Prolog

126 8 2
                                    

Musim semi ke-7 setelah kuncup-kuncup tulip bermekaran melahirkan beribu cahaya emas dan perak dari buaian, seorang gadis bermata sebiru langit asyik tertawa sembari melompati kelopak demi kelopak mawar sebagai tempat berpijak. Rambut hitam panjang dengan sebuah bros bunga di atasnya pun turut menari seiring hembusan angin surgawi yang membawa aroma wangi beraneka rupa bunga bermekaran.

"Azura!"

Gadis itu berhenti melompat. Gaun putih bersih setinggi lutut yang ia kenakan tiba-tiba memanjang menyentuh tanah. Dua peri kecil yang mengikutinya bermain segera bersembunyi di balik rambut lebat bergelombangnya.

Ya, mata gadis bernama Azura itu segera meredup, kedua tangannya bertaut dan langkahnya terseok mendekat pada seorang gadis yang usianya beberapa musim lebih tua darinya. Gadis itu menunduk dan pelangi di wajahnya hilang. Musim semi seakan berubah menjadi musim dingin yang mencekam.

"Aku tidak ingin kau berulah lagi, Azura." Suara itu terdengar menggema dan sangat menakutkan.

"Bukankah aku telah melarangmu untuk keluar sampai beberapa musim semi berikutnya?"

Kini sebulir permata jatuh ke tanah. Tangannya bergetar, hatinya sangat ketakutan.

"Ma-maafkan aku, kakak."

Kini ia mencoba memberanikan diri untuk menatap gadis di depannya. Namun seperti biasa, bukan tatapan hangat maupun senyum yang ia dapat, Azura malah semakin takut dengan kedua mata tajam dari gadis yang selalu membawa busur panah di pundaknya.

"Cepat pulang sebelum ibu tau kau telah melewati perbatasan."

Belum sempat Azura menjawab, gadis berkucir satu itu segera melompat ke kuda terbangnya.

Azura: Pejuang dari Negeri HumeeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang