22. Keributan Kecil

790 192 10
                                    

Malam tiba.

Jung Jaehyun一atau Yoon Oh一berbaring di tempat tidurnya一atau tempat tidur si makhluk bodoh一dan menatap piano yang teronggok di sudut kamar. Kamar kakaknya. Terserahlah. Siapa dirinya, di mana dia kini, lama-lama jadi teka-teki rumit yang kalau dipikirkan terlalu dalam, akan menuntun pada sakit kepala.

Piano itu berwarna putih. Ada sesuatu yang kuno di benda itu yang membuat Jaehyun menebak-nebak mungkin usianya lebih tua darinya. Kondisinya masih bagus, bersih seperti segala hal dalam kamar ini. Tuts-tutsnya bebas debu, penutupnya sama mengkilapnya dengan pisau Rose. Dan kursinya punya warna senada yang sama indahnya.

Dia tidak tahu kakaknya bisa bermain piano.

"Keluarga macam apa ini?"

Jaehyun tertawa muram. Baru dia sadari dia tidak tahu banyak hal tentang pria yang tidak hanya bergelar raja, tapi juga saudara kembarnya. Yang dia inginkan hanyalah keluarga yang normal, tapi tampaknya itu sudah terlalu banyak. Dia justru mendapat kakak yang kewarasannya tersisa setengah, bukan manusia, dan hobi membuatnya naik darah.

Dan omong-omong, saudaranya itu sedang sekarat di suatu tempat.

Karena pamannya.

Ini sungguh ikatan keluarga yang rumit.

Jaehyun menekankan kedua tangannya ke masing-masing bagian kanan dan kiri dahi. Dia tidak tahu bagaimana akan tidur malam ini, mengingat berdiam diri di sini saja sudah seperti berbaring di bekas ranjang orang mati. Atau pengandaian yang lebih tepat adalah, serangga dalam jeratan jaring laba-laba.

Pertama batu. Kedua serangga.

Akhir-akhir ini ia tidak hanya mengalami krisis jati diri, tapi juga harga diri.

Muak bukan main, Jaehyun berjalan ke jendela. Bintang-bintang yang rasanya lebih besar dan terang mengedip padanya dari langit biru yang terlihat seperti diwarnai anak-anak. Bulan menyunggingkan senyum, tapi bibirnya sendiri tertekuk ke bawah membentuk ekspresi cemberut. Kalau saja mau berpikir positif, Jaehyun akan mengira bulan memberinya alasan untuk tersenyum, tapi dia sedang dipenuhi aura negatif sehingga yang ada di otaknya adalah; bulan tengah mengejek ketidakberdayaannya.

Memandang langit? Tidak membantu.

Tidak punya kegiatan lain membuatnya tergoda keluar kamar. Menjelajahi tempat ini mendadak jadi ide yang menarik, dan Jaehyun mendapati dirinya kembali ke ruangan di mana ia pertama kali melihat pamannya.

Benda yang tidak ia perhatikan sebelumnya menyita atensinya.

Sebuah lukisan.

Ukurannya cukup besar meski tidak terlalu tinggi, memuat figur seorang wanita yang oleh senimannya digambar dari samping. Kecantikannya bisa bersaing dengan Miyeon, senyumnya meneduhkan. Mata gelapnya familiar, mengingatkannya pada seseorang, pada mata orang yang ia lihat setiap hari di dalam...

Cermin.

Mata wanita itu mirip dirinya. Mirip kakaknya.

Jaehyun mendekati lukisan itu, menyentuh permukaannya sebelum berpikir apakah itu diperbolehkan. Kanvas yang digunakan lebih halus dari yang ia duga, rasanya hampir seperti menyentuh kapas. Seuntai kalung bertengger di leher si wanita.

Kalung yang sama dengan yang pernah ia pakai.

"Yoon Oh?"

Jaehyun belum terbiasa dengan nama itu. Dia hanya menoleh karena mendengar suara, bukan karena merasa terpanggil.

Rim menghampirinya, tersenyum bagai malaikat yang bergelimang dosa sekaligus pesona. "Apa yang kau lihat?

Menggunakan jari, Jaehyun mengetuk-ngetuk kalung di lukisan. "Kalung apa ini?"

Morality : A Prince's Tale ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang