53.
"Caca, kamu udah makan sayang? Tadi tante buat masakan kesukaan kamu tuh, di meja makan."
Gadis yang tengah mencoret kertas gambar didepan ruang tengah, pemilik rumah selalu berteriak ketika gadis ini belum juga menyentuh piring dan mengisinya dengan lauk-pauk yang berada diatas meja makan. Selalu saja diberitahu. Tidak menyadari bahwa tubuhnya harus diisi dengan konsumsi, agar tidak terlihat kurus lagi.
Dalam perlindungan tempat tinggal baru, gadis ini selalu saja berdiam di ruang tengah dengan memegang sebuah kertas berukuran persegi panjang dan pensil warna juga crayon disampingnya. Akhir-akhir ini, dia selalu senang menggambar sesuatu apalagi menyukai tema keluarga yang diatasnya diukir pelangi juga sebuah kata seperti "Keluarga Wardhana".
"Caca kok nggak dengar perkataan tante sih? Caca nggak mau makan lagi, yaaa?" tante Azra lagi-lagi berteriak. Gadis yang masih memegang crayon ditangannya, ia menepikan barang ini dan bangkit menghampiri tantenya di dapur. "Denger, tan. Maaf tadi Caca lagi asik gambar."
"Vanonya mana? Kamu makan bersama ya sama dia. Kalian berdua tuh suka sekali nggak makan tepat waktu. VANOOO, AYO SAYANG MAKAN DULU!"
Gadis ini menyunggingkan senyumannya. Tidak tahu kenapa, setelah melihat tantenya berteriak seperti itu, gadis ini justru tertawa melihatnya. Kadang kalau dilihat-lihat, tante Azra mirip sekali dengan mamahnya dan juga tante Rina—mamahnya Marsel.
Lucu ya, kalau seorang ibu sudah khawatir ingin putra-putrinya untuk segera mengisi perut agar tidak terjadi apa-apa. Apalagi kalau mamahnya masih ada, mungkin, gadis ini akan lebih senang ketika mamahnya sudah kembali seperti semula dan menyuapinya makan lagi.
Ahhh, tidak terasa memang setelah 15 hari kepergian kedua orang tuanya ini membuat seorang gadis terus saja diam dan tidak kemana-mana. Diajak pergi ke sesuatu tempat, dia tetap saja tidak mau. Yaaa seperti kejadian dulu, ketika sedang ada masalah, selalu saja seperti ini. Diam adalah cara yang paling berkesan, bagi gadis yang tengah memasukan sesendok nasi kedalam mulutnya.
"Mamah teriak-teriak terus deh, Vano kan denger mah, nggak budek!" datang abang sepupu yang mengusap wajahnya dan menarik kursi begitu kesal. "Kamu sama Caca, kalau nggak mamah teriak begini, pasti nggak bakal nyentuh meja makan! Kakak-adik susah banget dibilanginnya!"
Tante Azra selalu menggerutu. Melihat Vano sudah duduk disampingnya, tangannya ditepuk dan mendengarkan abang sepupu ini berbicara. "Tante lo berisik banget tuh, Ca. Gendang telinga gue hampir mau meledak!"
"Bom kali meledak. Dosa lo bang. Dia kan nyokap lo, gimana sih..." balas Denira yang ikut berbisik karena takut terdengar oleh tantenya. "Semenjak lo disini nih, dia jadi suka teriak-teriak begitu. Kebayang nggak sih, kalau setiap hari nyokap selalu kayak gitu dan gue—"
"Makan dulu baru ngomong. Kamu mulai kebiasaan yaaa Vano!" tante Azra mulai lagi. Dengan tidak mau kena imbas, Denira langsung cepat-cepat menyendokkan nasi beserta lauk-pauk dan memasukannya kedalam mulut.
Setelah sudah cukup perutnya terasa begitu kenyang, Denira membawa piring dan menyimpannya ditempat pencucian piring. Melihat bang Vano terlihat lesu begitu, ia memeluknya dari belakang dan mencium pipinya dengan rasa gemas.
"Gue paham nih sama trik-trik beginian. Lo pasti minta sesuatu kan, sama gue?" cibirnya dengan mulut masih penuh dengan makanan yang dia kunyah.
Denira menggeleng, menempelkan pipinya seraya mencubit hidung bangir abang sepupunya ini. "Gue disini tuh, kayak ngerepotin keluarga lo bang. Apa sebaiknya gue tinggal aja lagi di Condo, atau dirum—"
"Kalau lo maksa untuk tinggal disana, lo pasti kepikiran terus Ca. Udah sementara waktu, lo disini dulu sampai keadaan lo benar-benar membaik dan nggak perlu harus nangis sepanjang waktu. Ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
THEORY OF LOVE [END] #Wattys2021
FanfictionSemisal begini, "Jangan berlebihan, kita ini cuma sekedar teman," lantas, apa yang harus dikatakan pada hati? Tetapi, tunggu, lebih baik mengucapkan selamat datang atau selamat tinggal? pilih yang mana? atau, lebih baik sekedar berteman atau dia...