9

805 126 10
                                    

"Yuma, dengar aku. Apa masalah ini tidak bisa dibicarakan dengan kepala dingin?" Hayato belum menyerah membujuk Yuma.

Tapi yang dibujuk tetap tidak mau mengubah pendiriannya. "Ini bukan masalah yang bisa kau bicarakan baik-baik. Kau tidak akan mengerti. Pulang saja ke rumahmu sana!"

Hayato mengatup mulutnya. Dia menggeser pintu yang ternyata tidak dikunci. "Kalau begitu buat aku mengerti." ujarnya kemudian.

Yuma yang tengah duduk di atas tatami dan bersandar di kaki tempat tidurnya seketika menoleh saat mendengar suara pintu dibuka. "Sudah kubilang pe―"

"Pintunya tidak di kunci dan sekarang aku terlalu malas untuk kembali ke luar." Hayato memotong perkataan Yuma. "Apa yang terjadi? Aku tahu kau mudah sekali kesal pada orang, tapi aku tak menyangka kau menyerang orang seperti itu."

Yuma menghela napas kasar. tangannya mengambil bola baseball yang tergeletak tak jauh disampingnya dan mulai memantulkan benda bulat itu ke lemari dalam kecepatan konstan. "Aku tak akan menyerang orang tanpa alasan."

"Yang mana alasan itu adalah?" Hayato masuk lebih jauh ke dalam kamar. Dia kemudian duduk tak jauh dari Yuma.

Remaja SMA itu menggigit bagian dalam pipinya hingga berdarah. Yuma mengangkat bahunya seolah tidak peduli sebelum mengatakan "Hanya saudara kembarku dan kekasihku, ah bukan ... maksudku, mantan kekasihku mengikuti insting binatang yang mereka punya."

Hayato terdiam mendengar kata-kata tajam yang dilontarkan Yuma. Jadi remaja laki-laki yang satunya itu adalah kekasih Yuma sebelumnya. Hayato penasaran apa mark yang terdapat di leher kembaran Yuma adalah milik mantan kekasihnya. "Jadi tanda di leher kembaranmu itu disebabkan oleh mantan kekasihmu, yang saat itu masih jadi kekasihmu?"

Yuma mengangkat sebelah alisnya "Aran sudah menandai Yuya?" Karena seingat Yuma kekasihnya baru saja mau menandai kembarannya saat Yuma memergoki mereka. Yuma mengendikkan bahunya sekali lagi. "Siapa peduli. Bukan urusanku. Mereka bebas melakukan apapun."

Hayato mengambil jeda sejenak sebelum dia kembali menanyakan sebuah kemungkinan, "Tidak pernahkah terpikir olehmu kalau mereka hanya lepas kendali?"

Yuma mendengus mendengar pertanyaan yang dilontarkan pemuda yang lebih tua darinya itu. "Lepas kendali? Memangnya mereka bukan manusia? Untuk apa otak mereka diciptakan? Apa mereka memang binatang jadi otak mereka itu hanya sebatas hiasan tanpa ada akal didalamnya?!" Yuma berujar sarkas.

Hayato menoleh ke arah pintu. sesaat pikirannya teringat pada dua orang remaja di ruang baca Mitsui. "Mungkin mereka tidak bisa mengendalikannya karena kau tahu, beberapa orang memiliki gejala yang parah saat masa heatnya."

"Jangan bercanda. Yuya setidaknya memiliki siklus heat yang normal. Dan aku, aku tidak bangga dengan ini, tapi heatku datang dan pergi semaunya. Setidaknya Yuya tak harus merasakan bagaimana tiba-tiba heat saat di atas kereta!" Protes Yuya. Wajahnya terlihat begitu marah dan kecewa. Hayato sekarang berpikir, mungkin kejadian ini yang menyebabkan Yuma begitu berpikiran buruk pada orang lain terutama alpha seperti dirinya.

Yuma mengambil napas, lalu lanjut bercerita "Kenapa aku membenci mereka berdua, dan tidak hanya membenci Aran? Karena mereka beruda sama saja!" Yuma berhenti sesaat berusaha kembali mengungkit memori tak menyenangkan yang sudah lama ia coba untuk lupakan. "Kau tahu? Saat kejadian itu terjadi, aku juga sedang mengalami heat, di sekolah, saat masih kegiatan ektrakurikuler. Ada tiga orang alpha di klubku. dan saat itu terjadi aku harus mati-matian mempertahankan diriku dari mereka. Aku habis-habisan mengendalikan diri dari para alpha disana, yang salah satunya adalah kekasih Yuya sendiri. Aku bilang padanya, 'Yuya adalah kekasihmu, dengan menyerangku seperti ini kau pikir dia tidak akan kecewa padamu? Aku tahu, kau, kalian, sedang dipengaruhi oleh pheromone yang keluar dari tubuhku. Tapi kita harus mengendalikan diri!' dan apa hasilnya? Mereka bersedia berhenti mendekatiku dan membiarkanku meminum surpresant tambahan dan pergi."

Laki-laki dengan rambut hitam itu menatap Hayato dengan ekspresi seolah dia tak sanggup menerima semua hal yang telah terjadi padanya. "Tapi apa yang aku dapatkan saat aku sampai di rumah? Saudaraku bercinta dengan kekasihku sendiri! Apa itu hadiah yang harus aku terima saat aku mencegah kekasih Yuya agar tidak melakukan hal yang sama padaku? Apa itu yang harus kami terima saat menggunakan akal kami agar tidak mengkhianati kekasih masing-masing?"

Yuma kehilangan kontrol atas emosinya, dia berteriak "Mereka melakukan perbuatan menjijikkan itu karena kehilangan kendali?! JANGAN BERCANDA!!" Yuma membanting bola ditangannya sekuat tenaga hingga benda karet itu memantul ke seluruh ruangan.

"Jika mereka tidak saling menyukai, mereka tidak akan mau melakukannya."Yuma menunjuk ke arah ruangan dimana Yuya dan Aran kini berada. "Mereka akan berusaha sekuat mungkin untuk menolak nafsu itu karena mereka juga memiliki kekasih masing-masing. Setelah kejadian itu aku berpikir mungkin itu bukan pertama kali mereka melakukannya."

"Aku tidak peduli jika mereka saling mencintai dan mau bercinta sampai dunia kiamat." Yuma berdiri dan mengambil bola yang kini sudah berhenti memantul. Tatapannya terlihat frustasi ke arah Hayato. "Aku benar-benar tidak peduli. TAPI TIDAK BISAKAH ARAN MEMUTUSKAN HUBUNGAN DENGANKU DULU? Tidak bisakah dia mengatakan. 'Aku pikir aku lebih menyukai kakak kembarmu. Mulai sekarang kita putus.' Apa terlalu susah untuk mengatakan hal itu?! Aku juga tidak akan menahan orang yang tidak membalas perasaanku! APA?! DIA MERASA BERSALAH JIKA HARUS MEMUTUSKANKU? DAN LEBIH MEMILIH HUBUNGAN DIAM-DIAM DENGAN YUYA, KAKAK TAK PUNYA OTAK YANG JUGA SEDANG DALAM HUBUNGAN DENGAN ORANG LAIN?! Bagus! kurang binatang apa lagi mereka?!" Yuma melempar bola itu ke arah Hayato yang menangkap bola itu dengan.tangan kanan sebelum mengenai badannya. Hayato bisa merasakan emosi yang Yuma rasakan dari lemparan yang ditujukan padanya.

"Jadi, Hayato-san. Aku mohon padamu." Dia menatap laki-laki yang lebih tua darinya itu sungguh-sungguh.

Hayato sendiri tersentak saat Yuma memanggil namanya. Ini pertama kalinya remaja itu memanggil namanya sejak mereka pertama kali bertemu. biasanya Yuma persetan dengan sopan santun saat berhadapan dengan Hayato. Jika dia sudah sopan begini, pasti Yuma sudah sangat berharap untuk dikabulkan kemauannya. "Jangan membujukku untuk memaafkan mereka. Karena aku tak akan memaafkan diriku jika aku memaafkannya. Kenapa? Karena aku dengan bodohnya masih sayang pada dua orang itu, meski mereka sudah menghancurkanku seperti ini. Aku dengan bodohnya masih mencintai saudaraku, lebih bodoh lagi karena aku masih mencintai Aran bahkan setelah semua yang mereka lakukan."

Yuma berjalan ke atas tempat tidurnya, duduk di sana sambil memandangi jendela. "Aku tak bisa memaafkan diriku karena masih memikirkan mereka. Memikirkan mungkin ini semua salahku karena andai saja aku tidak pulang cepat hari itu, andai heatku tidak muncul hari itu. Andai aku adalah orang yang berbeda, andai aku tidak dilahirkan ke dunia. Semua ini mungkin tidak perlu terjadi."

"Jadi maaf saja kalau aku tidak akan pernah memaafkan mereka." Pandangan Yuma kembali beralih pada Hayato. "Tidak sampai aku menemukan kebahagiaan untuk diriku, kebahagiaan yang cukup untuk membuatku lupa akan luka ini. Tidak sampai saat itu terjadi dan aku akhirnya memaafkan diriku sendiri."

"Jika aku menderita, aku akan buat mereka lebih menderita daripada diriku. Meskipun mereka bisa memilih untuk melupakanku dari kehidupan mereka. Seperti aku memilih untuk lenyap dari hadapan mereka sejak hari itu."

[~]

Omegaverse: GenesisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang