jangan lupa vote ya readers.... happy reading ♥️Petang itu, Buitenzorg station tak seramai tadi siang. Hanya terlihat beberapa pedagang pribumi yang hendak memberskan dagangannya. Hiro dan Kinanti duduk di salah satu kursi lokomotif, yang kali ini nampak senggang.
"Hiro apa kau tidak kedinginan? Lihatlah bajumu basah sekali !" ucap Kinanti dengan nada khawatir yang tak dibuat buat. Tangannya sibuk menggosok gosok seragam atas lelaki itu dengan cardigan nya yang tak terkena hujan.
"Nai, aku sudah terbiasa. Pakai saja! nanti kamu sakit." Hiro menepis cardigan tipis itu yang sebenarnya terasa lumayan hangat ditubuhnya. Kinanti terdiam, seperti menimbang nimbang.
Hiro meraih jemari itu, meremasnya kecil. "Kau lupa aku seorang tentara? Aku tidak akan jatuh sakit hanya karena hujan sialan itu! Percayalah.." tatapannya melembut, membuat semburat merah muda menjalar di pipi gadisnya.
Mereka saling bertatapan lama, hingga Hiro menyadari sesuatu. Ada mata lain yang kini tengah memperhatikannya. Lelaki itu mengedarkan mata sipitnya yang tajam menelanjangi setiap sudut gerbong kereta. Matanya menemukan sesuatu yang janggal. Seorang lelaki bertubuh tinggi dengan jaket kulit hitam dipadukan topi hitam senada sedang memperhatikannya. Tidak, lebih tepatnya, memperhatikan Kinanti. Mata sipit si lelaki tinggi itu menyorot dengan tajam dan galak, ada kilatan amarah disana. Hiro tak begitu memperhatikan wajahnya. Hingga sampai ia mendekat, barulah jelas siapa si pemilik jaket hitam itu.
Okada Hideo.
"Hai.." sapanya begitu telah mendudukkan diri di hadapan Hiro dan Kinanti.
"Hideo? apa yang sedang kau lakukan disini?" tanya Hiro penasaran.
"Hanya menghabiskan waktu luang di kota hujan." Jawab Okada Hideo bernada kaku, tak sedikitpun melepas pandangannya ke arah Kinanti.
"Oh. Selamat menikmati akhir pekan." Jawabnya dengan nada datar karena tak nyaman dengan tatapan lelaki itu kepada kekasihnya. Hideo menoleh.
"Ya. Dan apa yang kalian lakukan disini? Hanya berdua? apa kalian melakuk..."
"Tutup mulutmu." Belum habis Hideo dengan kata katanya, Kinanti sudah memotongnya dengan dingin. Tak lupa dagu kecil itu terangkat angkuh tanda terusik.
"Ap.."
"Ayo pergi dari sini!"
Perkataan itu terpotong lagi oleh seruan Kinanti. Gadis itu menarik lengan Hiro untuk menjauh, menuju gerbong lain untuk menghindari lelaki yang pernah 'melecehkan' nya dengan kata kata. Hiro mengambil langkah lebar mensejajarkan langkahnya dengan Kinanti yang tergesa gesa. Sesungguhnya ia heran, mengapa Kinanti terlihat se-tak suka itu kepada rekannya. Bahkan setau Hiro, mereka tak pernah bertemu sebelumnya.
"Mengapa kau begitu enggan dengannya?" tanya Hiro setelah mereka mendapat tempat duduk nyaman di gerbong yang lain.
Gadis itu menarik napas, lalu menghembuskan dengan kasar. "Aku tidak suka."
"Kenapa?"
"Tempo hari lelaki itu pernah menggodaku dengan kata kata mesumnya! Aku merasa sangat dilecehkan, bahkan kakakku sendiri tak pernah memperlakukan aku seburuk itu. Aku tidak mau melihat wajahnya lagi!" Gadis itu menggeleng gelengkan kuat kepalanya. Memori tentang pertemuan pertamanya dengan Okada Hideo menorehkan traumatik tersendiri. Membuat Kinanti bergidik kala mengingatnya lagi.
Hiro terbengong, terbesit sedikit rasa tak percaya atas apa yang dikatakan Kinanti. Namun untuk apa ia berbohong?
"Akan ku pastikan kau tak akan pernah berhadapan dengannya lagi!" Hiro merengkuh gadis yang tengah memandangnya dengan tatapan kosong itu. Jika benar Hideo telah melakukannya, maka ia benar-benar keterlaluan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐢𝐧 𝐖𝐨𝐫𝐥𝐝 𝐖𝐚𝐫 𝐥𝐥
Ficción históricaCERITA SEDANG HIATUS Indonesia, 1943 Berwajah datar, dengan hati sekeras baja adalah pesona Nakamura Yamada Hiro. Putra seorang petinggi Dai Nippon yang diutus memimpin pasukan ditanah bekas jajahan Belanda. Hidup keras bukan lagi hal asing baginya...