PoV ArmanDesa Sekar Tanjung adalah sebuah desa yang aman, nyaman, tentram dan warganya saling rukun. Itulah yang kurasakan selama ini, karena terlahir dan besar di sini.
Tapi semuanya terasa berubah saat kedatangan dua orang wanita yang mengaku Bude dan keponakannya, beberapa tahun yang silam. Si wanita muda begitu cantik dan memikat.
Banyak pemuda sampai yang sudah tua mencoba untuk mendapatkannya. Pesonanya hingga ke desa tetangga. Banyak gadis dan para Ibu menjadi gusar. Tapi beda denganku. Wanita yang mengaku bernama Ratih itu terasa aneh dan misterius.
Karena pada suatu petang, tidak sengaja aku melihatnya sedang berendam di sebuah sendang tengah hutan dengan bunga- bunga mawar sebagai taburan, dan beberapa dupa dengan bau wangi menyengat. Sedangkan saat itu aku sendiri tersesat terpisah dengan beberapa kawan, yang sedang bermain ke hutan sejak siang.
Setelah kejadian di sendang itu, berapa hari kemudian dengan tidak sengaja lagi aku melihat pertengkaran antara Mbak Ratih dan Mas Didin. Entah apa yang mereka perdebatkan, tapi dua minggu setelah pertengkaran itu, tersiar kabar mereka berdua akan menikah.
Tentu saja warga desa geger karena kembang Desa Sekar Tanjung akhirnya mengakhiri masa lajangnya. Dan yang membuat heran, kenapa harus dengan Didin? Pemuda tanggung yang miskin dan hanya bekerja di pasar. Padahal semua orang tahu, Ardi si anak pejabat, orang terkaya di desa ini juga sudah lama mengincar Ratih.
Ardi yang tajir dengan rupa bak artis Korea itu, tidak mungkin membuat Ratih bisa menolaknya. Tapi ia malah memutuskan untuk menikah dengan Didin. Itu keanehan ke dua yang kutemukan pada diri Ratih.
Pernikahan Didin dan Ratih banyak menyisakan tanya dan kecewa. Terutama di kalangan para pemuda. Terlebih lagi dengan tetanggaku Mas Galih.
Mas Galih bersahabat dengan Didin dan Ardi sejak kecil hingga menginjak remaja. Dulu, pernah Ibu bercerita tentang masa kecil Mas Galih yang pernah disiksa Ibu tirinya sehingga meninggalkan bekas trauma yang dalam.
Mas Galih sendiri sering terpergok olehku sedang memandang Mbak Ratih dengan tatapan yang aneh. Awalnya aku merasa biasa saja. Tapi keanehan Mas Galih berikutnya saat Mas Didin ditemukan tewas tenggelam di sungai, dan aku melihat Mas Galih sedang menusuk-nusuk batang pohon dengan pisau dapur di belakang rumahnya dengan tertawa. Saat itu, aku yang bersembunyi disamping rumah mendengar dengan jelas kata yang meluncur dari bibirnya saat itu.
"Mati kau Didin! Berkurang satu penghalangku. Tidak ada yang bisa mendampingi Ratih, selain aku, Angga!"
Tawanya berderai terdengar mengerikan. Aku bergidik ngeri melihat seringai di wajahnya. Sungguh, bukan seperti Mas Galih yang kukenal selama ini. Dan dia menyebut nama Angga. Siapa dia, dan apa maksudnya?
Hari-hari Mas Galih tampak biasa dengan ia bekerja pada Mas Ardi. Dengan menjadi tangan kanan Mas Ardi di perusahaan kontraktornya di kota, ia mendapatkan sebuah mobil yang terbilang mewah untuk ukuran di desa ini. Setiap hari mereka pulang bareng dengan menumpang mobil Mas Ardi. Sedang mobil Mas Galih, aku hanya melihatnya keluar di malam hari. Entah kemana.
Beberapa bulan terakhir, Mas Ardi mendapat proyek di desa oleh Pak Lurah. Itu sebabnya, Mas Galih terlihat lebih sering di rumah dari pada di kota.
Dan sejak kejadian siang itu di belakang rumah Mas Galih, aku jadi penasaran dan sering memperhatikannya. Pernah aku berpapasan dengan dia yang pulang kerja dengan berjalan kaki terlihat lemah dan gontai. Raut wajahnya sedih dan seperti habis menangis. Ketika kusapa, ia hanya menatapku dengan wajah sendu.
Tapi malamnya aku memergoki ia sedang menatap rumah Mbak Ratih dengan wajah garang dan mata melotot tajam, persis seperti saat kejadian di belakang rumah dengan menyebut dirinya bernama Angga.