9 - Bait Penghantar Cerita 29 : 09

3.2K 461 136
                                    

Sudah cukup semalaman ini Jimin tidak bisa tidur lantaran dihantui ucapan Namjoon kemarin. Jungkook. Nama itu beserta orangnya sekalian gencar memenuhi isi kepalanya sejak kemarin. Entah sudah berapa waktu terbuang sia-sia hanya untuk melamunkan hal itu. Kini, disaat pikirannya masih kacau, Jimin harus kembali dikejutkan oleh seseorang yang tak ia sangka-sangka sebelumnya.

"Eoh? Profesor Kim?" Jimin bicara pada pada seseorang yang saat ini tengah menyembulkan kepalanya dibalik pintu, belum ada niat untuk masuk.

"Aku kesini mencari Taehyung. Apa kau tahu dia dimana?" tanya Gihwan yang masih diambang pintu. Jimin cepat-cepat menghampiri pria itu seraya menggeser pintu agar lebih lebar sehingga mereka bisa bicara dengan normal.

"Kim Taehyung? Dia tidak memberitahumu? Dia ambil cuti hari ini"

Gihwan mendelik lebar dengan badan dimajukan hingga membuat Jimin sedikit mundur dari tempatnya berdiri.
"Cuti?! Aishhhh anak itu, beraninya dia menipuku" ia menggerutu sembari melihat notifikasi dari Taehyung pada ponselnya yang mengatakan bahwa ia ada urusan di rumah sakit. Bukan tanpa alasan Gihwan mencari kemari. Sebabnya, Taehyung dan Jimin itu sudah semacam perangko. Tiap ada Jimin, disitu ada Taehyung.

"Apa ada masalah, profesor?"

Gihwan berdecak sedikit sebelum mengalihkan pandangannya pada Jimin dengan ekspresi yang sudah lebih ditata.
"Tadi pagi dia ijin ingin ke rumah sakit pagi-pagi karena ada keperluan mendesak. Akhhh anak ituuu, kemana dia sekarang"

Didepannya, Jimin hanya mampu terdiam mengamati ocehan Gihwan dengan pandangan yang penuh sirat. Entah kenapa Jimin merasa tak nyaman dengan situasi ini. Serasa ada yang janggal. Ada hal yang berusaha untuk ditutupi darinya. Jimin ini seorang psikiater, dia bisa dengan mudah membaca ekspresi orang. Jika tidak, mana mungkin ia mendapat gelar ini sekarang. Dan dirasa, hadirnya Gihwan saat ini mengandung maksud tersendiri.

"Yasudah, kembalilah bekerja. Fighting Park Jimin" ucap Gihwan dengan kedua tangan terkepal di sisi wajahnya, memberi gestur seolah tengah menyalurkan semangat yang ia punya.

Jimin sedikit tersentak karena pekikan riang Gihwan. Ia lantas tersenyum kaku seraya membungkuk hormat pada yang lebih tua.
"Baik profesor Kim"

Gihwan akhirnya melangakah keluar dari rungan Jimin. Namun baru beberapa langkah, dirinya kembali berbalik menatap penuh sumringah kepada Jimin. Tapi sebagai seorang dokter psikologi, Jimin tahu bahwa ada makna tersirat dibalik tatapannya yang tegas.

"Ahh, Jimin-ssi"

"Ya?"

"Jangan terlalu sering pergi keluar larut malam. Kau tidak tahu bukan, banyak hal akan mengincarmu dalam kegelapan" meskipun disampaikan dengan nada ceria dan wajah tersenyum ramah, namun aura yang Gihwan keluarkan benar-benar tak nyaman untuk Jimin rasakan.

"Jaga dirimu, oke? Aku mengawasimu. Ingat itu" lanjutnya.

Meninggalkan Jimin dengan dada bergemuruh kencang dan perasaan yang berkecamuk luar biasa, Gihwan melangkah tenang masih dengan senyum mengembang tanpa seorang pun tahu ada seringaian setan di wajah yang sudah penuh kerutan itu.

Sementara ditempatnya, Jimin yang tadinya hanya berdiri diambang pintu, cepat-cepat masuk kedalam tak lupa menutup pintu masuk. Dengan tergesa, ia mengeluarkan ponselnya dan segera membuka sebuah aplikasi disana. Tangannya sudah gemetar keringat dingin ketika mencoba melihat berbagai kemungkinan yang akan terjadi setelah ini.

"Apa dia juga mengetahui soal kamera pengintai itu? Mustahil"

◾▫◾▫◾

Tak ada kata nyenyak dalam tidur Yugyeom sekalipun ia tahu bahwa Jungkook akan tertidur semalaman akibat pengaruh obat tidur. Yang Yugyeom tahu, obat itu tak akan pernah bekerja lebih lama dari yang dokter kira pada tubuh Jungkook. Entah apa yang anak itu punya, namun kini terbukti bahwa pikiran Yugyeom benar. Dia bahkan sudah tak kaget lagi saat tiba-tiba Jungkook sudah sempurna membuka kedua matanya dan segera bangkit dari tidurnya seperti yang Yugyeom duga.

[✔] NALADHIPA || BrothershipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang