Gadis itu hanya duduk, memangku tangan sambil melihat ke bawah air yang permukaannya tertutup daun teratai, tak menghiraukan kerudung biru polosnya terkibar oleh angin, entah apa yang membuat wajah putih pualam nya tak lagi tampak, di gantikan dengan wajah putih pucat dengan mata sembab dan kemerahan.
Padahal di depannya terbentang persawahan luas dengan semilir angin yang sejuk, ditambah dengan gemericik air dan gelombang yang dihasilkan oleh ikan koi keemasan itu.
"Kenapa ...." Desahnya lirih sambil menangkupkan kedua tangan ke wajah. Sepertinya beban itu sangat berat, dalam benaknya sekelebat bayang seorang lelaki terus menghantuinya.
.
.
.
"Ayolah An, dia tampan, Baik, Sholeh, kurang apa coba?, mana sudah jauh-jauh dari Surabaya kesini cuma mau ketemu kamu."
"Yan, jangan paksa lagi, sudahlah, aku ini tidak tertarik padanya, lagi pula siapa suruh dia datang kemari, kamu tau kan sampai nanti lulus aku baru mau cari pasangan." Timpal gadis satunya lagi dengan tetap berajalan dan sesekali merapikan tumpukan buku di pelukannya.
"Lalu, aku harus bilang apa sama Dana, kalau kamu belum mau menerimanya" Yani berusaha menyeimbangi Ana yang berjalan semakin cepat.
"Bilang saja, kalau dia memang mau tunggu sampai aku diwisuda, gampakan!" Langkahnya dihentikan sambil menunggu Yani sejajar dengannya.
"Gimana?" Lanjutnya lagi
"Terserah kamu saja An, aku bingung sama pemikiranmu. Disini aku Cuma sebagai perantara"Namanya Dana, anak asli Surabaya, dia datang kemari sudah hampir 3 bulan hanya dengan alasan ingin berkenalan denganku. Sungguh alasan yang aneh, katanya sih, penasaran dengan ku yang sering Ia dengar dari Yani, aku akui dia tampan dan baik. Tapi apakah salah jika aku sebagai seorang wanita ingin membatasi diri dalam bergaul dengan kaum adam. Bahkan Yani sampai mengataiku kolot, tapi aku tetap menutup diri dan tak pernah hiraukan, hingga hal itu terjadi suatu hari.
Hari ini, aku ada jadwal kuliah pagi mata kuliah Geografi, jadi ku percepat rutinitas pagi.
Jadi mahasiswa tak semudah seperti kelihatannya, yang kata orang bisa bebas dari aturan-aturan sekolah, tapi pada nyatanya jadi anak kuliahan itu lebih sulit menurutku, karena harus dikejar waktu dalam menyelesaikan tugas dari dosen. Aku berangkat setelah selesai membereskan kos, tak terlalu lama untuk sampai di kampus dikarenakan jarak yang masih bisa ditempuh hanya dengan lima menit. Ku parkir motor metik pemberian ayahku di halaman kampus, telihat banyak mahasiswa lain yang baru datang, aku langsung menuju kelas dan duduk di bangku belakang.
"Pagi An, baik kabarmu hari ini." Tanya suara yang sudah sangat di hafal oleh Ana.
"pagi juga Yan, Alhamdulillah kabar ku baik."
"An, katanya, nanti habis kuliah Dana mau ketemu kamu sebentar." Aku menoleh dan memasang wajah bertanya plus kaget.
"Entahlah, katanya mau ngomong penting." Yani kemudian menjawab kebingunganku, oh tuhan, sungguh aku bingung dengan laki-laki itu sudah berapa kali aku memberi kode bahwa aku tak suka."dimana memangnya?." Tanyaku sambil membolak balik buku catatan.
Yani menoleh "entah lah, nanti dia yang mau kasih tau kamu langsung." Jawabnya cuek, mungkin membalas sikap ku yang tak terlalu meresponnya.Kuliah selesai pukul 13:30 merasa aku ada janji bertemu dengan Dana, ku putuskan untuk langsung menghubunginya, tapi baru saja aku sampai halaman kampus, dari kejauhan aku melihat lelaki itu sudah berdiri di samping motorku, tangannya melambai dan senyum manis beserta lesum pipit menyusul kemudian, aku berusaha mengangkat tangan dan melambai serta membalas senyumnya, kemudian langkahku ku percepat untuk menghampirinya.
"Assalamu'alaikum, apa kabarnya Mas." Ku awali dengan basa-basi dengan menangkupkan kedua tangan di depan dada.
"Wa'alaikumsalam, baik dan bagaimana kabar Ana." Jawabnya ramah.
"seperti yang Mas lihat, Ana juga baik saja, tadi kata Yani Mas mau bicara, kira-kira masalah apa ya?." Aku langsung menanyakan hal yang membuatku penasaran, sedang Dia terlihat gugup
"Begini An, dulu kamu pernah mengajukan sebuah pertanyaan bukan? dan hari ini saya akan menjawabnya. Aku akan dan bersedia menunggumu sampai wisuda dan hari ini aku akan pulang ke Surabaya" Aku seperti dikejutkan oleh hantu paling seram yang selama ini bersembunyi dihatiku, akhirnya dia benar-benar telah memutuskan hal itu, ku jawab perkataan itu dengan sebuah senyuman dan anggukan.Tiba-tiba saja, dia mendekat mencondongkan badan lalu dalam sekejap mencium keningku, aku terkejut mencoba mundur tapi dia sudah mundur lebih dulu, hanya sebentar memang, 3 detik. Tapi mampu membuatku menggigil.
Pikiranku kacau sedang dia tetap berdiri dan menatapku kemudian berucap lirih "Maaf" lalu menaruh sepucuk surat diatas jok motorku dan berlalu, aku tetap diam dalam pikirku hanya satu, pulang kerumah Ibu.
Aku pulang tanpa menceritakan hal yang sebenarnya,karena jika ku ceritakan akan menghasilkan sebuah permasalahan yang baru ,namun tetap saja lama-lama ibu merasa aneh melihatku, sering ia memergoki aku yang berdiam diri setelah shalat tapi tetap saja aku menyembunyikannya.
Jika di paksa aku hanya menjawab "Masalah pelajaran bu terlalu membuatku pusing" Jawabku singkat.
Aku sungguh tidak tau apa yang membuatku sesedih ini mungkin karena kejadian itu atau mungkin justru dia telah meninggalkanku, tapi seharusnya aku tidak boleh seperti ini karena akulah yang membuatnya menjauh, bayangannya selalu saja hadir di setiap ujung doaku, hingga pada senja hari ini tanpa sengaja aku menjatuhkan sepucuk surat dari dalam ranselku, aku teringat manakala dia akan meninggalkanku dia sempat menaruh surat ini.
Buru-buru aku pergi ke belakang rumah yang sepi dan duduklah aku di samping kolam ikan dengan seksama membaca surat darinya.
Untuk de' Ana
Sebelumnya aku minta maaf apa bila surat ini justru menambah beban bagimu,aku menulis surat ini setelah berpikir berulang kali apakah pada akhirnya justru menyakiti kita, tapi rasanya gejolak hati tak mampu lagi untuk di dustai, maka aku beranikan diri untuk menulis surat ini.
"Aa, nanti kalo kita sama-sama sudah besar dan terpisah apakah Aa masih mau inget sama Ana."
Masihkah kamu ingat dengan percakapan itu Ana, percakapan yang dilakukan dua anak ingusan ketika masih kelas 4 sekolah dasar, mungkin kamu lupa tapi aku tidak, aku datang kembali dengan wujud Dana yang sekarang, Dana yang bahkan tak pernah bisa bertemu dengan Ana kecilnya yang dahulu, tapi sepertinya Ana kecil benar-benar telah dewasa yang menjaga dirinya baik-baik.
Sungguh, aku tak kecewa dengan perlakuanmu padaku, yang jelas kentara sangat sombong, meski kau tutupi dengan senyum manismu,tapi entah mengapa aku justru menyukai sifatmu yang seperti itu.
Ana maaf jika aku tak mengaku dari awal siapa diriku yang sebenarnya,tak pernah mau bertemu dengan orang tuamu sekarang, karena jika aku bertemu degan ibumu, pasti dalam sekejap ibu akan tau siapa aku sebenarnya. Ana, sungguh percayalah, aku benar Dana yang dulu dan percayalah aku akan menunggumu.
Sekian
Dana Pratama
Sungguh air mataku jatuh bercucuran. Bagaimana tidak orang yang hampir 12 tahun ku tunggu kedatanggannya, justru sudah ada di dekatku selama ini kenapa dia tidak memberi tahuku sejak awal bahwa dia adalah Dana Pratama, orang yang mengisi hatiku sejak masih anak-anak, sungguh pikiranku kacau bahkan ikan koi yang sedari tadi menari di hadapanku tak membuatku melirik, hingga ku putuskan untuk mengirim pesan padanya lewat email.
"Maaf, sunguh aku baru tahu siapa Mas sebenarnya. Karena selama ini Yani tak pernah cerita, aku hanya minta, doakan aku bisa menjaga hatiku hingga wisuda."
KAMU SEDANG MEMBACA
KUMPULAN CERPEN |SEJUTA ISI|
Cerita PendekKalian bisa dukung aku pake komen dan juga vote. Nggak harus follow kok, dukungan kalian berupa apapun bisa bikin aku tetap semangat dan bertahan buat nulis karya-karya lain. Hanya pemikiran tiba-tiba yang dituangkan kedalam lembaran cerita. Semoga...