Keenan Bimasaka

52 7 1
                                    

.

.

.

"Nan, di dunia ini, apa yang paling kamu benci?"

"Stroberi?"

"Lebih dari itu."


"Dibohongi."


.

.

.

Kalau malaikat tanpa sayap itu betulan ada, mungkin Keenan Bimasaka orangnya. Aku mengatakannya bukan karena dia pacarku, tapi aku yakin, setidaknya setengah dari fakultas akan menyetujui pernyataanku.

Walau mungkin dalam sekali lihat Keenan tidak tampak seperti laki-laki yang berbesar hati untuk peduli pada sekitarnya, tetapi laki-laki itu betul melakukannya. Seperti saat ini, Keenan merelakan kemeja kuliahnya bau keringat dan kulitnya tersengat matahari lebih banyak dari biasanya karena menemani anak-anak panti bermain bola. Bahkan, diam-diam aku tahu kalau ia mengikhlaskan mata kuliah empat SKS. Demi menemani salah satu anak laki-laki penghuni panti favoritnya melewati hari ulang tahun yang ke-10.

Aku? Dengan sukarela menemaninya, menonton dari pinggir lapangan selepas mabok bimbingan bersama dosen demi titel pendek di belakang namaku.

"Kin, bawa minum?"

Kalimatnya menyentakku, membuatku buru-buru mengulurkan botol air mineral yang tadi sempat kubeli di kantin. Keenan mengulas senyum tipis, kemudian menenggak minumnya.

Kupikir, dia akan kembali berlari mengejar bola lagi setelahnya, tapi laki-laki itu justru mendaratkan pantatnya di sampingku. Tanpa harus susah-susah melepaskan sandalnya untuk alas duduk supaya celananya tidak kotor.

Dilihat dari samping seperti ini, Keenan tampak semakin tak tergapai. Meski pada kenyataannya, aku sudah menang atas prasangkaku sendiri.

"Nan, kamu skip kelas, 'kan?"

Keenan menoleh ke arahku. Rambutnya diterbangkan oleh semilir angin lapangan yang tadinya menerbangkan sejumput poniku sebelum aku berinisiatif untuk menjepitnya.

"Hehe, ketahuan, ya?"

Biasanya, aku pasti akan marah-marah kalau Keenan skip kelas. Tapi kali ini aku diam saja. Bahkan, aku merasa bangga karenanya. Walau ada segelintir rasa khawatir akan penyakit 'terlalu baik'-nya yang menyergapku. Atau rasa miris akan sesuatu yang tak diketahuinya.

"Hobi kamu kan bolos."

Keenan terkekeh, lamat-lamat mengamati segerombol laki-laki seusia SD yang tersiram cahaya matahari pukul dua berlarian mengejar bola ke sana-ke mari.

"Tahu aja kamu, jadi makin sayang."

"Kurang-kurangin mulut ngalusnya, Nan."

Keenan lagi-lagi hanya terkekeh. Sebelah tangannya terulur untuk mengacak rambutku, yang segera kutepis. Kebiasaan Keenan memang merusak tatanan rambutku dan hatiku.

"Habis ini aku mau ada ketemu dosen buat urusan observasi, nggak bisa bolos. Kamu mau aku anter ke kos atau mau ikut ke kampus?"

"Emang janjiannya jam berapa?"

"Jam setengah tiga sih."

Tuh, kan. Seorang Keenan Bimasaka memang orang paling santai di dunia. Bahkan, sekarang jam sudah menunjukkan pukul dua, tetapi laki-laki itu tetap belum berniat bangkit dari duduknya.

Keenan ✔Where stories live. Discover now