Ibu dan Aku

5 2 1
                                    

Kami pun memasuki kamar hotel nomor 321, di lantai 27, langsung saja ibu merebahkan tubuhnya di atas kasur yang sedikit menggelenjut. Dengan desahan seakan sedang melepas lelah, ia pun melempar tas besarnya begitu saja sebelum menjatuhkan diri di atas kasur hotel. Sementara aku masih berseragam sekolah dengan ransel yang masih ada di punggungku. Kutatap lamat-lamat ibu, ada suara naik turun dari napasnya. Kupikir dia lelah, maka aku hampiri dirinya. Tanpa berpikir panjang, aku pun ikut naik di atas kasur. Kemudian memijat kaki bawah ibu. Walau aku tidak tahu di bagian mana yang membuat ibu lelah, yang pasti aku sudah berusaha untuk membuat ibu terhibur. Saat tahu ada tangan hangat menyentuh kakinya, ibu pun melirik ke arahku. Dengan senyum yang terus ia tampakkan setiap kali beradu mata denganku.
"Ibu lelah?"
"Iya, sayang. Terima kasih, ya. Sudah hadir di kehidupan ibu."
"Raa Ka sayang ibu."
"Ibu juga, sayang."
"Bolehkah Raa Ka mencintai ibu?"
"Hm? Siapa yang melarangmu mencintai ibu, Nak?"
"Raa Ka nggak ingin kehilangan ibu." Ujarku. Sejenak ibu terdiam, kemudian memintaku untuk tidur di sebelahnya. Aku pun merangkak menghampiri ibu, dan akhirnya aku berada di pelukannya, rasa hangat menyelimutiku. Kedua tangan ibu melingkar di tubuhku. Seakan kali ini ia benar-benar tidak ingin melepaskanku begitu saja.
"Kamu sedang lelah, sayang. Sebaiknya kamu tidur malam ini, biar besok bisa masuk sekolah lagi."
"Iya, Ibu. Raa Ka akan belajar lebih giat. Tapi janji, ibu nggak akan meninggalkan Raa Ka lagi."
"Tidak, sayang."
"Saat ibu mengandungku, ibu selalu bercerita banyak kepadaku. Sekarang ibu selalu menutupi apa yang ibu alami saat ini."
"Benarkah?! Ibu tidak ingat, kamu sangat cerdas, Raa Ka. Bagaimana bisa kamu mengerti apa yang ibu bicarakan?"
"Saat itu juga ada suara seorang pria." Tidak ada suara yang terdengar dari bibit ibu. Ia terdiam.
"Suara lelaki yang mungkin sangat mencintai ibu."

Fuck to My Father Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang