super hoseok

175 20 28
                                    

Hoseok bukan dokter, apalagi petugas pemadam kebakaran, tetapi berkontribusi untuk menyelamatkan umat manusia bukan cita-cita yang tepat di kamusnya. Jadi, katakanlah dunia ini adalah dunia sihir, penuh keajaiban dan kekuatan magis, namun hanya manusia pilihan saja yang dapat memiliki kado dari Tuhan. Hoseok ... tidak terlalu rajin beribadah, keseringan tidak sempat menelpon Ibunya pada malam natal untuk memberitahunya bahwa ia tidak pulang ke rumah, konsumtif, setengah hedonistik, jarang menyesal terhadap perbuatannya. Catatan sampingan, ternyata ini bukan dunia sihir.

Mungkin saja, karena Hoseok percaya bahwa tidak ada yang tidak mungkin menjadi salah satu alasan Yang Di Atas untuk menyuruh malaikat meniup serbuk pixie ke atas kepala hingga kakinya dan Hoseok tahu sisa waktu hidupmu seperti malaikat pencabut nyawa. Keren? Mungkin.

Ada seorang gadis yang bingung dan ketakutan saat Hoseok tarik pergelangan tangannya kasar dan kini ia  berhasil menyelamatkan dirinya sendiri saat sampai di ujung mulut ruangan darurat rumah sakit terdekat. Gadis itu berteriak. "Apa-apaan?"

"Nona, maaf, aku pikir kau harus menerima perawatan segera, hidupmu tak lama lagi akan selesai!" Hoseok? Hoseok panik. Memang bukan yang pertama kalinya ia melihat waktu orang yang sudah menipis, bukan pertama kalinya ia mengubris dan pura-pura tidak tahu, tetapi jelas ini tidak ada yang pertama kali melihat seseorang sekarat waktu dan rumah sakit tepat di depan mata, Hoseok pikir, ia harus menyelamatkannya, jadi di sinilah ia.

"Apa maksudmu? Aku baik-baik saja!"

"Percayalah kepadaku, itu yang selalu mereka katakan, ketika," Hoseok menyikap kaos lengan panjang gadis itu untuk melihat deretan angka yang tersisa, "mereka hanya punya 30 menit 15 detik untuk bernapas."

Gadis yang belum diketahui namanya oleh Hoseok itu menyentakkan tangannya dari sentuhan Hoseok. "Are you threatening me?"

"God, no!" bantahnya, menyedihkan, karena ia tidak dapat membuktikan ke siapa-siapa selain malaikat di belakangnya. "Mengapa aku harus mengancammu di depan banyak orang dan di rumah sakit?"

"Karena kau psikopat?"

"Even psychopath wouldn't even think this far!"

"That's what psychopath would say!"

Hoseok mengerang. Bagaimana para Avenger melakukan ini? Menyelamatkan umat manusia? Karena Hoseok tidak berpengalaman untuk membuat orang-orang yakin melalui pembicaraannya, karena ketika seseorang di dekatnya panik, maka ia akan panik, lalu kepalanya mengalami kekosongan dan ia tidak punya solusi. "Dengar," ucapnya, there he goes, "aku bisa melihat masa depan dan dalam waktu dekat kau akan meninggal."

"Sampah." desisnya sadis. Hoseok hampir sakit hati, tapi ia tidak punya waktu untuk itu. "Jangan ikuti aku lagi atau aku lapor polisi."

Hoseok tidak berusaha lagi untuk menjadi penyelamat dunia, waktunya pensiun dan berpura-pura tidak tahu kalau ada ajal yang mengikuti gadis malang itu pergi.

Logikanya yang sangat pro akan dirinya agar berdiri di garis aman, alias diam saja kau Hoseok tengik karena tidak ada manusia yang mau tahu waktu kematian mereka kecuali mereka yang mengalami kesehatan mental yang buruk dan gadis barusan bukan salah satunya dan tentu kau akan dicap kriminal jikalau menyebut waktu kematian kepada mereka yang sudah putus asa untuk hidup. Hoseok tak bosan menghela napasnya lagi membiarkan energi pesimisnya memulai pusarannya, mengusap wajahnya, menggaruk kulit kepalanya lantas mengeluarkan ponselnya yang berbunyi di kantong jinsnya.

"Halo?"

"What's up champ? Lama sekali."

Netranya berkeliling untuk melihat riuhnya warga ruang emergensi saling menyahut satu sama lain, lantas tatapannya mengikuti punggung gadis itu. Mengecil dan menjauh, ditelan para pelintas trotoar. Bibirnya berimbuh kepada seseorang yang berada di sambungan seberang. "Nina, bagaimana aku bisa meyakinkanmu kalau aku bisa membaca sisa waktu hidup orang?"

"Karena kau memberiku makan," Nina menjawab namun tidak direspon kembali oleh Hoseok, dirinya berujar lagi lantaran jawabannya mungkin tidak meyakinkan Hoseok, "kau memberiku uang juga, memberiku tempat tinggal, uh, memelukku saat aku sedih ..."

Hoseok terdiam. Merenungkan diri.

Nina mengambil sinyal yang berbeda sampai ia membentak di rungu Hoseok. "What goes on in your head, fuckface!"

Hoseok mencebik. "Aku memberimu makan, jangan keterlaluan bicaranya."

"Ugh, iya, iya, maaf." cicit Nina, tak lama kepala gadis itu menyimpulkan sendiri, "ada apa, sih? Kalau mau menggunakan alasanku untuk menambah esensi peranmu sebagai superhero, jangan, nanti kita miskin, karena aku harus berbagi makanan dengan orang lain selain dirimu."

"Kau tuh, yang apa," Hoseok berdecak, ujung sepatunya meninju lantai marmer rumah sakit yang ia belum tinggalkan. "Sok tahu sekali jadi orang."

"Iya, iya, kau diteriaki apa memang sama orang ini? Pasti dikatai psikopat gila," Nina tertawa puas di telinga Hoseok. Secara teknis, Hoseok tak pernah cerita bagaimana ia menyelamatkan seseorang yang berakhir gagal untuk berulang kalinya, tetapi karena kegemarannya adalah pulang mabuk kalau frustasi akibat pekerjaannya. Nina memberi perhatian lebih kepada Hoseok yang mabuk dan sangat, sangat, banyak bicara. "Makanya."

"Apa!" Hoseok menggeretak.

"Makanya pulang, cukup jadi supermanku, 'kan bisa." []

super hoseokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang