“Ri, udah beli kelomangnya?” tanya May dalam sambungan telepon.
[Belom, makku ngambek. Cari sendiri aja]
May meletakkan ponselnya kesal. Padahal Zuri sudah janji akan membelikannya kelomang baru jika May sudah bisa move on dalam satu hari. Buktinya, ia sudah tidak ada rasa atau pikiran lagi ke Farhan.
Matanya melirik ke arah laptopnya yang berada di meja belajar. Kekesalannya semakin bertambah ketika proses peng-upload-an videonya terhambat. Ia langsung menuju ke arah ruang tamu dan mencabut paksa kabel wi-fi.
“Re, kenapa dimatiin?” tanya Mama dari dapur yang sedang menonton video memasak.
“Bentar doang, Ma,” jawab May kemudian mencolokkan kembali kabel pada colokannya. Ia hanya meluapkan amarahnya ke kabel wi-fi, itu saja. Ia hanya berharap setelah dicolokkan kembali, internetnya menjadi lancar, aamiin.
May berjalan kembali ke kamarnya dan menengok layar laptop yang masih menampilkan proses yang tak kunjung selesai. Ia berusaha sabar yang ke sekian kalinya demi semuanya berjalan baik.
Saat May masih jengkel dengan proses mengunggah videonya, ponselnya berdering menandakan ada notifikasi baru dari aplikasi komunikasi. Ia segera mendekatinya dan berharap jika pengirim pesan tersebut adalah Zuri.
Tetapi, alam semesta tidak berbaik hati padanya saat ini. Bukannya Zuri yang mengirim pesan, melainkan Farhan yang mengabarinya ingin mengajak ketemu. Dengan senang hati ia menolak secara halus.
Tetapi, paksaan yang tak kalah halus dari Farhan mulai menggoyahkan imannya. Akhirnya, dengan berat hati ia mengiyakan ajakan Farhan dengan catatan ia akan mengurusi proses pengunggahan videonya terlebih dahulu.
“Bangke tau nggak, udah move on malah ngajak ketemuan,” gumam May geram dengan sifat dan sikap Farhan.
Setelah mengunggah videonya, May segera bersiap dan berpamitan dengan Mama. Ia melajukan motornya ke arah kafe yang ditunjuk oleh Farhan. Ia sudah berjanji dengan dirinya sendiri jika nanti ia tidak akan banyak bicara.
“Lo dimana, Han?” tanya May setelah teleponnya tersambung.
[Iya, bentar]
Hanya menunggu lima menit, Farhan sudah menampakkan batang hidungnya. May memasuki kafe dengan derap yang pasti dan tidak takut dengan apa yang akan dilakukan Farhan nanti.
Selama sepuluh menit, mereka hanyut dalam keheningan. Hanya sruputan minuman yang berkomunikasi antara mereka. Karena suntuk dan jengah, May mulai membuka sesi bicaranya dengan Farhan.
“Jadi, ada apa?”
“Aku mau minta maa---“
“Bullshit tau nggak,” sela May emosi. “Udah bilang berapa kali? Udah gue maafin, anj*ng!”
Farhan tersentak dengan kata terakhir yang diucapkan May. May sangat jarang berkata kasar, jika May sampai berani berkata kasar seperti ini, berarti tak lama lagi ia akan marah besar.
“Ya, aku cuma mastiin aja kan, Re,” ucap Farhan sambil menundukkan mukanya.
“Nggak usah manggil nama rumahan gue, cukup panggil gue May jangan Rere,” sentak May tak suka dengan gaya bicara Farhan.
Seketika ia merutuki dirinya sendiri. Padahal ia tadi sudah berjanji tidak akan berbicara banyak, tetapi kenapa malah terbalik seperti ini. Sekarang, May bukannya kesemsen saat melihat Farhan melainkan ingin menampol.
“Aku itu masih sayang sama kamu,” ungkap Farhan.
Sayangnya, May sudah tidak bisa percaya dengan omong kosong Farhan. “Terus kalo masih sayang gue kenapa si dia ada?” sengit May tak percaya.
Farhan tampak gelagapan ketika May menanyakan hal itu. “Itu han---“
“Hanya omong kosong,” sela May.
May merasa hari ini ia berani membungkam semua omong kosong yang keluar dari mulut Farhan. Biasanya, ia hanya bisa tersipu saat Farhan mengucapkan janji-janji manisnya. Ternyata, hanya omong kosong.
Keheningan kembali menerpa mereka. May disibukkan dengan ponselnya yang menampilkan videonya tadi, sedangkan Farhan masih melamun sambil menunduk ke bawah, entah melamun atau kenapa.
“Han, bentar ya, mau ke toilet,” pamit May dan berlalu menuju toilet. Sekalipun ia mengamuk dengan seseorang, berpamitan selalu ia lakukan.
May kembali setelah berteleponan dengan Zuri, menanyakan apa yang harus diucapkan ketika bersama Farhan. Ia memang tidak buang air, ia hanya ke toilet supaya Farhan tidak mengetahui niatnya.
“Udah balik?”
“Belom, May masih di dalem,” ucap May geram.
Farhan terkekeh kemudian berucap, “Ada yang mau diomongin lagi nggak?”
May tampak memikirkan tentang saran dari Zuri. Dirinya memang sudah tidak ada rasa setelah melihat Farhan berdua dengan wanita lain. Tetapi, ia hanya terlalu kasihan dengan Farhan.
“Han, aku mau mengakhiri hubungan kita ya?”
Bagai mendengar kabar buruk, raut muka Farhan berubah seakan tidak percaya. Matanya membulat mencari secuil kebohongan dalam mata May. Ia tak percaya hanya karena ia jalan dengan I’a menjadi seperti ini.
“Tapi, aku udah minta maaf, May,” ucap Farhan penuh sesal.
“Iya, tapi aku nggak bisa nglanjutin hubungan kalau ada orang ketiga, Han,” jelas May.
Farhan tampak kebingungan dan hendak mengeluarkan air mata. Ia tidak bisa membohongi dirinya jika ia masih menyayangi May. Tetapi, tak urung juga jika ia mulai bosan dengan May.
“Please, May. Kita bisa ngulangin dari awal, ‘kan?”
“Nggak bisa, Han. Kita emang nggak bisa barengan lagi.”
Mendengar kalimat terakhir May, Farhan merasa harga dirinya sebagai lelaki hancur. Ia telah gagal menjaga perasaan seorang wanita. Padahal, May adalah cewek yang dulu sangat diincarnya, tetapi hilang begitu saja.
“Mungkin kamu marah ketika aku cerita mimpiku itu, tetapi aku juga bisa marah ketika liat kamu jalan sama cewek lain,” beber May jujur.
“Iya, May. Aku tahu perasaanmu. Tapi, kita bener-bener nggak bisa ngulang?”
“Enggak, Han, maaf,” sahut May singkat, padat, dan meninggalkan kesan yang banyak dalam perasaan Farhan.
Farhan mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya. Kemudian ia memberikannya pada May. Sebuah kunci!
“Ini, kunci yang kamu temuin dulu, ‘kan?” tanya Farhan dan tertawa hambar. “Kamu aja yang nyimpen.”
May menganga tak percaya jika Farhan masih menyimpan benda temuannya dulu. Itulah simbol dimana Farhan dan May mulai menjalin kasih. Tetapi, ternyata hubungan itu harus kandas dimana mereka berdua melakukan kesalahan.
“Kita bisa ngulang lagi, Han,” ucap May. “Tapi, sebagai teman, bukan kekasih.”
“Kalau itu mau kamu, aku nyanggupin, May,” ucap Farhan. “Aku terima kasih banget bisa bersama kamu selama dua tahun ini.”
May tersenyum kemudian menjawab, “Aku juga terima kasih, Han.”
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
MaSa : DÉJÀ VU [END]
Novela JuvenilKita berada di masa yang sama. Kita berada di belahan dunia yang sama pula. Kita juga berada di alam yang sama. Tetapi, engkau sangat sulit untuk menampakkan wajah di depanku? Apakah perlu aku mencarimu? Atau aku hanya perlu menunggumu? Kita hanya p...