Langkah 2 - Roti Sobek & Papan Cucian

1K 93 5
                                    


Jangan lupa vote & comment-nya yaa ❣️

🐾____________________

Desiran angin di sepanjang lorong sebuah fakultas terasa begitu menggelitik pori kulit. Gesekan daun kering dan ranting kecil di halamannya pun menambah kesan merinding bagi gadis yang tengah memeluk satu lengannya ini, sesekali ia menaik-turunkan telapak tangan sebagai respon dari bulu kuduk yang meremang.

"Kalau bukan karena Mama, ogah banget gue mampir ke sini, mau dibayar berapa juga," desahnya menatap sekeliling.

Andai saja ponsel Adith tidak habis baterai dan dia tidak lupa membawa serta powerbank miliknya, mungkin dia tidak akan jadi se-gabut ini kala harus menunggu sang kakak. Membuatnya mau tak mau terfokus pada suasana dingin dan kelam yang begitu kuat terpancar di depan laboratorium anatomi fisiologi, tempat dimana Bimo Laksa Wangi sedang membimbing praktikum para mahasiswa semester muda, yang sedang bangga-bangganya masuk dalam jajaran anak FK.

Kembali pandangan Adith berpusat pada pintu besi berukuran besar yang berada tepat di depannya dengan slogan 'Mortui Vivos Docent' yang merupakan bahasa latin berarti 'Yang mati mengajari yang hidup'.

Sungguh bagi orang non-kedokteran seperti dirinya, berada di sini terasa begitu mencekam. Membayangkan apa yang sedang terjadi di dalam, di balik pintu yang rapat tertutup itu.

Otak Adith tak kalah memproduksi kilasan tangan-tangan yang sedang menarikan pisau tajam di atas raga tak bernyawa, meneliti tiap inci sampai menenun takjub benang pembuluh darah yang semasa hidup pastilah berfungsi dengan baik. Ya, paling tidak seperti itu gambaran yang dia dapat karena gemar menonton drama bertema demikian dari negeri ginseng sana.

Tak berselang lama, muncul deritan pintu terbuka, disusul dengan gemah riuh mahasiswa yang kebanyakan tampak masih sangat ranum dan belia, namun kelak membaktikan diri menjadi garda depan pada lini kesehatan di negeri ini.

Mereka rata-rata rapi, memakai celana kain, kemeja yang tak kalah necis terlapis jas lab berwarna putih selutut dengan sepatu rapat menutup kaki dari merk sedang hingga yang paling terkenal mahal. Tatanan rambut juga menawan, tidak ada yang aneh atau mencolok mata, benar-benar khas orang kesehatan.

Berbanding terbalik dengan diri Adith yang bergaya slengekan. Memakai celana jeans yang terkesan robek di kedua lututnya, dipadu kemeja gingham abu tua yang melapisi kaus putih polos dan jangan lupakan sepatu sneakers usang efek terkena debu jalanan.

Rombongan mahasiswa itu telah berlalu beberapa menit, menyisakan ruangan yang kembali hampa. Hingga pada akhirnya, laki-laki jangkung dengan siluet tubuh yang proporsional gagah khas kaumnya terlihat menyungging senyum keluar dari kelas.

Guratan ototnya tampak semakin kekar dengan lengan kemeja yang sudah tergulung setengah, membawa dua buah kontainer berukuran besar dan kecil. Di dalamnya membayang cairan berwarna kuning kecoklatan yang tampak terombang-ambing seiring ayunan langkahnya.

Melihat sosok itu, Adith segera berdiri.

"Kamu udah lama?" tanya laki-laki itu segera, menaruh boks bawaannya persis di depan kaki Adith.

"Mayanlah, ada kali setengah jam. Ini apaan sih Bang? Jangan bilang ...." Gadis itu menggantung ucapan, menelisik wajah sang kakak yang tengah menyeringai, membenarkan pemikiran adiknya.

"Biasalah, bahan ajar, guru yang lebih dari maha guru," lanjutnya mengusap kepala Adith yang tentu sudah tidak bingung dengan sebutan 'maha guru'.

Segera ditepis. "Eehh, Abang udah cuci tangan kan?" Dirinya bergidik ngeri mengingat tangan Bimo yang mungkin benar telah melakukan aktivitas seperti apa yang dibayangkan Adith tadi.

Mengejar Mas DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang