"Lavør."
•●◇★◇●•
Anthera merasakan hal aneh. Ia sedari tadi sibuk memperbaiki mood-nya dengan melempari batu kerikil kepada sekumpulan ikan koi malang yang untungnya gesit menghindar.
"Perasaanku benar-benar tidak enak."
Ia berdiri saat mendengar suara dentuman keras di taman istana. Anthera kini sedang tak berada jauh dari kerajaan.
"Oh, terbukti."
======
"CIH MEREPOTKAN SEKALI!"
Anthera dengan tubuh kecilnya memaksakan diri terbang dan membuat sekeliling Aelion terlindungi oleh portal pelindung, dan membuat seluruh orang diistana tertidur tanpa mendengar apapun yang terjadi di taman ini.
"Aelion! Atau siapapun dari kalian yang bisa menyematkan kembali gelang itu pada tangan Aelion! Siapapun! CEPATLAH!"
"ARLEEN!" Dua orang berwajah sama berlari dengan kompak menuju Aelion yang masih tidak terkendali.
Salah satu dari mereka menganggu dan masuk ke dalam portal yang dibuat Anthera.
Anthera tak sempat mempreringati mereka untuk tidak masuk ke portal itu karena ia sibuk menahan mana sihir Aelion yang semakin meluas.
"Artheen, ambil gelangnya!"
"Apa yang kalian lakukan!" Anthera berseru lantang.
Arleen dan Artheen mendongak ke atas, memandang Anthera remeh.
Arleen mengambil gelang itu dan menyeringai lebar. "Dapat."
"KAU-!" Anthera menggeram kesal.
"Hanya bercanda!" Artheen meleletkan lidahnya ke arah Anthera ketika Arleen menyematkan kembali gelang saphire itu di pergelangan tangan Aelion.
Sihir Aelion berangsur melemah. Anak itu terduduk dan langsung jatuh di atas rerumputan yang mengering karena terkena dampak sihirnya. Ia pingsan. Revechel, Raqiel, dan Ahn, serta satu orang pelayan wanita ikut pingsan disana. Penjaga bayangan Aelion itu memastikan bahwa mereka berempat tidak akan mengingat kejadian ini.
Anthera melepas portalnya dan turun memapak tanah. Artheen dan Arleen bersedekap memandang kedua anak kecil yang membuat kekacauan disini.
"Jadi?"
"Apa?" Anthera mendengus kesal.
"Bukan aku yang membuat kekacauan. Aku yang menyelamatkan mereka,""Atau lebih tepatnya kami." Arleen mengangkat lengan Aelion yang terpasang gelang saphire yang tadi.
"Sebagai penjaga bayangan, kau masih terbilang kecil. Tapi sudah kuat mencegah hal buruk yang terjadi."
"Aku menahannya. Bukan mencegahnya." Anthera mengoreksi.
"Tapi jelaskan, siapa dia?" Arleen menunjuk Aelion yang masih pingsan didalam gendongan Anthera.
Anthera lagi-lagi mendengus.
"Baik, dengan syarat kau tidak memberitahu hal ini kepada siapapun dan merahasiakan keberadaannya."Arleen dan Artheen mengangguk setuju. Anthera menghela nafasnya panjang dan mulai menjelaskan satu-persatu tentang Aelion.
Cerita itu mengalir dan berakhir. Tersemat dengan baik pada otak si kembar itu.
"Jadi kalian pergilah. Aku ingin mengembalikan semua seperti semula." Anthera memberi perintah tegas.
Arleen dan Artheen saling melempar senyum penuh arti.
"Kami pergi."
=======
"Arleen, tangkap ini."
Artheen melempar apel merah ke saudara kembarnya dengan asal.
Arleen menangkapnya cepat tanpa menoleh sedikitpun dari bukunya.
"Tidak ke perpustakaan?" Tanya Artheen. Arleen menggeleng.
Artheen mengangkat bahunya acuh dan memakan apel bagiannya. Ia berdiri disamping kembarannya sembari sesekali melirik buku apa yang Arleen baca.
Namun di detik kemudian ia menolehkan kepalanya tidak peduli. "Mau ke menara Antares?" ajak Artheen.
Arleen menoleh cepat. Ia menatap kembarannya seolah mengatakan 'kau-serius-?'
Artheen ikut mengangguk dengan serius. "Hanya menjenguk adik baru. Apa salahnya?"
Arleen bergeming membuka lembaran bukunya. Mengabaikan ajakan kembarannya.
Artheen menghela nafas kasar. "Ayolahh aku bosan."
"Pergi sana. Aku tidak ingin kepalaku ikut terpenggal."
"Arleen, hanya sebentarr."
"Tidak. Itu beresiko"
"Arleen-"
"Dengar, Artheen. Saat ini semua penghuni istana tidak mengetahui keberadaan dan kejadian yang dibuat oleh Aelion karena ingatannya dihilangkan Anthera pada saat itu juga. Termasuk ayah. Jangan mengambil sikap gegabah dan menyebabkan kepalamu menggelinding jatuh dengan tidak hormat nantinya."
Artheen membola. Ia menutup tanagnnya tak percaya, menatap kembarannya dengan berbinar haru. "Kau baru saja mengucapkan hal sepanjang ini semenjak kita lahir, hiks."
Arleen menatap jijik saudaranya. Percuma saja ia membuang tenaganya hanya untuk menasehati kembarannya itu. Masa bodoh lah, ia akan tertawa sepuasnya jika kepala Artheen akan menggelinding karena kukuh terhadap tindakan bodohnya untuk mengunjungi Aelion di menara Antares, yang jelas-jelas diperketat kemanannya oleh Revechel semenjak sadar dari kejadian itu.
"Kau pergi, kita mati. Sebaiknya jangan, untuk sekarang."
=======
Keadaan Aelion saat ini masih dikatakan koma, Revechel yang takut Aelion akan sama seperti Arasean segera memanggil siapapun yang bisa mengobati Aelion.
Ia hanya tahu bahwa Aelion mencoba bunuh diri lagi dengan jatuh dari jendela menaranya namun pingsan diselamatkan oleh Anthera yang tak sengaja memukul kepala bagian belakangnya. Itulah ingatan palsu yang disematkan oleh Anthera. Penjaga bayangan Aelion itu bahkan rela menjalani hukuman ringan karena berani memukul keluarga kerajaan sampai pingsan.
Kini jendela kamar Aelion dipasangi teralis besi yang membentuk kotak-kotak kecil sehingga ia tidak akan bisa keluar atau sekedar melonjorkan kepalanya disana.
Violet tampak mondar-mandir di depan pintu kamar Aelion, sesekali tabib menyuruhnya masuk untuk membawakan obat herbal atau peralatan medis ke dalam.
Tabib yang sama ketika ia mengobati Arasean, nampak gelisah. Violet memberi sapu tangan kepada sang tabib muda itu.
Tabib bernama Kael itu mengelap peluhnya. "Ini buruk."
Violet merasakan keringat dinginnya mengalir di pelipisnya. Ia mendoakan Aelion agar cepat sembuh di dalam hati dan berkali-kali memanggil nama Dewa Keselamatan untuk Aelion.
Waktu terasa berhenti berputar saat itu juga. Violet dan semua orang merasakan adanya kiamat yang akan datang dalam waktu singkat ketika Kael mengucapkan sesuatu terlarang.
"Lavør."
To be continued....
•●◇★◇●•
Nama jiwa iblisnya Ael nih :^
KAMU SEDANG MEMBACA
After Life: Reincarnation
FantastikPrince of White After Life project 1 •●◇★◇●• Ryan, anak paling terbully satu kampusnya akhirnya memilih untuk bunuh diri di depan pembulinya sekaligus teman pertamanya sendiri. Kematiannya membawanya menuju dunia antah berantah dan dilahirkan sebag...