Presiden BEM

29.3K 361 8
                                    

Namaku Aris. Saat ini aku kuliah semester 4 di sebuah universitas di kota X dan juga menjadi pengurus BEM di salah satu fakultasnya. Cerita ini terjadi tahun lalu, ketika aku masih semester 3.

 Cerita ini terjadi tahun lalu, ketika aku masih semester 3

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat itu bulan Oktober. Rapat pertama untuk acara Dies Natalis fakultas baru saja selesai. Para panitia sudah bubar dari gazebo samping fakultas, tapi aku masih berkutat di depan laptop. Aku menyalin hasil rapat sambil mengerjakan proposal yang harus selesai minggu depan. Acaranya memang masih lama, tapi sebagai sekretaris acara, proposal kegiatan untuk dekan fakultas serta proposal sponsor yang disebar di berbagai instansi harus kuselesaikan.

Selain menjadi sekretaris di acara itu, aku juga menjabat sebagai sekretaris II BEM fakultas. Anggota BEM periode ini terdiri atas 2 angkatan, yaitu angkatan 2017 dan 2018. Hampir semua anggota inti dan kepala departemen dijabat oleh angkatan 2017. Hanya ada aku dan satu temanku lagi (bendahara II) yang merupakan angkatan 2018. Sehingga ketika anggota inti rapat, hanya ada kami berdua diantara kakak tingkat.

Diantara kakak tingkat pengurus BEM, ada satu cowok yang sudah kusukai sejak lama. Dia adalah Dirgantara Wiranata, sang Presiden BEM. Kak Dirga adalah cowok yang tipeku banget. Perawakannya tinggi besar proporsional, berkulit sawo matang gelap dan punya garis wajah tajam sehingga terlihat garang. Dia terlihat cuek, dingin dan jarang tersenyum, sehingga semakin tampak misterius saja. Tapi itulah daya tariknya. Ketika bulan Juli lalu dia terpilih menjadi presiden BEM, aku pun tergerak untuk bergabung juga.

Selain misterius, dia juga tegas dan berwibawa. Hal itu kulihat ketika demo September kemarin. Dia gigih mengkoordinasi gerakan mahasiswa dari kampusku serta beraksi penuh semangat di jalanan. Di lain waktu, aku juga tak pernah absen melihat Kak Dirga beraksi di lapangan, baik ketika ada lomba antar jurusan di fakultas ataupun tingkat universitas. Dia pemain futsal dan voli yang handal. Kadang main basket juga, tapi lebih jarang. Saat pertandingan, dia selalu tampak garang dan mengintimidasi lawan mainnya.

Awal kulihat Kak Dirga adalah sejak semester 1. Dia menjadi salah satu panitia ospek saat itu. Meskipun ospek fakultasku masih diisi dengan kegiatan berbau senioritas, tapi selama ada Kak Dirga, aku tetap semangat mengikutinya. Sebenarnya, ketika tahun pertama dulu, aku juga melihatnya berada di beberapa kelas yang sama denganku. Kalau rejeki memang tidak kemana. Aku jadi terus memandanginya meskipun hanya curi-curi. Mungkin dia tidak unggul dalam bidang akademik, tapi di non-akademik dialah juaranya.

Kembali lagi. Aku masih mengerjakan proposal di gazebo. Tak lama kemudian, Kak Dirga mendatangiku. Sebagai info saja, di acara Dies Natalis ini, dia tidak menjadi ketua pelaksana, tapi sebagai penanggung jawab acara, sehingga meskipun tak terlibat secara langsung tapi dia harus selalu tahu perkembangannya.

"Ris, kamu ngerjain proposal kah?" tanya Kak Dirga.

"Iya, kak," jawabku.

"Aku ada file proposal acara tahun lalu. Kamu copy aja file-nya, terus nanti tinggal edit sesuai tahun ini," katanya.

Hubungan Terlarang (Kumpulan Cerita)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang