THE MEMORY

157 11 1
                                    

LAPAK NOREN. MOHON UNTUK YANG BUKAN PENUMPANG KAPAL NOREN UNTUK KEMBALI DAN TIDAK MELANJUTKAN MEMBACA CERITA INI. SAYA TIDAK MAU ADA YANG SALAH LAPAK YA MBA-MBA/MAS-MAS.

.

.

.

Sudah sebulan lebih ini lelaki dengan tahi lalat dibawah mata kirinya tersadar dari tidur panjang. Koma selama tujuh bulan benar-benar pengalaman yang sangat tak menyenangkan baginya, karena ia harus melewatkan tujuh bulan begitu saja, juga kehilangan sebagian memorinya -memori terakhirnya adalah saat ia dan Jaemin lulus sekolah menengah pertama-. Dan di sana, sesosok hantu yang sejak dia membuka mata sudah menghantuinya, seolah-olah menunggunya untuk sadar. Hantu gila yang tidak mengingat apapun -sama sepertinya-. Dia sedang melayang sambil membaca buku. Berbaring tengkurap di udara dengan buku yang juga melayang di depannya.

" Bisakah kamu berhenti melayang di depanku? Itu membuatku berpikir jika aku sudah gila," ucap manusia yang ada di kamar itu, memerintah. Sudah kesal meminta makhluk astral yang selalu menganggunya dengan baik-baik, karena hantu pria kecil itu selalu menolak menuruti perkataan si manusia.

" Aku kan hantu, Jeno-ssi. Sudah sewajarnya aku bertingkah seperti hantu," jawabnya hantu itu dengan cuek, tetap membaca buku yang ia buat melayang.

Ingin sekali jeno melemparkan benda apapun pada hantu itu, tapi ia tahu, semua itu akan berakhir dengan kamarnya yang berantakan, karena hantu itu tembus pandang! Jeno tahu itu karena ia sudah pernah mencobanya saat di rumah sakit.

Jeno merasa ia sudah gila. karena ia yang tidak memercayai keberadaan hantu, saat ini malah dihantui!

Hantu itu membalik lembaran buku itu dengan jarinya, tanpa menyentuhnya. Dia tidak bisa menyentuh apapun. Sebelum buku itu jatuh berdebam, dan tak lama pintu kamar terbuka. Seorang wanita paruh baya datang, diikuti oleh seorang dokter dibelakangnya.

" Jeno, saatnya terapi, sayang," ucapan wanita cantik itu, yang tak lain adalah ibu Jeno. Jeno mengangguk tanpa berbicara apapun. Tujuh bulan tertidur benar-benar membuatnya seperti terlahir kembali. Tanpa ingatan, dan juga tidak bisa menggerakkan tubuh sesukanya. Beruntung saja ia masih mengingat cara bernafas dan hal-hal dasar lainnya.

" Yo! Lebih baik?" Sapa dokter lelaki itu dengan senyum cerah.

Jeno balas tersenyum, lalu mengangguk.

Jeno sudah melupakan semua kenangannya. Beruntung, keluarga dan teman-temannya sering berkunjung dan tak jarang mereka menceritakan kenangan-kenangan yang ia lupakan, yang jujur saja membuat Jeno sedikit canggung karena melupakan mereka.

Jeno menatap Ibunya dan berbincang-bincang sebentar sebelum menatap dokter yang datang bersama Ibunya, dia Jaemin, temannya sejak kecil, salah satu yang bertahan diingatannya, tapi sayangnya ingatannya akan Jaemin pun terhenti saat mereka memasuki sekolah menengah atas.

Jaemin yang menatap jendela dengan senyum sendu membuat Jeno mengikuti tatapannya, dan berakhir pada sosok hantu itu. Hantu yang berpakaian serba putih polos yang terlihat sangat licin itu, hantu itu tetap melayang memperhatikan dunia luar dari jendela kamar. Jeno menatapnya bingung, apakah Jaemin bisa melihatnya juga? Tapi, jika Jaemin bisa melihatnya, mengapa sebelum hari ini, Jaemin terlihat biasa saja, padahal hantu itu selalu berada disamping Jeno.

" Jaemin!" Seru Ibu Jeno dengan suara agak keras.

" Ya Bibi?" Jaemin terlihat sedikit tersentak.

" Apa yang kamu lihat? Bibi memanggilmu sejak tadi," Ibu Jeno menanyakan apa yang ingin Jeno tanyakan.

" Ah itu, cuacanya cerah, mengingatkanku pada seseorang," jawabnya sambil terkekeh, terlihat seperti seorang pria yang memikirkan kekasihnya.

" Aigoo, sudahlah, lebih baik kalian ke halaman dan mulai sesi terapinya, mumpung cuaca sedang cerah," Ibu Jeno kemudian keluar terlebih dahulu. Meninggalkan Jaemin dan Jeno.

OCCASIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang