# PART 1 #

66 6 2
                                    

Oranye merasa tak tenang selama perjalanan ke sekolah.

Wahai bel sekolah, jangan bunyi dulu, jangan bunyi dulu, jangan bunyi dulu, plis!

Batinnya terus melafalkan mantra yang diajarkan oleh Dave, sepupu gilanya itu. "Lo gak bakalan telat kalo baca mantra itu." begitu katanya.

Tak terasa, dirinya sudah sampai di persimpangan dekat sekolahnya itu. Dapat dilihat, pintu gerbang akan segera ditutup.

"PAK UCUP!! GERBANGNYA JANGAN DITUTUP DULU!" teriak Oranye sambil mengayuh sepedanya lebih cepat.

Apa iya mantranya bekerja?

Entahlah. Oranye tak mau terlalu memikirkannya. Ia tidak ingin tertular gila, seperti sepupunya itu.

"Eh, Non Jingga," sapa Pak Ucup. "Tumben datengnya jam segini non?" tanya nya setelah menutup gerbang sekolah.

"Iya Pak, saya lupa kalo hari ini masih sekolah, saya ke kelas dulu ya." ucap Oranye.

Setelah berhasil memarkirkan sepedanya dengan selamat, Oranye segera beranjak meninggalkan parkiran.

Baru sampai di kelasnya, Oranye sudah mendapat sambutan dari teman sebangkunya, "Ternyata, Oranye Castela, sang murid teladan bisa kesiangan juga ya," Selly menatap nya dari atas sampai bawah. "Lo abis ikut marathon?"

Oranye mendengus kesal. "Gue gak marathon. Lagian, lo kira murid teladan bukan manusia apa? Wajar lah kalo sesekali dateng kesiangan."

Untung saja ia tiba tepat waktu sebelum bel berbunyi dan gerbang ditutup. Kalau tidak, bisa hilang gelarnya sebagai murid teladan, karena memiliki catatan terlambat.

"Woy, dengerin!" suasana kelas yang tadinya ricuh mendadak hening seketika.

"Kerjain tugas yang ada di paket! Bel istirahat, dikumpulin. Bu Ratna gak bisa hadir sekarang karena ada rapat guru." ucap ketua kelas memberi pengumuman.

Suasana kelas menjadi hening karena semua murid sedang sibuk mengerjakan tugas yang diberi oleh guru killer itu.

"OMG, RAN!" Selly berteriak heboh, yang mengundang perhatian seluruh penghuni kelas.

"Apaan sih Sel, lo gak liat? Mereka natap lo semua." Oranye menunjuk ke arah murid-murid yang memberi tatapan tajam.

"Hehe, sorry guys."

Selly menunjukkan gambar yang ada di ponselnya, "Pokoknya, ntar sore, lo mesti temenin gue beli tas ini!" ucapnya memaksa.

Oranye berdecak sebal melihat kebiasaan Selly yang sukanya berburu barang-barang branded. Ia tak mau ambil pusing dan lebih memilih memgerjakan tugasnya sambil mengenakan earphone, hingga bel istirahat berbunyi.

"Yang terakhir ngumpulin, bawa bukunya ke ruang guru!" perintah ketua kelas.

* * * * *

Saat ini Oranye dan dan Selly sedang berada di kantin. Mereka baru selesai menyantap makanannya, dan akan kembali ke kelas.

"Eh, anak kampung ada disini ternyata." ucap Raya

"Sekarang udah punya uang jajan ya?" Cindy tersenyum remeh.

"Paling juga, Selly yang traktir." celetuk Oliv

Oranye memutar bola matanya malas. Kini dirinya menjadi pusat perhatian seisi kantin. Ia tak habis pikir, kenapa mereka senang sekali mengusiknya. Padahal, ia tak pernah mencari masalah dengan mereka.

"Gak bisa ya? Sehari aja, lo pada gak gangguin gue sama Ran!" ucap Selly yang mulai jengah

"Lo kok mau sih Sel, temenan sama cewek kampung? Ntar lo diporotin lagi sama dia." ucap Raya kepada Selly.

Oranye tidak bisa diam saja kali ini. Jika tidak melawan sekarang, ia akan selalu menjadi korban bullyan Raya.

"Bisa gak sih? Lo kalo nilai orang jangan cuma dari penampilannya aja." ucap Selly membela Oranye.

"Terserah Selly lah, mau temenan sama siapa aja. Lagian gue kan termasuk murid berprestasi, gak pernah cari masalah, gak sombong, good attitude pula! Jadi ga bakal malu-maluin lah kalo dijadiin temen, gak kayak lo!" jawab Oranye

"Heh, anak kampung!" Raya tak menyangka, baru kali ini ada yang berani menantang dirinya secara terang-terangan, "Lo!" tunjuknya. "Tempat lo harusnya bukan disini!"

"Lo juga! Harusnya tempat lo di jalan raya, biar sesuai sama nama lo!" ucap Oranye sambil menekankan kata 'raya'

"Kurang ajar!" Raya menarik kerah baju Oranye.

"Lo salah cari lawan!" ucap Cindy yang diangguki oleh Oliv.

"Oh ya?" ucap Oranye yang merasa tertantang

"Ran, udah gausa ditanggepin." Selly berusaha melerai sebelum pertengkaran bertambah parah.

"Asal lo tau, gue bisa aja bikin anak beasiswa kayak lo didepak dari sekolah ini dengan mudah!" ancam Raya.

"Coba aja, kalo lo bisa."

Selly segera menarik Oranye keluar dari kantin, sebelum cewek itu sempat mengeluarkan protes.

"Gila lo, Ran! Harusnya lo gak usah ladenin mereka." omel Selly. "Apalagi lo sampe nantangin Raya, yang notabenenya anak pemilik sekolah."

Selly menghela napas, "Lo gak takut dikeluarin dari sekolah?"

"Calm down, Sel. Gue gak akan dikeluarin dari sekolah ini. Lagian, mereka harus mikir dua kali kalo mau ngeluarin gue dari sini. Secara, gue kan yang udah bantu sekolah ini jadi terkenal karena lomba-lomba yang gue menangin." Oranye menjawab dengan yakin.

Astaga. Selly tak habis pikir dengan Oranye yang kelewat santai. Di saat seperti ini pun dia masih sempat membanggakan dirinya.

"Oke, kita anggep aja lo gak bakalan dikeluarin. Tapi kalo beasiswa lo yang dicabut gimana?"

Sial! Oranye lupa bahwa dia sekolah disini dengan bantuan beasiswa.

.

.

.

tbc
[klik tombol vote gaada ruginya gaes!]

ORANYETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang