Part 10 (May)

71 10 0
                                    

May menatap ponselnya sendu, setelah ia berbaikan dengan Farhan, lelaki itu malah menghilang. Entah ke berapa kali May mencoba menelepon nomor Farhan. Ia hanya memastikan bahwa Farhan ada.

Ia mulai putus asa dengan Farhan, ia mengalihkan pikirannya dengan menelepon Zuri. Dengan bincangan hangat nan manis, May mampu membuang jauh pikirannya tentang Farhan. Tak apa lah, mungkin bukan untuknya.

"Ma, aku ma---"

May mengehentikan ucapannya ketika ponselnya berdering dan menampilkan nama kontak milik Farhan di sana. Dengan senang hati May mengangkatnya dan berlari ke kamarnya. Ia bahkan tersenyum-senyum sendiri ketika ia mengobrol dengan Farhan.

"Iya, Han. Makasih ya, aku nggak apa-apa kok," ucap May dan tersenyum setengah hati.

Bayangannya akan dijemput Farhan dan diajak ke suatu tempat pupus ketika Farhan mengabarkan bahwa dirinya tengah sakit. Dengan berat hati May melangkahkan kakinya ke dapur dan membuat eksperimen memasak di konten yout*be-nya.

"Ma, udah beliin May susu kental manis?" tanya May mendekati Mama yang tengah membaca majalah di meja kerjanya.

"Udah, di lemari dapur," jawab Mama tanpa mengalihkan matanya dari majalah.

May dengan senang hati berlari ke arah dapur dan mencari keberadaan susu kental manis dan susu bubuk. Ia juga menyiapkan kamera dan tripod untuk mengambil videonya. Ia berusaha melupakan Farhan dengan membuat konten seperti ini.

Awalnya, ia hanya iseng membuat resep bolu kukus kala itu, tetapi ternyata banyak yang menyukai video dan resepnya. Alhasil, May sering membuat video ketika ia dan Farhan sedang prang dingin atau sebagainya.

"Keysiip, udah jadi permennya," ucap May dengan tersenyum ke arah kamera.

Ia mematikan kamera dan duduk di salah satu kursi. Ia mengamati kekurangan di videonya sembari memakan permen susu yang dibuatnya. Ketika masih setengah jalan, suara notifikasi khusus dari Zuri mengalihkan pandangannya.

"Apa, Zu?"

[Ke kafe yuk, May. Aku bosen nih di rumah]

"Aku baru aja buat permen, mau dibawain?" tanya May. Ia tak perlu bertanya ke kafe mana mereka akan pergi, pasalnya mereka sudah memiliki kafe langganan yang memang bagus dan murah.

May segera berpamitan pada Mama dan meluncur ke arah kafe. Ia hanya mengenakan jeans putih dan kaos yang tadi dipakainya. Ia cukup menambahkan properti kalung yang menghiasi lehernya saat ini.

Ia tak perlu menunggu Zuri terlalu lama, karena belum lama saat May sampai di kafe, Zuri sudah mengikutinya di belakang. Mereka berdua memasuki kafe dengan beriringan. Mereka selalu memilih tempat duduk di pojok.

"Pesen apa, May? Kaya biasanya?" tanya Zuri sambil membolak-balikkan buku menu.

"Iya," jawab May singkat.

Zuri melangkah kembali setelah mengantarkan buku menu dan catatan pesanannya. Sedangkan May tampak fokus pada layar ponselnya yang sudah bisa Zuri tebak sedang menyambungkan wi-fi yang ada di kafe.

"May, it---" Zuri menghentikan ucapannya ketika tersadar jika ucapannya nanti angat menyinggung May.

"Apa?"

"Enggak, May," kekeh Zuri. "Aku nggak ngebiarin kamu tersakiti sama cowok, May," batinnya.

May mengacuhkan ucapan Zuri yang tadi. Ia mulai mengedit video yang baru saja dibuatnya sebelum pergi ke kafe tadi. Ia mengerahkan semua keahliannya untuk mengedit videonya.

"Eh, ngedit?" tanya Zuri sambil memakan kentang goreng yang katanya gratisan dari restoran.

"Iya," jawab May. "Bagus ijo apa merah?"

"Pink," jawab Zuri acuh. Ia mulai membuka kotak makanan yang dibawa May. Rupanya isinya adalah permen susu yang persis seperti yang ada di video May.

Zuri mulai mencicipi satu permen susu milik May. Matanya berbinar ketika merasakan kelezatan. Tak lama kemudian, pesanan mereka datang. Dengan lahap dan senang hati, mereka menyantap makanan dan minumannya.

May berdiri dan berpindah tempat ke samping kanannya. Otomatis ia berhadapan dengan Zuri. Ia mengabaikan keadaan sekitarnya dan tetap memakan pancake madunya. Ia bahkan sampai terpejam karena kenikmatan yang didapat dari pancake.

Hingga ia membuka mata dan menemukan suatu kejanggalan di depan matanya. Tak mungkin ia salah melihat. Tampak seseorang yang sangat mirip, bahkan sama dengan Farhan. Bisa jadi orang itu adalah Farhan.

"Zu, liat, balik badan," suruh May sambil menggerakkan dagunya.

Zuri menatap arah yang diucap May sebentar dan menundukkan mukanya. "Sebenarnya aku udah tau."

May menatap Zuri tak percaya, setelah ia memahami maksud Zuri tidak memberitahuinya, ia mulai meredam amarahnya. Dengan langkah kaki yang tepat, May mendatangi meja sosok yang mirip Farhan dengan berdalih meminjam saus sambal.

"Permisi, boleh minta sausnya?" tanya May. Ia berusaha menahan air matanya jika memang benar itu Farhan.

Apa yang dilihatnya memang benar, bukan sekedar khayalan seperti mimpi-mimpinya. Farhan sedang berduaan dengan perempuan lain. Hati dan pikirannya sudah cukup lama dibohongi. Bisa-bisanya Farhan mengkhianati May.

"Loh, Farhan?" tanya May sambil terkekeh sendu.

Zuri yang melihatnya dari jauh sangat ingin menarik May pergi dan menjauhkan dari Farhan. Tetapi, ia takut jika May akan memberontak. "Aku tahu kamu kuat, Re," batinnya.

"Eh, i-iya," jawab Farhan gugup.

"Kam---"

"Loh, dia siapa, Sayang?" tanya seseorang yang duduk di depan Farhan.

Hati May tersentak. Lagi-lagi ia terkejut dengan kata 'sayang' yang keluar dari mulut orang lain. Hatinya bagai diiris tipis dan dicucuri perasan lemon dan ditaburi garam. Pikirannya tidak kuasa memikirkan mengapa Farhan keluar dengan wanita lain yang memanggilnya sayang.

"Makasih, dua tahun yang sia-sia, Han," pamit May dan berangsur pergi dari meja yang ditempati Farhan dan wanita itu.

May berjalan mendekati meja yang tadi ditempatinya. Ia segera memasukkan kotak yang berisi permen susunya dan menutup laptopnya paksa, memasukkan ke dalam tasnya dan berteriak pada seseorang yang berada di kasir.

"Mbak Diah, May ngutang," teriak May dan menarik tangan Zuri untuk pergi dari tempat itu secepatnya.

Beberapa pasang mata melihat May dan Zuri dengan tatapan aneh dan menjijikkan. Tapi, May tidak pikir panjang. Selama pemilik kafe adalah anak budhenya alias keponakannya, ia bisa menghutang sesuka hati.

Saat May hendak membelokkan stirnya dan pergi dari tempat itu, tangannya dicekal oleh seseorang. May menoleh paksa dan memasang muka jijik sekaligus marah pada orang yang berani memegang tangannya.

"Kalo lo nggak lepasin tangan lo dari tangan gue, besok tangan lo ilang," ancam May.

Bagai kilat, Farhan menarik tangannya. Ia kemudian berucap, "Maafin aku, May. Dia cuma temen aku, nggak lebih. Aku masih sayang sama kamu, beneran."

"Eh, buaya lagi ceramah," seloroh May sambil menutup mulutnya byang tengah tertawa terbahak-bahak.

May spontan menurunkan standarnya ketika seseorang menjambak rambutnya dari belakang. Jika tidak, mungkin ia sudah terjatuh. Dengan tampang cool, May berbalik untuk melihat siapa pelakonnya.

"Enak aja lo nyebut pacar gue buaya. Emang udah sebagus apa lo?" tantang seseorang.

"I'a, udah," lerai Farhan.

May tertawa sinis dan berkata, "Oh, namanya I'a?" May tampak mengambil nafasnya. "Pak Gun, ada yang nyakitin aku!"

Semua terbelalak ketika May berteriak seperti itu, bahkan Zuri yang masih kebingungan di samping May. Mereka tak percaya dengan apa yang diucapkan May. Sosok yang dipanggil May langsung menghampiri May dan membawa Farhan serta I'a untuk menjauh.

"Dia siapa, May?"

"Satpamnya ponakan," ucap May dan mulai menjauhi kawasan kafe tersebut.

TBC

MaSa : DÉJÀ VU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang