Chapter 4

115 28 10
                                    

Gavin mengambilkan segelas air putih kepada Rania agar adiknya itu bisa sedikit lebih tenang. Tidak ada sesuatu yang bisa Gavin lakukan untuk membantu Rania selain menenangkan tangisannya.

Tak lama setelah itu Mr. Andra berdiri dari tempat duduknya dan pergi begitu saja. Lalu di susul dengan Karina, namun beliau tidak pergi melainkan menarik lengan Rania dengan paksa. Karina membawa Rania ke kamarnya, entah apa yang akan dia lakukan.

Rania hanya terus menangis, apa lagi saat tangannya di peggang erat oleh bundanya membuat dia semakin terisak. Gavin pun hanya mengikuti kemana Karina membawa adiknya. Setelah sampai di depan pintu terlihat sosok Mr. Andra yang sudah berdiri sembari melipat kedua tangan di depan dada.

Karina melepas genggaman tangannya. "Masuk!! Buka pintunya!"

Dalam keadaan masih menangis dan tidak bisa berbuat apa apa untuk menolong diri Rania sendiri, gadis itu mencoba untuk menggerakan tangannya yang serasa tidak bisa digerakan. Bahkan menyentuh gagang pintu dia harus menggunakan kedua tangannya untuk membuka.

Saat pintu kamar terbuka sempurna, Rania benar-benar terkejut dengan apa yang dia lihat. Rania mulai masuk ke kamar, selangkah demi selangkah kakinya di gerakan. Air matanya justru mengalir deras di pipi gadis berparas cantik itu.

"SELAMAT ANAK BUNDA BERHASIL DI TERIMA DI UNIVERSITAS FAVORIT...." teriak Karina yang masih berada di luar kamar.

Di saat bersamaan Karina mengucapkan kalimat tersebut, terdengar suara letupan keras dari party popper yang Karina dan Mr. Andra bawa. Kali ini mereka membuat kejutan yang tak terduga untuk Rania, entah harus bahagia atau sedih yang harus Rania ekspresikan saat ini. Gadis itu terus terusan memandangi setiap sudut kamarnya yang terlihat banyak hiasan, dan bertuliskan 'congratulation Rania Anastasya'.

Mr. Andra dan juga Karina mendekati putrinya yang masih tak menyangka dengan kejutan tersebut. Karina yang merasa tidak enak karena sudah memarahi Rania sampai menangis, beliau langsung memeluknya erat, lalu bergantian dengan Mr. Andra.

"Maafin bunda ya, bunda udah buat kamu nangis gini," Karina mengusap lembut pipi Rania, dan menghapus air mata Rania yang masih terus mengalir.

"Maafin ayah juga, ayah tadi cuma akting dikit aja," senyum Mr. Andra.

Rania hanya tertawa pelan mendengar ucapan Mr. Andra. "Akting dikit apanya? Rania kira tadi ayah beneran marah."

Dalam hati Rania dia sangat senang karena mereka hanya berakting di depannya. Kini Rania menangis di pelukan Mr. Andra, dia sendiri juga tak menyangka mendapat beasiswa itu. Memang benar dugaan Mr. Andra kalau belum tentu Rania akan di tolak di sana karena usaha Rania sendiri sangat keras untuk mendapat kesempatan langka tersebut.

"Ayah bangga sama kamu Sya, jadi kamu jangan terlalu merasa seolah ga pernah banggain ayah sama bunda. Jangan terlalu maksain diri kamu, kalau emang kamu belum bisa, kamu masih bisa berusaha step by step. Jangan langsung, karena semua itu ada prosesnya," lontar Mr. Andra pada putrinya yang masih berada di pelukannya.

Ucapan Mr. Andra membuat Rania semakin menumpahkan air matanya dalam pelukan sang ayah, pasalnya dia selalu berusaha untuk tidak mengecewakan Karina dan Mr. Andra dengan usahanya yang sungguh-sungguh. Tapi, setelah mendengar ucapan dari ayahnya, membuat dia lebih semangat untuk bisa membuat orang tuanya tersenyum, walaupun harus lebih keras lagi dalam berusaha. Dan Rania berharap orang tuanya masih ada saat dirinya sukses nanti, karena dia ingin melihat senyum dari wajah Mr. Andra yang menenangkan dan juga sifat Karina yang lembut dan terbuka padanya.

Kesempatan kali ini tidak akan Rania sia-siakan, dia sudah berjanji pada dirinya untuk membuat anggota keluarga bangga dengan prestasinya. Tidak peduli walaupun nantinya Rania akan mendapat banyak cacian atau cobaan yang menanti di Korea. Karena hidup di negeri orang tidak semudah dan seenak seperti kita tinggal di rumah kita sendiri.

Assalamualaikum Seoul [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang