Baju kemeja putih bersih melekat pas di tubuh Hadi, membuat laki-laki itu terlihat berbeda dari biasanya. Tataan rambutnya pun tersisir rapi yang menonjolkan raut wajah bahagia dan lebih berseri. Celana bahan panjang terlihatkan pas menutupi kakinya yang panjang, tak lupa bertengger peci hitam dikepalanya yang menambah kesan tegas dan juga menambah aura wibawanya. Dan dibalik penampilan Hadi adalah hasil kerja tangan adiknya, Ayu.
"Abang pakai bedak, ya...." Tangan Ayu sudah siap dengan tempat bedaknya, dengan wajah berbinar ia berharap sang kakak mau mengikuti sarannya.
"Tidak perlu ... abang bukan perempuan."
"Bukan, Bang. Bedak bukan cuma untuk perempuan, siapa saja boleh pakai. Laki-laki juga perlu bedak kalau wajahnya kurang segar," kata Ayu.
"Tapi abang tidak mau...."
"Yasudah, abang keluar sana," ambek Ayu sambil memalingkan wajahnya.
Hadi pun menghela napas, "iya, iya...." Hadi menyodorkan wajahnya dan memasrahkan wajahnya pada adiknya. Ayu pun langsung tersenyum, senang karena kakaknya bersedia dipakaikan bedak. Ia langsung memakaikan bedak pada wajah kakaknya dan Hadi memejamkan matanya.
"... Memangnya muka abang hitam, ya?" tanya Hadi dengan matanya yang masih terpejam. Bukan tanpa sebab ia bertanya demikian, barangkali memang kulit wajahnya tidak putih.
"Bukan ... pakai bedak itu supaya wajah abang terlihat segar," balasnya.
"Oh ... begitu. Biar tambah ganteng, ya?" tanya Hadi dengan begitu percaya diri.
"Ih! Ngawur!" seru Ayu lalu Hadi tertawa kencang.
"Bercanda, Sayang," seru Hadi.
"Sayang, sayang! Simpan itu buat pacar abang, bukan buat Ayu."
"Semuanya abang panggil Sayang. Ibu juga Sayang-nya abang," jawab Hadi.
"Sudah selesai, Bang." Ayu melihat wajah kakaknya baik-baik, wajahnya sudah lebih baik. Hadi pun bangkit dari duduknya lalu berniat untuk langsung berangkat.
"Pamit dulu sama Ibu," ujar Ayu.
"Iya..." Hadi langsung mencari ibunya dan bertemu di dapur.
"Ibu, Hadi berangkat, ya." Hadi meraih tangan Ibu lalu menciumnya.
"Wah, kasep pisan anak ibu," puji ibu yang sukses membuat Hadi tersenyum lebar.
"Nanti ucapara juga disiarkan lewat radio, ibu nanti nyalain radionya, ya."
"Iya, cepat berangkat sana ... nanti terlambat."
"Iya, Hadi berangkat,ya...."
"Iya, hati-hati di jalan, ya, Nak," ibu dengan suaranya yang lembut. Hadi pun berangkat menuju kediaman Soekarno untuk melaksanakan upacara bendera kemerdekaan.
∆∆∆∆
Beberapa orang sudah berkumpul di kediaman Soekarno, beberapa dari mereka sibuk mengobrol dan sisanya sibuk mondar-mandir mempersiapkan upacara kemerdekaan.
Hadi datang lebih awal dari kedua kawannya, ia pun berkumpul bersama pemuda lain yang masih sibuk mempersiapkan semuanya.
"Di," seru seseorang sambil menepuk pundaknya. Ternyata itu Latief Hendraningrat, sang pengibar bendera merah putih.
"Sebentar lagi upacara dimulai, tolong bariskan peserta upacaranya," pintanya.
"Baik. Apa Bung Karno sudah datang?" tanya Hadi.
"Sebentar lagi. Beliau sedang tidak sehat, jadi sebaiknya upacara dilangsungkan secara singkat saja," balasnya.
"Ya, baiklah."
Latief menepuk pundak Hadi, "terima kasih, Di," katanya sebelum pergi berlalu.
Hadi pun mulai melaksanakan perintah, dengan suaranya yang lantang ia mulai mengatur satu per satu perserta upacara dan memasukkannya ke dalam barisan-barisan.
Saat tengah sibuk mengatur barisan, barulah Ali dan Armudi datang dan langsung membantu Hadi merapihkan barisan.
Tak lama setelah peserta siap, Soekarno dan Hatta datang lalu upacara langsung dimulai.
Dalam suasana pagi yang sejuk, terdengarlah suara komandan upacara yang begitu lantang. Waktu awal upacara dilewati tanpa terasa, dan tibalah saatnya pembacaan naskah proklamasi yang dibacakan oleh Soekarno.
Pro-kla-masi, " suara berat nan penuh penekanan setiap suku katanya terdengar begitu mantap mengucapkan kata pertama pembuka proklamasi yang membuat seluruh orang terdiam, mendengarkan baik-baik kata-kata yang akan diucapkan setelahnya.
"kami, bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya."
"Jakarta 17 Agustus 1945 atas nama bangsa Indonesia, Soekarno-Hatta." Seketika semuanya langsung bertepuk tangan dan dimulailah pengibaran bendera merah putih. Tanpa diberi aba-aba, para peserta menyanyikan lagu Indonesia Raya yang membuat suasana kian khidmat. Upacara pengibaran bendera merah putih pertama kali terasa sangat spesial karena lagu ini dinyanyikan dengan kompak.
∆∆∆∆

KAMU SEDANG MEMBACA
Ini Cerita Kita [KELAR ✓]
Historical FictionSudah ada yang punya? Terobos wae, apa mundur, ya? Wes, nekat dikitlah. . . . Ipen Laknat Peso 2020 Tema : Yang Terlewatkan Genre : History fiction - Romance Latar peristiwa : Proklamasi 1945