Selamat membaca!!!🌻
POV Mentari
Aku terbangun dari mimpiku yang indah. Tetapi alarm jamku sungguh membuatku terpaksa menghentikan mimpi itu. Waktu menunjukkan pukul setengah lima pagi. Aku harus cepat bangun takut 'alarm susulan' memekakkan telinga.
Perkenalkan namaku Mentari Hiranur Zehra. Kebetulan atau memang jodoh orang tuaku itu namanya berasal dari nama benda-benda di alam. Ayahku bernama Fajar sedangkan ibuku bernama Raina. Sedikit memaksa sih suka disandingkan arti Rain, yaitu hujan.
Bukan hanya aku yang namanya diambil dari benda-benda alam. Tapi kakak lelakiku pun, ayah dan ibuku memberi nama Okan yang berarti Samudera dalam bahasa Turki katanya. Makanya ketika aku lahir, aku diberi nama Mentari. Supaya kita seragam.
Umurku kini menginjak sembilan belas tahun. Tiga tahun lebih muda dari kakakku. Kami berdua kuliah di fakultas yang sama, Fakultas Ekonomi dengan jurusan yang sama pula, yaitu manajemen.
Kebetulan hari ini aku ada kelas. Kelas pagi lagi. Maka aku pun bergegas untuk bersiap-siap. Cukup mandi dan berpakaian. Tak ada polesan make up. Serta tak perlu pilih-pilih baju, yang penting bersih dan enak dipakai.
Kulihat di meja makan sudah ada orang tuaku yang bahagia saling lempar senyuman. Ayahku yang pendiam dan ibuku yang cerewet, merupakan pasangan yang klop. Aku bersyukur dilahirkan di keluarga harmonis.
"Selamat pagi! Papih! Mamih! Pagi-pagi sudah bikin 'hareudang' anakmu ini," candaku.
"Pagi sayang! Makanya cepat-cepat cari jodoh. Biar bisa merasakan indahnya punya pasangan. Iya kan, Pih?" Ibuku melirik pada ayahku.
"Hmmm!" Hanya itu yang diucapkan ayahku tanpa sedikitpun ekspresi.
"Kak Okan belum turun?"
"Tahu tuh kakakmu itu. Sudah dibangunkan juga,"
"Padahal sebentar lagi wisuda, enak tuh. Enggak usah kuliah lagi,"
"Kerjaan sudah sedia. Tinggal nunggu dia bawa calon ke rumah ini," kekeh ibuku.
"Aku kalau di kampus belum pernah lihat Kak Okan gandeng perempuan. Kalau kumpul-kumpul anak klub motor, apalagi. Sibuk ngobrol sama cowok," ceritaku.
Aku juga sedikit aneh dengan kakakku sendiri. Wajahnya sih tak terlalu tampan tapi relatiflah. Tapi dia pintar enggak kaya aku yang punya otak pas-pasan. Tapi untuk urusan cewek dia payah. Kadang aku takut dia itu gay. Merinding bulu romaku bila ingat itu.
Pernah aku berpikir apakah kakakku itu lemah kalau mengungkapkan cinta sama seorang perempuan. Atau jangan-jangan dia sedang menunggu teman baikku, Reva. Secara temanku dari kecil itu cinta mati pada kakakku.
"Pih! Mih! Aku pergi dulu ya! Ada kelas pagi hari ini," aku segera mencium tangan kedua orang tuaku.
"Hati-hati bawa motornya! Jangan ngebut!" Pesan ibuku.
Harus aku akui kalau aku itu bukan seorang yang suka lambat bila menjalankan motor. Aku bahkan salah satu perempuan anggota klub motor yang diketuai kakakku sendiri yang sering ikut balapan walau lawanku lelaki semua.
Aku memang tomboi. Orang tuaku tak pernah protes untuk urusan pakaianku. Tapi orang tuaku akan protes bila aku tak memakai kerudung bahkan buka-buka aurat. Bisa-bisa aku diberi tausiyah kultum (kuliah tujuh jam bukan menit lagi).
Motor kesayanganku yang sudah hampir dua tahun aku kendarai. Sejak mendapatkan SIM, aku dihadiahi motor sport itu dari ayahku. Maklum ayahku kan memiliki show room motor. Satu motor dia berikan padaku tak membuat dirinya rugi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siapa Merebut Siapa [TAMAT]
RomanceMentari sang perempuan tomboy harus menghadapi masalah percintaannya. Dia dihadapkan untuk memilih lelaki yang dicintainya ataukah lelaki yang dijodohkan dengannya. Sayangnya cinta segitiga itu terjadi diantara dia dan kedua lelaki. Mentari harus te...