1 || Ryan

12.9K 1.3K 96
                                    

Cerita harem, yg gasuka harem baca yg lain aja

•●◇★◇●•

Earth,
- Ryandra

"Ryan, nilaimu semakin meningkat. Pertahankan prestasimu." Mr. Albert menepuk bangga bahu Ryan yang sedang menunduk.

Ryan mengangguk pelan. Mr. Albert kemudian beranjak membuka pintu untuk memanggil murid lainnya.

"Theo, Dean, dan Fyi, silakan masuk." Panggilnya.

Ryan bergetar dan berkeringat dingin. Ia menahan gejolak emosinya yang sudah berada diujung tanduk.

"Selamat atas kerja keras kalian. Saya akan memberi penghargaan di aula besar nanti."

"Tentu saja. Kami sudah bersusah payah membuat miniatur monumen menara Wart yang sangat susah. Benar begitu, Ryan?" Theo mengoceh. Ia merangkul Ryan layaknya sahabat.

Ryan mengepalkan tangannya menahan emosi. Fyi yang berada disebelahnya mendekat dan berbisik. "Apa-apaan tanganmu itu? Mau kuhabisi setelah ini?"

Theo menyeringai sinis. Ia pamit kepada Mr. Albert, selaku ketua mahasiswa di kampusnya. Mereka bertiga --Theo, Dean, dan Fyi membawa Ryan seperti teman sampai didepan ruangan Mr. Albert. Sampai disana, mereka bertiga menyeret tubuh Ryan sampai gudang belakang.

Theo membanting Ryan di dinding sampai ia merasa tulangnya remuk seketika. Fyi nampak membisikkan sesuatu kepada Theo.

Theo melotot marah. "Kau berani menunjukkan amarahmu dihadapan kami?!"

Ryan tidak meresponnya. Fyi bersedekap sembari menendang perut Ryan. Theo menoleh kearahnya.

"Itu seharusnya bagianku. Imbalan karena aku memberitahumu, kan?" Fyi tersenyum remeh ketika melihat tatapan tidak terima yang dilayangkan Theo.

Theo mendengus. "Ah, kenapa tiba-tiba aku merasa tidak berselera memukulmu. Dean, Fyi, kalian saja. Susul aku di kantin nanti."

Dean yang sedari tadi diam saja menganggukkan kepalanya. Ia membawa sebuah tongkat pipa besi. Jika di dalam kelompok Theo, Dean yang paling terkenal sadis dalam penindasannya. Ia seringkali membawa tongkat besi atau pisau lipat untuk menyiksa korban buli-nya.

Sedangkan Fyi adalah anak yang bisa meretas. Jika aa satu video bukti pembulian mereka tersebar, maka ia akan menekannya sehingga tidak ada siapapun yang bisa melaporkannya.

Theo, sang pemimpin kelompoknya itu seringkali melakukan hal gila pada korbannya. Pikirannya sulit ditebak. Ia bisa membuat lawannya merasa jika Theo adalah seorang yang baik, tapi jahat di saat yang bersamaan.

Ryan adalah korban pembulian yang paling sering disiksa oleh kelompok Theo. Menginjak, memfitnah, melakukan hal yang tidak manusiawi, menjadikan Ryan sebagai bahan pelampiasan dan tertawaan, mereka lakukan padanya.

Ryan juga harus dipaksa diam ketika mereka membulinya. Seperti saat ini.

Sial. Mati aku. Umpat Ryan dalam hati.

Dean menganyunkan tongkat besinya.

"Ingat, jangan sampai mati, Dean. Cukup sampai pingsan saja." Fyi mengingatkan. Dean tak menghiraukan ucapan Fyi dan mulai memukulkan tongkat besinya ke kepala Ryan.

Plang!

Plang!

Dua kali pukulan cukup membuat pandangan Ryan mengabur. Fyi menghentikan Dean yang hampir melayangkan pukulan ketiga. "Payah sekali ***. Baru juga dua pukulan. Dasar ****. Biarkan aku yang menyelesaikannya Fyi ******!" Dean bergumam sembari mengumpat.

Fyi terkekeh.  Ia menghalangi tongkat besi Dean yang tengah berayun ke atas hendak memukul lagi dan melemparnya jauh.

Plang!

"Fyi *****! apa yang kau lakukan ****!" Dean menggeram kesal. Fyi menajamkan matanya. Dean yang melihat itu merasa ciut.

"Kau sudah dapat bagian. Aku sudah lama tidak merilekskan ototku setelah berlama-lama di depan komputer." Fyi merentangkan tangannya. Laki-laki berkacamata itu mencekik Ryan yang sudah terlukai sampai terangkat tinggi dengan satu tangannya. Ryan memegang tangan Fyi kuat agar bisa melonggarkan nafasnya.

Dean kembali membawa tongkat besinya dan memukulnya pada kaki Ryan. Fyi tersenyum sadis sembari tetap mencekiknya, bahkan menekan leher Ryan sampai meneteskan darah.

Wajah Ryan memucat. Kesakitannya memanggil pertolongan yang mustahil bisa terwujud saat ini.

Siapapun, tolong aku!

Brak!

"Siapa ***** yang telah membanting pintu-****!!!" Dean melotot kaget. Fyi melepas cekikannya karna terkejut.

Seorang polisi bersama FBI serta wartawan kampus sedang meliput live kejadian pembulian sadis yanh dilakukan keduanya. Nelson, polisi FBI itu menyuruh mereka berdua untuk angkat tangan.

Dean dan Fyi pasrah ketika sang polisi memborgol kedua tangannya. Berita itu menyebar dengan pesat kedalam seisi kampus. Banyak yang tidak menyangka jika selama ini mereka berdualah yang menyebabkan aksi penindasan sampai satu persatu anak kampus keluar atau pindah universitas.

"Sudah baikkan?" Ryan mendongak. Ia menatap kosong kearah Theo yang sedang tersenyum. Saat ini Ryan sedang dalam pemulihan diri di dalam sebuah ambulan. Para petugas kesehatan hilir mudik di depannya memastikan kesehatannya.

"Pergi." Ryan bergumam. Theo menghela nafasnya. Daripada pergi, ia memilih duduk disamping Ryan yang menunduk.

"Aku tahu aku salah. Tapi akulah yang melaporkan mereka." Ryan menoleh kearah Theo. Ia tidak menyangka jika pembulinya itu melaporkan kegiatan temannya.

"Kau...--apa?"

Theo terkekeh pelan. "Aku bekerja sama dengan kepolisian dan menyamar sebagai mahasiswa disini, menyelidiki kasus pembulian terparah dalam negara ini sampai banyak anak lainnya keluar atau pindah kampus. Aku tahu mereka berdua seringkali memakai narkoba dan menyalahkan orang lain sebagai penutup kelakuan mereka. Aku berpikir mungkin ini saatnya berakhir. Melaporkan seluruh kejadian yang kau alami dan yang lainnya kepada kepolisian...dan yah...aku juga tidak mengharapkan kau memaafkanku. Aku salah, aku salah karena tidak melaporkannya lebih dulu. Tapi hei, di Fyi itu, dia pintar menutup-nutupi. Aku jadi kesusahan." Theo menjelaskan panjang lebar.

Ryan semakin menundukkan kepalanya. Ia merasa masih tidak menerima. Ini pembuliannya yang paling parah. Satu semester dan satu ujian jurusan ia tidak masuk karena terkena mental akibat pembulian itu. Ia bahkan harus masuk tes kejiwaan pada psikiater. Ia hampir gila! Dan dengan entengnya Theo menjelaskan maksudnya ikut membuli dirinya, walaupun ia sendiri berpihak pada korban. Kenapa ia harus berpura-pura, ketika satu-persatu korban pergi dan mencoreng nama baik kampus ini. Kenapa ia harus melakukan hal baik setelah semua yang ia lakukan?! Miniatur tugas dari Mr.Albert hanya ia sendiri yang mengerjakannya, sedangkan mereka pergi bersenang-senang tanpa memikirkan perasaannya. Ia gila!! Setelah semua ini ia GILA!

Ryan kembali mengepalkan tangannya sampai urat-urat terlihat. Ia mengambil gunting yang kebetulan berada di nakas ambulan. Theo masih tak menyadari apa yang akan Ryan lakukan dibelakangnya. Sampai suara jatuh terdengar.

Bruk.

Theo menoleh. Kepalanya terasa berkunang ketika melihat genangan darah berasal dari tubuh seseorang. Ia bergetar.

Suara ambulan yang memekakkan telinga setelahnya. Semua orang yang penasaran berkumpul mengelilinginya. Theo menatap tak percaya apa yang ia lihat didepannya.

"R-ryan..."

Petugas kesehatan menariknya menjauh. Theo berusaha mepelaskan diri. Ia ingin mendekati tubuh yang diperkirakan sudah tidak bernyawa itu.

"RYAN!!"

To be continued...

Orang: Ryan udah mati?

YESSS HE'S DIEEEEE AHAHAHHAHAHAHHAHAHHAHAHAHHAHA //seneng

After Life: ReincarnationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang