One

777 50 0
                                    

Los Angeles, California

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Los Angeles, California.

Los Angeles, siapa yang tidak mengenal salah satu kota terpadat di Amerika Serikat itu?

Selain padat penduduk, Los Angeles juga menyimpan keindahan yang luar biasa. Seperti contohnya, matahari terbenam di Venice Beach, benar-benar membuat kita seperti berada di surga. Warna jingga sang surya yang sedikit kemerahan itu memanjakan setiap mata yang melihatnya.

Namun hal itu tak berlaku bagi seorang gadis dengan gaun merah selutut yang nampak murung dan kesal sedari tadi, sementara semua orang disekitarnya nampak kagum menyaksikan tenggelamnya sang surya.

"Jen kamu di mana? Please jawab telepon aku," gumam gadis itu sembari terus-menerus menghubungi nomor yang sama semenjak satu jam yang lalu. Berusaha mengontrol emosi mengingat hari ini adalah perayaan hari jadi tahun pertama hubungan mereka. Ya, hari ini harusnya dirayakan dengan kekasihnya, mereka bahkan sudah berencana melihat matahari tenggelam dan menghabiskan waktu bersama. Tetapi sudah satu jam lebih gadis itu menunggu, dan kekasihnya tak juga datang.

Beberapa menit kemudian ia bangkit, mengambil tasnya yang terlihat senada dengan warna baju yang ia kenakan.
Cukup sudah ia menunggu, kini gadis itu akan pergi ke tempat tinggal kekasihnya, dan jika pria itu tidak ada disana, ia akan mencarinya sampai ke ujung dunia!

Langkahnya yang terburu-buru seketika berhenti melihat dua sosok manusia yang berada di dalam sebuah kafe di seberang sana.

Ia dapat melihat kedua orang yang sedang berciuman itu mengingat dinding kafe yang terbuat dari kaca transparan dan jaraknya berada yang hanya beberapa meter dari kafe. Seketika gadis itu mengepal, berlari kecil menuju kafe. Napasnya naik turun saat sudah berada di hadapan dua orang itu, yang masih setia menyatukan bibir.

"JENO!" pekik gadis itu kencang yang otomatis membuat bibir kedua manusia itu terlepas. Dan kini seluruh mata pengunjung kafe menatapnya heran.

"Ara? Lo ngapain disini?" tanya pria itu sedikit panik, sementara gadis bernama Ara itu sudah tidak bisa mengendalikan emosinya yang berada di puncak, segera melayangkan tangan yang membuat Jeno pasrah, baiklah, ia akan menanggungnya.

Namun tak seperti yang pria itu bayangkan, ia tak menerima tamparan sama sekali. Suara tamparan yang sangat keras itu berasal dari gadis di depannya yang sedang di tampar oleh kekasihnya sendiri, Ara.

"Anastasia, what are you doing!?" pekik gadis bersurai blonde itu sembari memegang pipi kirinya. Namun Ara tak peduli, ia kembali melayangkan tamparan di pipi satunya membuat gadis berdarah Eropa itu meringis.

"Ara cukup!" Jeno memegang tangan Ara, dan kemudian menoleh ke sekitar, berusaha memberitahu gadis itu bahwa kini mereka sedang diperhatikan banyak orang.

Secepat kilat Ara menghempaskan tangan Jeno kasar, ia kemudian menarik rambut gadis dengan manik mata biru itu, membuat seluruh pengunjung kaget. Ara menariknya menuju toilet, mengunci pintu dengan cepat sebelum siapa pun dapat menghentikannya.

***

Mereka berakhir di kantor polisi, gadis itu, Natalie tengah menangis sesenggukan dengan pakaian dan rambut basah kuyub. Jangan tanya apa yang Ara lakukan di toilet tadi.

Seorang polisi wanita memberikan handuk dan air minum pada Natalie, yang membuat gadis itu nampak sedikit tenang.

"Minta maaf sekarang," ujar Jeno yang sedari tadi diam saja senjak sampai di kantor polisi.
Sementara Ara yang duduk di sampingnya masih membisu, menatap lurus ke depan dengan pandangan datar.

"Clara!" bentaknya tegas, ingin semua ini cepat selesai. Jika Ara minta maaf, maka semua ini akan beres, dan mereka bisa pulang. Berlama-lama di kantor polisi membuat Jeno tidak nyaman.

"Kenapa aku yang harus minta maaf? Ini salah dia!" Ara menunjuk Natalie yang kini menunduk.
"Dia udah berani nyium kamu!"

"Bukan dia yang nyium duluan, tapi gue!" Jeno kemudian menghela napas.
"Bukan dia yang salah tapi gue. Jadi kalo lo mau marah, mau nampar orang, lakuin ke gue. Tapi sebelum itu, please... minta maaf ke dia biar semua cepet selesai."

Tak lama setelah Ara minta maaf, mereka diperbolehkan pulang. Natalie sudah di jemput oleh orangtuanya.

Dan disinilah pasangan itu berada sekarang, di depan motor Jeno, tepat di depan rumah mewah Ara. Sama-sama diam membisu.

"Padahal sekarang perayaan satu tahun kita," ujar gadis itu, menoleh ke arah Jeno yang menatap lurus ke depan.
"Kenapa kamu lakuin itu? Padahal kita udah janji bakal liat matahari terbenam hari ini," lirihnya dengan mata berkaca.

"Ayo akhiri semuanya," ujar Jeno tiba-tiba.

"A-apa? Apa maksud kamu?"

"Gue udah capek Ra, capek sama obsesi lo ke gue. Capek sama lo yang ngelakuin semuanya kayak psikopat."
Jeno menatap manik cokelat Ara,
"Lo jugak capek kan punya cowok berandal kayak gue? Lagian Papa lo jugak gak suka sama gue."

Ara menggeleng,
"Nggak Jen, aku gak masalah gimana pun kamu. Dan udah berapa kali aku bilang gak usah khawatirin Papa, Papa akan ikut seneng kalau aku seneng."
Gadis itu mencoba mengelus pipi Jeno, namun segera di tepis.
"Aku akan ngerubah sikap, kalau itu yang kamu mau. Aku akan lakuin apapun buat kamu. Karena aku cinta sama kamu Jen, ini bukan obsesi."

"Bukan obsesi lo bilang?" Jeno tersenyum miring, ia diam sejenak.
"Lo bilang bakal lakuin apapun buat gue kan? Kalo gitu tinggalin gue. Gue udah bosen sama lo."

"Nggak. Aku akan lakuin apapun kecuali hal itu."

"Oke, kalo gitu gue yang akan ninggalin lo. Goodbye Clara." Jeno mengambil helmnya, memakainya dan segera menancap gas, meninggalkan Ara yang bercucuran air mata.

"JENOO!"

***

Pesawat akan lepas landas, itulah yang Jeno dengar dari pengumuman yang diucapkan pramugari. Jeno memejam, membayangkan apa-apa saja yang akan terjadi saat ia mendarat di Seoul nanti. Jeno menghela napas, pasti akan berat.

Masih dengan mata terpejam pria itu memasang headphone yang menggantung di lehernya. Mulai sekarang semuanya akan berbeda. Tidak ada lagi Jeno yang bertingkah seenaknya, mulai sekarang hidupnya akan di atur. Mulai saat ini, hidup Jeno bukanlah miliknya.

Tak lama Jeno membuka matanya, menatap ke jendela pesawat, tepatnya ke langit berwarna biru. Langit Los Angeles.
Ia akan sangat merindukan LA, ia akan rindu kafe di depan sekolahnya, ia akan rindu bolos untuk makan di kafe itu. Ia akan rindu sekolah tempatnya pertama kali bertemu dengan Ara, dan ia akan rindu Ara.

Ara-nya.

Gadis pertama yang membuatnya berdebar. Gadis pertama yang ia cintai. Gadis dengan wangi rambut seperti strawberry yang sangat suka dengan jus jeruk dan cheesecake.

Tanpa sadar, sebutir air mata jatuh mengenai pipinya yang membuat Jeno buru-buru mengusap pipinya sendiri.
"Jangan cengeng Jen. Lo bukan cewek."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.









Lanjut gak nihh??

[✔] For You;MINE! | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang