Sudah jatuh tertimpa tangga, bisa jadi demikianlah apa yang Inna Bastari alami. Perdarahan itu terjadi lagi di tubuhnya, membuat ia harus berpindah kamar kembali ke Unit Gawat Darurat, lalu kembali ke ruangan bersalin untuk ditangani sebaik mungkin oleh para medis yang bertugas. Beberapa kali tak sadarkan diri juga terjadi seiring tekanan darahnya yang menurun drastis, jadi sebagai dokter sekaligus orang terdekat Inna saat ini, Aldi memilih untuk tidak mengizinkan Torra mengganggunya.
Tak urung, Torra sekali lagi harus berubah menjadi seperti seekor macan di sana, "Dokter gila! Anda lupa saya ini siapanya Inna? Dia itu istriku, Bangsat! Biarkan aku masuk sekarang!"
"Usir dia dari sini sekalian, Pak Satpam! Sudah dari kemarin bapak ini sibuk mengganggu ketenangan pasien di rumah sakit ini, terutama istrinya sendiri! Bukan hanya nyawa bayinya sendiri yang sudah dibuat hilang, ibunya pun makin perdarahan gara-gara ditampar pas udah di ruangan rawat inap tuh! Tunggu apa lagi, Pak satpam! Biar saya yang akan bertanggung jawab kalau ditanya sama pak Kepala!" Namun Aldi lebih daripada itu. Ia adalah seorang pemburu dengan sejumlah amunisi di dalam senapan laras panjangnya, kendati tak ada busur dan panah yang menyertainya.
Ucapan Aldi yang begitu menohok tentang bayi tak berdosa milik mereka, sukses membuat Torra terasa seperti disiram seember air keras, menjadikan berbagai jenis satwa di kebun binatang keluar begitu saja dari pita suaranya.
Meskipun begitu, Aldi tak mau ambil pusing dengan aksi kekanakan Torra, karena menurutnya akan lebih baik jika suami Inna itu semakin kesal padanya. Peluang memiliki Inna, menurutnya sedikit demi sedikit akan terbuka lebar, "Aku tidak peduli kamu mau menyebutku dengan nama binatang sekalipun, Torra! Sudah jelas-jelas statusmu adalah suami dari Inna, tapi dengan tidak beradabnya kamu sendiri yang malah menyakitinya lagi. Tamparanmu itu jangan lupa! Seburuk apapun bahasa yang keluar dari mulut Inna, seharusnya harus tetap dimaklumi karena kita adalah seorang pria, bukan banci!"
"Jaga bicaramu, Dokter sialan! Aku bukan bencong!" Ketika amarah Torra terus meluap seperti sekarang ini.
Itu adalah senjata terbaik yang Aldi miliki saat ini, "Kalau begitu minggat dari sini sekarang juga! Jangan buat Inna semakin sakit, atau Anda akan terus berurusan denganku!"
"Brengsek! Lepaskan aku!" Benar saja. Sejurus kemudian, Torra pun berusaha melepaskan tubuhnya yang sedari tadi dipegangi oleh satpam Rumah Sakit, dan secepatnya berlalu pergi.
Aldi Wiryawan merasa puas dengan apa yang Torra Mahardika lakukan saat ini, namun sesungguhnya ada ganjalan besar di dalam isi kepala suami Inna Bastari itu. Semua tak lain karena rasa penasarannya atas segala tudingan miring Inna dan juga Aldi terhadap dirinya, "Mama! Aku harus memastika semua ini nggak benar!"
Hem, begitulah adanya. Di lubuk hatinya yang terdalam, sejujurnya Torra masih belum merelakan bayi perempuannya meregang nyawa dan membuat hubungan rumah tangganya semakin rumit, jadi ia pun mencoba mencari tahu semua kebenarannya.
Naik ke dalam mobil, menutup pintunya dengan sangat kasar dan juga terus mengumpat di sepanjang jalan sembari terus menambah kecepatan berkendara, merupakan kegilaan yang Torra lakukan, "Mbok Darmiii...! Mbok Darmi cepat bukain pintu pagarnyaaa...!
Tit tit tittt...
"ASTAGA! Apa itu?!" Bahkan setelah sampai di depan rumahnya, tingkat kewarasan Torra terasa kian terkikis dari jiwanya. Ia berteriak keras memanggil nama pembantu di rumahnya, mengagetkan ayahnya yang saat itu sedang tidur siang.
Thomas Mahardika tergopoh-gopoh menuju ke arah jendela, lalu setelah kain gorden selesai disibaknya, mata tuanya pun terbelalak, menatap aura kemarahan yang begitu jelas menguar dari tubuh sang putra.
"MAMAAA...! MAMAAA...! Di mana Mama, Mbok Darmi?!"
"Egh, anu... Ibu di--"
"--Cepat kasih tahu Mama di mana, Mbok! Oh, ya! CCTV!" Dan firasat Thomas, memang tidak meleset sama sekali.
Torra yang meledak-ledak memanggil ibunya, jelas menyimpan letupan amarah yang siap diledakkannya, "Siapa di dalam kamar Mama?"
"Bapak, Mas."
Tok tok tok
"Papaaa... Papa lagi istirahat ya? Tolong bukain pintunya dong, Pa! Mas mau lihat rekaman CCTV sebentar ajaaa..." Akan tetapi hal panas itu tidak berlaku untuk ayahnya.
Bagai membalikkan telapak tangan, sikap Torra sangat berbanding terbalik dengan apa yang ia tunjukkan beberapa saat lalu. Hal itulah yang ditakutkan Theresa hingga membuatnya pergi dari rumah dan bersembunyi di rumah Laura, sekaligus menagih janji si wanita muda atas apa yang sudah mereka sepakati sebelumnya.
Ceklek
Suara pintu kamar yang terbuka, membawa serta kalimat sapaan Thomas berupa pertanyaan, "Ada apa, Mas? Kok datang-datang malah ribut? Istrimu mana?"
Torra tak langsung menjawabnya sepanjang lima detik dan menciptakan tanda tanya semakin besar di kepala Thomas, namun di detik berikutnya ia mendapatkan jawaban itu pula, "Masih di Rumah Sakit, Pa. Perdarahan lagi."
Keterkejutan yang digambarkan dengan membesarnya kedua bola mata, "Ya ampun! Terus anak kalian bagai--"
"--Nggak selamat, Pa. Memangnya Mama belum cerita?" Semakin menjadi saat Torra lebih jelas bercerita.
Percakapan kecil di depan pintu kamar yang masih betada di lantai satu itu pun terjadi, dan subjeknya tentu saja adalah Theresa Widayati, "Eh, belum e. Mamamu belum pulang juga dari kemarin."
"APA?! Tega sekali si Mama tinggalin Papa sama Simbok sendirian aja di rumah. Ya udah coba Papa geser dulu dari pintu deh. Aku mau lihat rekaman CCTV--"
"Lha? Kemarin dibawa pergi sama Mamamu dan Laura TV-nya, Mas. Katanya ada yang rusak jadi mau diperbaiki. Coba lihat sendiri tuh. Kosong kan?" Torra mencari ibunya untuk memastikan segalanya, namun Thomas ternyata berpura-pura bodoh saat itu.
"Masa, sih, Pa. Cob-- SIALAN! Jadi bener Mama pelakunya?!" Barang bukti yang merupakan subjek kedua atas kemarahan Torra, sudah tidak ada lagi di sana. Dan itu semakin menyudutkan logikanya yang tak mau mengalah pada kebenaran ucapan Inna sejak tadi pagi.
Lakon opera sabun Thomas, nyaris membuat Torra menghambur meja rias ibunya yang berisi banyak peralatan wanita, "Apa, Mas? Maksudnya apa ini?"
"MAMA YANG BUNUH ANAKKU, PA! CCTV-nya nggak ada ya 'kan? Inna bilang dia injak minyak goreng di tangga waktu itu makanya bisa sampai terguling dan jatuh!" Namun urung, ketika Thomas dengan cekatan memegang keras kedua punggungnya.
Sekali lagi Thomas memebelakkan mata, menyempurnakan kepura-puraannya di depan Torra, "YA TUHAN! Ja..jangan bercanda kamu, Mas! Maksudmu--"
"--Aku nggak bohong, Papa! Demi Tuhan, Inna sendiri yang ngamuk-ngamuk sampai aku nggak sengaja tampar dia!" Tetapi lebih daripada itu, hal tersebut ia lakukan sebagai bentuk luapan emosinya untuk sang istri yang menurutnya sudah sakit jiwa.
Thomas sendirilah yang sejujurnya mengusir Theresa keluar dari rumah dan membakar habis monitor CCTV di kamarnya dengan bantuan Mbok Darmi, "Ya Tuhannn... Lalu bagaimana sekarang, Mas? Sudah kamu kuburkan?
"Sudah, Pa. Aku... Arghhh...!" Sebab Thomas adalah orang pertama yang mengetahui tindakan Theresa, setelah mereka semua pergi ke Rumah Sakit.
Jika saja keyakinan yang Thomas dan Theresa anut membenarkan adanya sebuah perpisahan, mungkin dengan mudahnya kalimat itu meluncur dari bibirnya.
Memeluk erat tubuh rapuh Torra adalah cara yang bisa Thomas lakukan di sana, sebab ia tak ingin semua hal buruk itu kembali terjadi lagi, "Yang sabar, Mas! Astaga! Tolong Maafkan Mamamu..."
Sejak dulu Thomas bahkan tidak pernah mengajarkan kedua anaknya untuk melakukan hal buruk, tetapi lebih dari segalanya, ia memang adalah sosok suami yang gagal dalam mendidik istrinya. Duka dan perasaan bersalah adalah penyebab mengapa Thomas memilih untuk berbohong, dan untuk menutupi kebohongannya yang lainnya nanti, biarkan pria paruh baya itu memilih caranya sendiri.
***
BERSAMBUNG. Teman-teman, jangan lupa follow akun temenku MemeyMecxa2 ya? Ada cerita kece di akunnya yang judulnya My Maid. Juga jangan lupa follow akunku di aplikasi Dreame ya? Makasih banyak... Sampai nanti...
KAMU SEDANG MEMBACA
Tolong, Ceraikan Aku! [END]
RomanceMenikah itu tidak mudah. Menikah dimaksudkan agar hidup kedua pasangan menjadi teratur dan terarah dengan baik, tapi tak jarang sebuah pernikahan hanya berlandaskan coba-coba, karena harus bertanggung jawab akibat tak kuat menahan hawa nafsu, lalu t...