Twenty Four

29.5K 3.4K 508
                                    

Kangen ga??

Bilang kalau ada typo atau nama yang salah
Happy Reading

“Gak boleh lama-lama."

"Gak boleh jajan yang aneh-aneh.”

"Gak boleh rewel."

"Gak bol—"


"BERISIK JENO! KAPAN KELUARNYA?!"  Jeno tertawa kecil mendengar teriakan kesal dari sosok manis Jaemin di atas kasurnya.


"Biasa aja, dong, sayang. gak usah ngegas." Jaemin menukikkan alisnya sebal ketika Jeno berceletuk dengan santai.


"Bacot mulu, sih!"


"Heh, mulut!"

"bodo!"  Masih dengan wajah kesalnya, Jaemin bersedekap dada, membuang pandangannya dari wajah Jeno.


Jadi, begini ceritanya.  Jaemin merengek ingin memakan jajanan kantin rumah sakit pada Jeno. Semuanya akibat mendengar obrolan Haechan dan Renjun yang menjenguknya kemarin, mereka berdua membicarakan tentang batagor dan siomay kantin di belakang rumah sakit yang sangat enak. Jaemin tentu merasa tenarik, amat rindu  pula pada jajanan luar.


"Gak boleh.  Kamu masih sakit! "


"Kak Jeno harusnya bisa bedain sakitnya Jaemin sama sakit lain!" Lama berdebat, keduanya meminta pendapat papa Jeno. dan, betapa senangnya Jaemin, pria itu mengizinkan Jaemin memakan jajanan kantin. Karena memang pada dasarnya, Jaemin terluka, bukan sakit, jadi si papa mengizinkan

"Cie, ngambek."


Jeno menjawil hidung Jaemin, membuat sang empu mendesis sambil bergumam 'apasih! ' dengan raut kemusuhan.

"Jadi jajan, gak?"

bugh!


"Aduh!" Jaemin memukul bahu Jeno dengan kesal.


"Jadi lah, kak Jeno!"  Jeno mendekat,

"Mentang-mentang badannya udah pulih, mulai berani gebuk-gebukan lagi, ya."


Lelaki yang lebih tua itu menguyel pipi si manis dengan gemas. Oke, Jaemin sudah mulai merengek, pertanda ia sudah lelah beradu argumen bersama si menyebalkan Jeno.

"iya dek, iya."


Sambil mengulas senyum, Jeno mengusak surai Jaemin. setelahnya, ia beralih  untuk menyelipkan sebelah tangannya di bawah kedua lutut Jaemin, sementara sebelah tangannya yang lain ia gunakan untuk menopang punggung sempit itu.

Jaemin refleks mengalungkan kedua lengannya pada leher Jeno dengan erat, ketika si surai merah kecoklatan itu mengangkat tubuh ringannya untuk dipindahkan ke atas kursi roda di pinggir kasur

"gak bisa jalan aja? apa banget pake kursi roda?" gumam Jaemin.

"Yaudah, jajannya gak jadi."


"Bangs—"


cup !

Satu kecupan Jeno daratkan di atas ranum yang kembali mendapat warnanya itu setelah berhari-hari terlihat pucat.

Adiós || Nomin ☑️(Unpublish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang