja yang sangat terkenal itu? Raja yang katanya paling besar dalam perjalanan kerajaan Majapahit?

Hayam Wuruk terlihat seperti bocah kecil yang gemar merajuk. Dan itu sangat menggemaskan.

"Aku tidak meragukanmu, Baginda.." ucapku sambil menahan jemarinya sebisa mungkin.

Mata legam itu menatapku lekat, jemarinya kini berpindah membelai wajahku dengan lembut. "Apa kau benar-benar manusia?"

Aku menatapnya penuh tanya.

"Kau seperti bidadari."

Oh lihat, siapa yang sedang merayu sekarang. "Kau sedang merayuku, ya?"

Tawanya yang hangat menyapa indera pendengaranku. Dadaku seperti taman yang dipenuhi bunga-bunga saat mendengar suara tawa itu.

"Aku tidak merayumu, sayang. Kau memang cantik. Tidak-tidak, luar biasa cantik." Ucapnya lagi secara berlebihan.

Aku hanya memicingkan mata, menatapnya dengan penuh tanya. "Apa yang sedang kau inginkan? Hmm? Katakan!"

Lagi-lagi Hayam Wuruk tertawa, menjatuhkan tubuhnya di atas tubuhku. Astaga, apa lelaki ini tidak tahu jika bobot tubuhnya sangat berat?

"Aku ingin memelukmu, dalam waktu yang lama. Menceritakan hari-hariku yang melelahkan, lalu menikmati banyak momentum bahagia. Sederhana bukan?"

Ada sesuatu yang membuat nafasku seperti tercekat kala mendengar ucapan Hayam Wuruk. Itu sangat sederhana, ia tidak bohong. Jika keadaannya Hayam Wuruk adalah lelaki biasa yang tidak menyandang gelar Raja.

Namun kenyataannya, tidak semudah itu. Semua tentang diriku dan Hayam Wuruk sangat rumit. Bahkan kehadiranku di masa ini juga belum jelas alasannya.

Hayam Wuruk menatapku dengn sorot yang sangat jernih dan berkilau. "Semoga di kehidupan selanjutnya, kita bisa kembali saling mencintai. Dan tentu saja memiliki satu sama lain." bisiknya.

Jauh di dalam hatiku, tanpa tersadar aku ikut mengamini. Karena sungguh ucapannya begitu tulus dan menyentuhku.

"Semoga di kehidupan yang selanjutnya, kau terlahir sebagai lelaki biasa. Bukan bangsawan ataupun raja." Sahutku.

The King and His Flower [Majapahit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang