SESUAI permintaan Kinan, aku menerima dengan sangat terpaksa menjadi saudaranya. Kecewa memang mendapat takdir hidup yang seperti ini. Tapi sekuat apapun aku mencoba menolak, tetap saja darah kami itu sama, meskipun beda Ibu.
Kinan yang terbaring lemah diatas brankar menatapku lembut. Menautkan jemarinya ke jemariku. Mengulas senyum tipis agar membuatku baik-baik saja.
Lalu aku teringat akan ucapannya dulu saat masih kecil, "Menangislah sepuasmu keluarkan semuanya. Tapi kamu janji sama aku, kalau aku senyumin kamu, kamu harus senyum juga. Janji?"
"Kenapa lo nolak dioperasi? Padahal Ayah gu--Ayah kita udah mau donorin sumsum tulang belakangnya buat lo, Nan."
Kinan menggeleng lemah. Tautan jemarinya di jemariku kian kuat.
"Gue nggak mau nyusahin orang lain demi kesehatan gue."
"Lo pernah bilang nggak mau ninggalin gue lagi. Kemarin lo juga bilang pengin kita saling menyayangi sebagai saudara tiri. Terus kenapa lo jadi kayak gini?"
"Demi elo, Zel. Gue lakuin ini demi lo."
Aku membuang wajahku menghindari tatapan sendu cewek itu.
"Demi gue? Lo yakin dengan perginya elo suatu hari nanti, gue bakal bahagia? Enggak, Nan! Lo salah pemikiran!"
"Kalau gue pergi, artinya gue yang bakal nanggung semua dosa orang tua kita. Biar kalian bisa hidup tenang. Kehadiran gue kayaknya nggak akan pernah bikin lo dapetin perhatian Ayah, Zel."
"Gue nggak suka lo ngomong gitu! Cukup sekali gue kehilangan elo dulu. Dan sekarang setelah lo kembali, lo mau pergi lagi?"
"Zella,"
"Nggak, Kinan! Gue nggak mau!!"
"Lo rela kalau seandainya gue masih hidup, Fajar diambil sama gue?"
DEG
Apalagi ini? Ya, Tuhan. Kenapa banyak sekali hal yang menyakitkan yang tak pernah aku tahu selama ini?
"Maksud lo apa?" tanyaku cepat sambil melepaskan jemariku kasar dari genggamannya.
"Fajar dijodohin sama gue sejak masih SMP."
"Apa!?" teriakku terkejut bukan main. Mataku mendelik setelah mendengar perkataannya. Fajar dijodohkan dengan Kinan? Kok bisa?
Kinan kembali tersenyum. Menatapku layu. Wajahnya kian pucat.
"Selama gue nggak berangkat sekolah setelah ujian, gue lagi frustasi, Zel. Malam itu gue bertengkar hebat sama Ibu gue...."
Pintu kamar terbuka dengan hentakan keras. Menghasilkan suara berisik yang mengganggu seorang wanita paruh baya yang sedang berbaring diatas ranjang.
"Bu! Sekarang Kinan minta tolong Ibu jelasin segalanya!"
Andin beranjak dari ranjang, turun dari sana lalu berdiri tepat dihadapan Kinan.
"Jelasin apa?"
"Nggak usah sok polos begitu, Bu! Aku tahu apa yang Ibu lakukan sama keluarga Zella!"
Andin membelalakan matanya. Tak menyangka kalau anak semata wayangnya itu mengetahui tindakan bodohnya dimasa lalu.
"Dari mana kamu tahu soal itu?"
"Nggak penting Kinan tahu dari mana! Tapi itu benar, 'kan? Tolong jelasin sekarang juga sama aku, Bu!!"
"Kalau udah tahu, memangnya kamu mau apa? Mau membunuh Ibumu ini, iya?"
Kinan tercengang dengan jawaban Ibunya yang sungguh angkuh itu.
"Kenapa Ibu jahat sama mereka? Apa salah mereka sama Ibu!?"
"Dengarkan Ibu, Kinan!" gertak Andin mencengkram bahu anaknya kuat.
"Kamu jangan pernah menghalangi apa yang mau Ibu lakukan. Ibu mau mengambil apa yang seharusnya menjadi milik Ibu. Teman kamu itu, Zella! Dia merebut Ayah kamu, Kinan! Pak Hasan itu Ayah kandung kamu! Dan alasan kenapa Ayah tirimu itu menjodohkan kamu dengan Fajar, itu karena dia ingin menebus kesalahannya dulu udah ninggalin mantan istrinya yang nggak bisa punya anak!"
"Apa?" Kinan tercengang mendengar semua penjelasan Ibunya barusan. Jadi, sosok yang ia anggap Ayah di rumahnya adalah Ayah tiri? Dan Ayah tirinya itu mantan suami Ibunya Fajar?
Benar-benar mengejutkan!
"Ibu berusaha untuk cerai dengan Ayahmu, Kinan. Ibu mau kembali dan menikah dengan Pak Hasan. Biar perjodohanmu dengan Fajar dibatalkan. Biar kamu bisa bersama Ayah kandungmu sendiri. Tolong pahami keinginan Ibumu ini, Kinan."
"Apa itu artinya.... Fajar bukan anak kandung Bu Elis? Tolong jawab aku, Bu!"
Andin mengangguk. Kinan semakin membelalakan matanya. Jantungnya berdegup kencang. Ia tidak percaya kalau Fajar bukan anak dari keluarga yang ditinggalkan Ayah tirinya itu.
"Kamu udah ngerti, 'kan? Meskipun bisa aja Ibu nggak batalin perjodohan kalian karena nggak ada ikatan darah sama sekali, tapi Ibu memilih untuk membatalkannya segera."
"Jangan bilang aku ini anak haram, Bu! Jangan bilang...."
Kinan tidak berharap Ibunya akan mengangguk membenarkan perkiraannya. Tapi wanita itu sudah mengangguk pasrah. Yang bisa dilakukan Kinan saat ini hanya....
"Menangis. Gue hanya bisa menangis buat semua yang udah terlanjur terjadi, Zel. Gue pasrah...."
Aku tertegun melihat cewek itu menangis tersedu-sedu didepanku. Aku bingung harus melakukan apa. Karena jujur saja, aku tidak suka melihat orang lain menangis apalagi aku tidak tahu bagaimana cara untuk menenangkannya. Karena aku sendiripun tidak pernah ditenangkan saat menangis. Tidak ada yang peduli.
Disini, tepatnya dihati, aku juga terkejut dengan fakta itu. Yang baru kuketahui kalau Fajar adalah anak angkat dikeluarganya.
Lalu tiba-tiba pikiranku membelayang saat dimana Tante Elis mengobrol denganku waktu itu. Didalam ucapannya tersirat kesedihan yang mendalam.
Jika saja Fajar tahu tentang jati dirinya, maka dia akan lebih terkejut lagi. Dan aku tak sanggup untuk melihat raut kesedihannya terus-menerus. Aku tidak mau dia lebih dingin dari yang sudah-sudah.
Sekarang dia sudah berani merubah sifatnya. Dia berani mengejarku, menjelaskan segalanya, berani menangisiku. Maka tak ada waktu untuk dirinya bersikap dingin lagi denganku.
Maka tugasku sekarang adalah.... menjaga rahasia ini serapat-rapatnya.
-<<<FAJAR>>>-
Hai semuanyaaaa~
Kinan lagi sakit tuh kalian gamau jengukin juga? Hehe
Sebentar lagi Fajar bakal tamat gaes, terus ikuti ceritanya yaaa
Selamat membaca dan semoga bahagia.
Salam, Sankhaa

KAMU SEDANG MEMBACA
FAJAR [Tamat]
Novela JuvenilTamat Ini kisahku dengan dia. Ini aku yang merasa asing namun diam-diam selalu dicintai. Ini kisahku dengan mereka. Ini aku yang mulai sadar bahwa aku hidup tidak sendirian. Ada mereka yang selalu berusaha menggapaiku meski aku selalu menghindarinya...